Mohon tunggu...
Emma NurAriani
Emma NurAriani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Mahasiswi

Inspirasi

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Apakah Jokowi Akan Menang Mudah di PILPRES 2019?

8 Oktober 2018   10:24 Diperbarui: 10 Oktober 2018   19:27 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : https://www.cjr.org

Saat kecepatan unggah berita menjadi hal yang paling diutamakan, maka isi berita bukan lagi menjadi hasil akhir dari sebuah disiplin verifikasi jurnalistik, tapi produk dari proses verifikasi (Margianto & Syaefullah, 2014) yaitu truth in the making, suatu kebenaran yang belum final. 

Hal tersebut sangat disayangkan mengingat truth, kebenaran jurnalistik, memiliki makna yang spesifik, yaitu sebuah proses penuh kedisiplinan untuk menemukan, menyambung, dan melakukan verifikasi terhadap berbagai fakta yang menjadi bahan pokok sebuah berita.

Secara etimologis, jurnalisme presisi berasal dari bahasa Inggris yaitu Precision Journalism, jurnalisme yang menghendaki ketepatan bukan jurnalisme tebak-tebakan. Sedangkan pengertian jurnalisme presisi secara terminologi menurut Philip Meyer adalah aplikasi metode ilmiah sosial dan perilaku ke dalam praktik kerja jurnalistik (Meyer, 1991).

Pengertian ini diuraikan bahwa jurnalisme presisi adalah metode peliputan berita menggunakan riset ilmu sosial di mana peristiwa, karakteristik, tingkah laku diubah menjadi angka-angka untuk ditelaah dan dianalisis dengan metode survei, analisa isi dan eksperimen lapangan. 

Dalam hal ini menggunakan polling menjadi salah satu teknik pengumpulan data yang nantinya disajikan di media massa (Nurudin, 2009).

Meyer pun menekankan penggunaan metode kuantitatif dalam desain risetnya, yakni penggunaan angka-angka sebagai alat ukur dan evaluasi. Metode ini digunakan untuk mengukur opini khalayak melalui survei, sebagai pengukuran aspek sosial kemasyarakatan agar tidak bertele-tele dan rumit. 

Sumber: https://www.journalism.co.uk
Sumber: https://www.journalism.co.uk
Laporan berita akan menonjolkan angka-angka statistik sosial yang lebih mudah dipahami. Berbagai dimensi peristiwa kemanusiaan pun akan terkalkulasi ke dalam hitungan kuantitatif sosial (Kurnia, 2003).

Praktik jurnalisme menjadi salah satu referensi utama para calon kandidat untuk menakar elektabilitasnya. Elektabilitas yang tinggi merupakan salah satu indikator yang mengkonstruksi kepercayaan diri bagi para kandidat dalam pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PILPRES). 

Dari 6 lembaga survei tersebut yakni LSI, Populi Center, Kompas, CSIS-Cyrus Network, Indikator, dan Pol-Tracking mengunggulkan sang petahana Joko Widodo.

6 lembaga survei yaitu diantaranya adalah :

  •  Poltracking melakukan survei terkait Pilpres 2019 pada 27 Januari sampai 3 Februari 2018. Survei menggunakan metode stratified multistage random sampling, elektabilitas Jokowi berada di puncak dengan raihan 51,1 persen. Prabowo di posisi kedua dengan 26,1 persen. Jumlah sample dalam survei ini adalah 1200 responden dengan margin of error +/- 2.83% pada tingkat kepercayaan 95%. Klaster survei ini menjangkau 34 provinsi se-Indonesia secara proporsional berdasarkan data jumlah populasi pemilih terakhir(AR, 2018).
  • Populi Centermerilis hasil survei calon presiden dan wakil presiden 2019 pada Rabu (28/2/2018). Hasilnya elektabilitas Joko Widodo 52,8% masih unggul dibandingkan dengan Prabowo Subianto 15,4%. Adapun persentase publik yang menjawab tidak tahu semakin besar. Dari semula, kata dia 20,5% di bulan Desember 2017 jadi 25,5% di bulan Februari. Temuan ini menarik mengingat meningkatnya persentase masyarakat belum ditentukan dan tidak berpengaruh dukungan terhadap Joko Widodo. Survei ini dilakukan dalam rentang waktu 7- 16 Februari 2018, terhadap 1.200 responden. Survei menggunakan metode multistage random sampling dengan margin of error2,89 persen, dan tingkat kepercayaan 95 persen (Prihatin, 2018).
  • Litbang Kompasyang dilakukan pada 21 Maret hingga 1 April 2018 menghasilkan nilai elektabilitas Jokowi ada pada angka 55,9 persen. Ada peningkatan elektabilitas Jokowi dibanding angka yang terekam pada satu semester lalu sebesar 46,3 persen. Elektabilitas Prabowo berada pada angka 14,1 persen pada survei terbaru. Pada enam bulan lalu, elektabiltas Prabowo sebesar 18,2 persen. Survei dilakukan kepada 1.200 secara periodik. Populasi survei adalah warga Indonesia berusia di atas 17 tahun. Responden dipilih secara acak bertingkat di 32 provinsi dan jumlahnya ditentukan secara proporsional. Tingkat kepercayaan survei ini 95 persen dengan margin of error plus minus2,8 persen (Toriq, 2018).

Sumber: https://makassar.terkini.id
Sumber: https://makassar.terkini.id
  •  Survei Cyrusdilakukan pada 27 Maret hingga 3 April. Survei Cyrus memaparkan elektabilitas Jokowi berada di angka 58,5 persen, sedangkan Prabowo di angka 21,8 persen. Cyrus Networkmengambil responden sebanyak 1.230 orang yang berasal dari 123 desa/kelurahan di 34 provinsi dengan tingkat kepercayaan survei sebesar 95 persen dan margin of errorsebesar 3 persen (Bhayangkara, 2018).
  • Lingkaran Survei Indonesia (LSI)Survei dilakukan pada 14-22 September 2018. Menunjukan 65,8 persen publik menilai Presiden Joko Widodo sebagai calon presiden. Sementara itu sebanyak 28,7 persen responden menilai Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Sedangkan sebanyak 5,5 persen responden tidak menjawab pertanyaan atau tidak mengetahui. Survei LSI ini menggunakan multi stage randomsampling di 34 provinsi melalui wawancara tatap muka dan melibatkan 1.200 responden dengan margin of error2,9 persen (Hakim, 2018).
  • Indikator, Rabu (26/9/2018) terlihat dari survei terbaru pada simulasi dua pasangan nama, Jokowi-Ma'ruf Amin 57,7 persen dan Prabowo-Sandiaga Uno 32,3 persen. Sementara sisanya, sebanyak 9 persen tidak menjawab dan 1 persen memilih untuk tidak memilih di antara keduanya (golput). Survei Indikator dilakukan pada 1-6 September 2018 dan melibatkan 1.220 responden dengan multistage randomsampling di seluruh Indonesia. Margin of errorrata-rata sebesar plus minus 2,9 persen pada tingkat kepercayaan sebesar 95 persen (Sukmana, 2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun