Mohon tunggu...
Emmanuela Emuttesa
Emmanuela Emuttesa Mohon Tunggu... Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada

Saya seseorang yang menyukai novel dengan latar belakang cerita sejarah suatu negara. Selain itu, saya juga menyukai bagaimana budaya suatu negara dapat memiliki ciri khasnya sendiri, dan bahasa itu kunci buat memahami semua itu. Saya juga memiliki minat dalam belajar bahasa asing. Terakhir, saya suka menonton drama Korea yang membuat saya belajar bahasa Korea melalui drama tersebut.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Jejak Persaudaraan PSHT di Rasau Jaya Tiga

2 Agustus 2025   08:35 Diperbarui: 2 Agustus 2025   08:35 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kehidupan budaya di Desa Rasau Jaya Tiga mencerminkan keberagaman yang terbentuk dari latar belakang masyarakat transmigran, khususnya warga keturunan Jawa. Dalam konteks multietnis ini, upaya mempertahankan budaya leluhur menjadi bagian penting dari penguatan identitas kolektif. Salah satu bentuk nyata pelestarian budaya tersebut adalah kehadiran Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), yang bukan hanya berfungsi sebagai wadah pelatihan pencak silat, tetapi juga sebagai ruang pembinaan nilai-nilai seperti kejujuran, kedisiplinan, dan persaudaraan. PSHT bukan hanya tempat melatih fisik, tetapi juga medan pembentukan jiwa dan moral anggota. Keberadaan PSHT di Rasau Jaya 3 menunjukkan bahwa komunitas budaya bisa bertahan dan berakar meskipun jauh dari daerah asalnya.

Latihan PSHT di desa ini tetap merujuk pada struktur dan tata nilai yang berasal dari  pusat ajaran di Madiun. Setiap pelantikan warga baru, struktur latihan, hingga tata krama dalam organisasi disesuaikan dengan aturan pusat sebagai bentuk komitmen pada tradisi. Bagi warga PSHT, Rasau Jaya Tiga telah menjadi rumah kedua yang memungkinkan mereka menjalankan warisan budaya secara aktif. Penelitian ini memandang praktik budaya PSHT sebagai representasi identitas kelompok yang terus dinegosiasikan dalam ruang sosial, sesuai pandangan Geertz (1973) dan Hall (1996). Budaya dalam konteks ini tidak bersifat statis, tetapi terus dihidupkan dalam kegiatan komunitas yang kolektif.

PSHT di Rasau Jaya Tiga mulai berkembang sekitar tahun 1995 dan didirikan oleh warga yang sebelumnya telah menjadi anggota. Untuk membuka tempat latihan baru, prosedur internal harus dijalankan dengan ketat, termasuk pelaporan ke pengurus tingkat kecamatan. Seperti yang dijelaskan oleh Pak Slamet, "Kalau mau ada membuka tempat latihan, harus lapor ke ranting, setelah itu harus mendapatkan rekomendasi atau persetujuan" (Wawancara, 16 Juli 2025). Ini mencerminkan bahwa ekspansi PSHT berjalan melalui jalur formal dan tertib organisasi. Struktur kelembagaan yang rapi menjadi landasan utama keberlanjutan praktik budaya dalam organisasi ini.

Secara hierarkis, PSHT memiliki struktur dari pusat hingga ke tingkat desa, yang terdiri dari perwapus, cabang, ranting, dan rayon. Pemimpin rayon dipilih melalui forum prapatan atau musyawarah organisasi yang dilakukan secara berkala. Dengan sistem ini, kesinambungan kepemimpinan dapat terjaga dan ajaran PSHT tetap konsisten dijalankan. Pembukaan tempat latihan juga seringkali melibatkan perangkat desa, menunjukkan bahwa PSHT aktif membangun jejaring sosial di luar komunitas internalnya. Hal ini memperlihatkan bahwa organisasi ini tidak tertutup, melainkan terbuka terhadap kolaborasi sosial yang lebih luas.

Kegiatan PSHT di Rasau Jaya Tiga juga menjadi bagian dari dinamika sosial dalam wilayah transmigrasi yang multikultural. Pencak silat tidak hanya dilihat sebagai bela diri, tetapi juga sebagai alat pendidikan karakter yang adaptif terhadap lingkungan baru. Dukungan dari kepala desa serta tokoh masyarakat membuktikan bahwa keberadaan PSHT diterima secara luas. "Tinggal saya izin ke ranting, nanti dikasih surat rekomendasi," ujar pemimpin rayon dalam wawancara (16 Juli 2025), menandakan hubungan administratif yang baik antara organisasi dan pemerintah desa. Dengan demikian, keberadaan PSHT turut memperkaya struktur sosial dan kultural di Rasau Jaya Tiga. 

Fleksibilitas PSHT dalam beradaptasi dengan lingkungan majemuk tidak membuatnya kehilangan identitas. Sebaliknya, organisasi ini mampu menyatukan beragam latar belakang budaya dalam satu wadah nilai yang sama. Ini sesuai dengan konsep creolization dari Hannerz (1992), bahwa budaya yang berbeda dapat menyatu dalam bentuk yang dinamis dan cair. PSHT di Rasau Jaya Tiga menjadi contoh bagaimana budaya tradisional tetap hidup dan relevan dalam komunitas modern yang heterogen. Melalui simbol, aktivitas, dan nilai-nilai yang dijalankan, PSHT menjadi pengemban budaya sekaligus ruang identitas di tengah keberagaman.

Geertz, Clifford. The interpretation of cultures. Basic Books, 1973. 

Hall, Stuart. Cultural Identity and Diaspora." In Identity: Community, Culture, Difference. London: Lawrence and Wishart, 1996.

Hannerz, Ulf. Cultural complexity : studies in the social organization of meaning. Columbia University Press, 1992. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun