Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Problem Aparat Sipil Negara Anti-Pancasila

4 September 2020   11:37 Diperbarui: 4 September 2020   22:19 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: seword.com

Indonesia sedang dilanda tantangan berat yang bertubi-tubi. Berbagai persoalan bangsa datang silih berganti. Ragam masalah negara ini, dari mulai virus korona yang masih saja menghantui, sampai pejabat negara yang terlibat kasus korupsi. Rupanya penyakit yang menggrogoti itu tidak bisa dianggap enteng, karena sudah mencapai pada level komplikasi, yang harus ditangani secara gesit oleh pemerintah satu demi satu.

Problematika bangsa ini yang dirasakan semakin menimbulkan kegelisahan, diantaranya adalah Aparat Sipil Negara (ASN) yang anti terhadap ideologi Pancasila. Persoalan ini bisa juga dipengaruhi oleh globalisasi yang semakin menghilangkan jati diri bangsa ini. Pertarungan antar negara adikuasa untuk memperebutkan kepentingan universal bagai angin yang terus berhembus merangsek dalam negeri tiada henti.

Pada titik ini, penulis mencoba menggagas diskursus ASN yang anti-Pancasila melalui pendekatan keagamaan, untuk membaca pemaknaan dan menanamkan rasa cinta pada Pancasila. Mengapa harus demikian? Sebab pelemahan Pancasila yang terjadi pasca reformasi melalui penetrasi ideologi Islam transnasional. Maka untuk menguatkan Pancasila, diperlukan melalui pintu tersebut.

Pasca reformasi, semua kelompok dan golongan paham Islam transnasional masuk ke Indonesia untuk menanamkan saham ideologinya, tumbuh kembang bagai tanaman yang baru ditanam lalu diguyur hujan. Dari mulai Wahabisme yang berasal dari Arab Saudi, Syiah dari Iran, Ahmadiyah dari India, sampai gerakan politik yang bercita-cita mendirikan negara Islam (khilafah), seperti Ikhwanul Muslimin dari Mesir, dan Hizbut Tahrir dari Yordania.

Boelars dalam bukunya "Indonesianisasi" (2009) menuliskan bahwa meskipun Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) sudah menetapkan Pancasila sebagai dasar negara, masih ada juga pihak-pihak yang hendak mengganti Pancasila dengan dasar lain. Selain itu, Fait (1998:15) dalam pengantarnya menuliskan untuk  pidato Soekarno di depan BPUPKI berargumentasi bahwa Pancasila adalah usaha keras Soekarno untuk menentang gagasan negara agama, dan sekaligus mendamaikan perbedaan pendapat antara kaum nasionalis dan kaum agama.

Rentetan peristiwa konflik yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti penyerangan di Gereja St. Lidwina, Bedog, Sleman, Yogyakarta, minggu (11/08/18), dan beberapa serangkaian bom yang terjadi di Surabaya dan Sidoarjo, Jawa Timur pada minggu (13/5/18) telah membuktikan jika bangsa kita berbanding terbalik dari kata keramahtamahan, toleransi dan keberadaban. Padahal negeri ini didasari pada kewajiban beragama bagi setiap warganya, hal itu tercantum dalam sila pertama.

Sampai saat ini, radikalisme yang menjadi persoalan bangsa ini dihadapkan dengan radikalisme agama. Gerakan tersebut biasanya harus dicapai dengan segala cara. Pandangan ini kerap disandingkan dengan gerakan fundamentalisme. Ironisnya, pelaku kekerasan itu selalu mengaku dirinya beragama. Yang jadi pertanyaan penulis adalah apakah agama mengajarkan sikap radikal untuk menyakiti manusia yang lain? Apakah agama bertujuan untuk memusnahkan seluruh umat manusia? Agama mana yang mengajarkan penganutnya berperilaku intoleran, radikal, ekstrem, dan keras terhadap sesama?

Indonesia sedang dilanda kegelisahan yang begitu akut akibat perilaku  ASN yang anti terhadap ideologi Pancasila. Fakta tersebut dibuktikan dengan adanya dugaan 100 ASN yang mengunggah posting-an anti-Pancasila melalui media sosial, berdasarkan informasi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang menerima 100 aduan, senin (17/2/20).

Sebelumnya, Lembaga Survei Alvara Research melakukan survei pada pegawai negeri sipil (PNS), di angka 19,4% PNS yang anti-Pancasila, dengan rentan waktu 10 september sampai 5 oktober 2017, di 6 kota besar, yakni Jakarta, Semarang, Surabaya, Bandung, Medan, dan Makasar, sabtu (17/11/18). Hal itu juga segera dievaluasi oleh Kementerian Pendayahgunaan Aparatur Negara (PANRB) terkait ditemukannya 19,4% PNS yang anti-Pancasila pada rabu (21/11/18).

Seluruh Kementrian dan institusi negara ada pada angka 19,4% ASN yang juga terindikasi mendukung ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Dari persentase tersebut, jumlah ASN yang anti-Pancasila mencapai 800.000-an. Persoalan itu tentu saja tidak bisa disepelekan oleh bangsa ini, mengingat semakin memudarnya pemahaman makna Pancasila dalam kehidupan di Indonesia.

Kedudukan Pancasila sebagai norma fundamental negara harus menjadi dasar dari tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara. Seharusnya, Pancasila menjadi acuan bagi masyarakat Indonesia dalam hidup bersosial di tengah masyarakat. Yang jadi pertanyaan adalah bagaimana bisa ASN yang mendapatkan penataran Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4) anti terhadap Pancasila itu sendiri? Bagaimana kewajiban ASN untuk setia pada Pancasila berdasarkan Peraturan Pemerintah No 53 Tahun 2010 tentang disiplin PNS?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun