Mohon tunggu...
emerson yuntho
emerson yuntho Mohon Tunggu... -

Cinta NKRI

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sekali Lagi, Selamatkan KPK!

3 April 2014   00:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah Warga Negara yang cinta Indonesia dan ingin negara ini bersih dari korupsi. Saya yakin jika Indonesia bersih dari korupsi maka negara ini akan adil makmur dan sejahtera.

Harapan Indonesia bersih dari korupsi mulai muncul sejak lahir dan bekerjanya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Lembaga Antikorupsi ini memiliki kewenangan yang luar biasa (extra ordinary) untuk menghadapi kejahatan korupsi di Indonesia yang juga luar biasa. KPK tidak saja menindak koruptor namun juga mendorong upaya pencegahan korupsi di Indonesia. Sudah banyak koruptor yang berhasil ditangkap dan diproses secara hukum. Tidak terhitung langkah pencegahan yang dilakukan oleh KPK untuk menghindari atau mengurangi praktek korupsi di Indonesia.

Langkah penindakan dan pencegahan yang dilakukan oleh KPK tentu saja tidak disukai oleh koruptor dan juga pendukungnya. Mereka dengan segala upaya berusaha melemahkan KPK. Hal ini tidak dilakukan sekali namun berulang kali. Cara yang dilakukan misalnya kriminalisasi pimpinan maupun pegawai KPK, pemangkasan anggaran, mendorong pembubaran KPK, pengajuan uji materiil (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi.

Cara lain melemahkan KPK adalah melalui proses penyusunan peraturan perundang-undangan (legislasi) di Parlemen. Pada tahun 2012 lalu, muncul upaya memangkas kewenangan KPK melalui Revisi Undang-Undang tentang KPK. Upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas RUU KPK akhirnya gagal setelah munculnya penolakan dari berbagai pihak yang tidak ingin KPK dilemahkan.

Setelah gagal merevisi RUU KPK, sejumlah oknum politisi kembali berupaya melemahkanKPK melalui proses penyusunan legislasi yang sedang berjalan. Salah satu peluang yang digunakan adalah dengan “membajak” atau “memanfaatkan” proses pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) dan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RUU KUHP).

RUU KUHAP dan RUU KUHP yang merupakan usulan Pemerintah, sejak 2013 lalu telah dibahas oleh Panitia Kerja (Panja) RUU KUHAP dari Komisi III DPR yang dipimpin oleh Aziz Syamsudin dari Fraksi Golkar. Panja juga telah memanggil sejumlah pihak -kecuali KPK -untuk membahas RUU KUHAP. Panja DPR menargetkan akan mengesahkan RUU KUHAP dan RUU KUHP sebelum masa periode DPR 2009-2014 berakhir atau pada September 2014 nanti.

Secara subtansi, sengaja atau tidak dalam RUU KUHAP terkesan meniadakan KPK dan Pengadilan Khusus Tipikor. Inidapatdilihatdari tidak adanya penyebutan lembaga lain diluar Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan (Negeri, Tinggi dan Mahkamah Agung).Tanpa penyebutan secara khusus, jikadisahkan, regulasi ini dapat menimbulkan polemik atau multitafsir dikemudian hari.

RUU KUHAP juga memberikan kewenangan luar biasa bagi Hakim Pemeriksa Pendahuluan (Hakim Komisaris) untuk lanjut atau tidaknya penuntutan, penyitaandan penyadapan dalam suatu proses pidana (termasuk kasuskorupsi).Hakim Komisaris juga punya kewenangan menangguhkan penahanan tersangka atau terdakwa, dengan jaminan uang atau orang. Langkah Hakim Komisaris menghentikan suatu perkara berbanding terbalik dengan KPK yang tidak boleh menghentikan poses penyidikanperkara korupsi.

RUU KUHAP juga jauh dari semangat pemberantasan korupsi. Bahkan dapat dinilai, RUU KUHAP menguntungkan koruptor.Padaintinya, Pasal 240 RUU KUHAP menyebutkan putusan bebas tidak dapat dikasasi ke Mahkamah Agung.Kemudian, Pasal 250 RUU KUHAP intinya menyebutkan Putusan Mahkamah Agung mengenai pemidanaan tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi.

Subtansi lain dalam RUU KUHAP yang berpotensi “membunuh” KPK dan upaya pemberantasan korupsi adalah dihapuskannya ketentuan Penyelidikan. Peniadaan fungsi penyelidik memiliki konsekuensi hukum bagi seluruh institusi penegak hukum, termasuk KPK. Hilangnya penyelidik dari institusi penegak hukum akan membuat beberapa kewenangan juga turut hilang.Penyelidik punya wewenang untuk memerintahkan pencekalan, penyadapan, pemblokiran bank termasuk melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT). Padahal keberhasilan KPK selama ini umumnya berasal dari proses penyelidikan yang mereka lakukan. Jika penyelidikan dihilangkan maka dimasa mendatang sulit bagi KPK berhasil menangkap banyak koruptor.

Selain RUU KUHAP, ancaman pemberantasan korupsi juga muncul dalam naskah RUU KUHP. Walau saat ini sudah ada regulasi tindak pidana korupsi (Tipikor) yang diatur dalam UU No 31 Tahun 1999 dan UU no 20 Tahun 2001, para penyusun RUU KUHP tetap memasukkan delik pidana tindak pidana korupsi dalam revisi regulasi tersebut.Ketentuan mengenai tindak pidana korupsi diatur dalam Buku II tentang Tindak Pidana khususnya Bab XXXII tentang Tindak Pidana Korupsi. Ketentuan Pasal Pidana Korupsi dalam RUU KUHP juga hanya 15 Pasal (Pasal 688-702). Bandingkan dengan UU Tipikor yang saat ini berlaku terdiri dari 31 jenis tindak pidana korupsi. Dari aspek pemidanaan, hukuman pidana dalam RUU KUHP lebih rendah daripada UU Tipikor yang saat ini berlaku.

Dalam RUU KUHP, delik korupsi tidak lagi diatur dalam rumusan bagian yang sama karena ada pembedaan antara tindak pidana korupsi dengan tindak pidana jabatan. Pengaturan ini membawa konsekuensi hukum yang berbeda, terutama jika disandingkan dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, dengan lahirnya UU KUHP baru, berdasarkan ketentuan peralihan maka UU diluar ini termasuk UU Tipikor diberikan waktu transisi selama 3 tahun untuk menyesuaikan. Artinya, upaya pemberantasan korupsi oleh KPK dalam ancaman dan berpotensi mandul. Konsekuensi dari ini semua adalah, KPK hanya memiliki fungsi pencegahan. Kewenangan-kewenangan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi, khususnya di bidang penindakan, menjadi tidak berdasar, dan dengan demikian tidak dapat dijalankan.

Penggembosan kewenangan KPK melalui pembajakan atau “penumpang gelap” dalam proses pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHAP harus diwaspadai sebagai upaya perlawanan balik dari para koruptor yang bermaksud melemahkan KPK.Jika dipaksakan maka akan lahir UU yang hanya menimbulkan kekacauan dalam penerapannya dan merugikan masyarakat pencari keadilan serta akan semakin menumbuhsuburkan kejahatan korupsi. Tidak hanya itu, KPK perlahan tapi pasti akan bubar. Negeri ini akan kembali kehilangan harapan untuk bersih dari korupsi.

Selain subtansi, mengingat masa kerja DPR Periode 2009-2014 sudah hampir habis sehingga tidak mungkin melakukan pembahasan secara serius terhadap ke-2 RUU tersebut. Muncul pula kekhawatiran adanya konflik kepentingan dari sebagian anggota Panja DPR yang juga anggota DPR periode 2009-2014 yang membahas RUU KUHAP dan RUU KUHP. Beberapa anggota Panja DPR pernah diperiksa sebagai saksi terhadap perkara korupsi yang sedang ditangani oleh KPK. Bukan tidak mungkin ada peningkatan status dari saksi menjadi tersangka nantinya. Salah satu anggota Panja DPR bahkan telah mewacanakan pembubaran KPK. Kondisi demikian memunculkan kekhawatiran proses pembahasan menjadi tidak objektif dan tidak menguntungkan dan bahkan melemahkan posisi KPK.

Kami ingin terus memupuk harapan agar Indonesia bersih dari korupsi. Oleh karenanya Kami meminta KPK jangan dilemahkan karena saat ini KPK bersama dengan rakyat adalah harapan bangsa Indonesia untuk terus memberantas korupsi di negeri ini.

Bersama kalangan yang punya kepedulian dalam pemberantasan korupsi, maka kami meminta agar Presiden Republik Indonesia dan DPR RI untuk menyelamatkan KPK dengan cara menghentikan pembahasan RUU KUHP dan RUU KUHP yang saat ini tengah dilakukan. Kami juga meminta Sdr. Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden Republik Indonesia untuk menarik kembali draf RUU KUHP dan RUU KUHP dari DPR, ganti tim penyusun, perbaiki kembali untuk selanjutnya menyerahkan pembahasannya kepada DPR baru periode 2014-2019.

Kami dan juga KPK membutuhkan dukungan seluruh rakyat Indonesia untuk melawan upaya pelemahan lembaga antikorupsi ini melalui proses legislasi di DPR ini. Dukungan rakyat Indonesia setidaknya dapat dilakukan melalui petisi di Change.org https://www.change.org/id/petisi/sbyudhoyono-marzukialie-ma-hentikan-pelemahan-kpk-tarik-sementara-ruu-kuhp-dan-ruu-kuhap-dari-dpr yang pastinya sangat membantu agar KPK tetap kuat dan tidak dibubarkan.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun