Mohon tunggu...
M. Aminulloh RZ
M. Aminulloh RZ Mohon Tunggu... Guru - Hidup Berpetualang
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Politik hanya momentum, berbuat baik selamanya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sinyalemen Khilafah di Indonesia

27 Agustus 2020   18:05 Diperbarui: 19 Oktober 2020   17:46 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia dalam kondisi bahaya. Selain ancaman berupa pandemi covid-19, ada juga manuver eks-HTI kian mengkhawatirkan. Pasalnya, khilafah adalah sebuah paham dengan memaksakan kehendak untuk membongkar ideologi Pancasila yang sudah menjadi konsensus bersama, dan mendirikan negara dengan sistem khilafah. Fakta tersebut disebutkan oleh Rokhmat S. Labib pada tahun 2017: "Tidak Ada Alasan Menolak Khilafah" dalam Majalah Al-Wa'ie (1/12). Hal tersebut yang membuat pejuang khilafah di Indonesia terus melakukan propaganda, provokasi, dan menyulut kebencian terhadap pemerintah.

Di tengah pandemi Covid-19 yang diderita banyak negara, belum lama ini, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memberikan izin kepada sejumlah pemerintah daerah untuk menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besarr (PSBB) (13/04/20). Terdapat sejumlah aturan dalam PSBB. Misalnya, penutupan sejumlah tempat ibadah. Pejuang khilafah langsung bereaksi dan memprovokasi narasi pemerintah anti Islam, masjid di tutup, mall dibuka, dan lain sebagainya. Padahal MUI sendiri menyetujui langkah pemerintah terapkan PSBB, Kompas (02/04/20). Dan mall sendiri tetap beroperasi karena menyediakan layanan yang termasuk dalam 11 sektor layanan yang dikecualikan dalam penerapan PSBB, termasuk kebutuhan pokok seperti makanan dan obat-obatan. Republika, selasa (19/5/20).

Pada saat new normal diterapkan pemerintah pada 1 juni 2020, pejuang khilafah pun tetap pada pekerjaannya dalam bentuk narasi pemerintah tidak hati-hati dalam menangani Covid-19, tidak sayang pada rakyat dan lain sebagainya. Ujung-ujungnya segala persoalan yang ada, solusinya khilafah. Paradigma dan nomenklatur lama ini terus digelorakan demi kepentingan politik yang membuat polarisasi di tengah masyarakat Indonesia.

Belum lama ini, ada sebuah gerakan dengan mengatasnmakan pembela Pancasila, akan tetapi sesungguhnya terdapat agenda lain yang justru sebaliknya, yakni mengubah ideologi negara. Aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) pada rabu (24/6/20) yang dihadiri oleh ratusan orang dan sejumlah ormas. Mereka mengatasnamakan Aliansi Nasional Anti Komunis. Dari yang sebelumnya menentang Pancasila, sekarang berbalik membela. Persoalannya adalah "aji mumpung" momentum untuk aksinya yang perlu disorot.

Pada titik ini, sejumlah ormas yang hendak mendirikan khilafah seperti eks-HTI dan Front Pembela Islam (FPI), akan tetap terun menentang pemerintah, meski benar, apalagi salahnya. Karena tujuannya tetap penerapan khilafah yang mereka kehendaki. Bahaya laten ini tentu tidak bisa disepelekan, mereka hanya kelompok kecil, akan tetapi dengan suara lantang, menganggap hanya mereka sajalah yang benar, sedangkan yang lain salah.

Kita harus tetap  mewaspadai gerakan-gerakan baru khilafah yang mulai mengimpresi publik dengan menggandeng sejumlah influencer yang memiliki banyak pengikut di media sosialnya. Tenaga Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Lathifa Marina Al Anshori mengatakan dalam sebuah dialog di bilangan Tomang, Jakarta Barat: "Saya dapat info ada tokoh-tokoh yang cenderung mendukung didirikannya khilafah dan setuju khilafah, mereka mendekati anak-anak muda dan influencer." Jumat (24/7/20). Ini adalah bagian dari strategi baru eks-HTI untuk mendulang paradigma lamanya dalam sosok tokoh-tokoh di media sosial dan platform lainnya. Ketika kita menemukan sebuah narasi dari  influencer mendirikan khilafah adalah hal yang baik, maka hal itu perlu diwaspadai.

Dalam sebuah Forum Group Discussion (FGD) yang diikuti sejumlah ormas di Jawa Timur, Sean Choir dari Islamic Center for Democracy and Human Rights Empowerment (ICDHRE) Foundation mengatakan jika berdasarkan hasil penelitian 17 juta generasi muda berani mengangkat senjata demi mendirikan khilafah di Indonesia, Senin (23/9/19). Sasaran mereka adalah anak milenial. Ini sinyal berbahaya yang patut kita waspadai bersama, terutama para orang tua, agar menjaga anak-anaknya dari paham khilafah.

Selain kita juga harus menangkalnya dengan narasi, dari semua elemen bangsa juga harus selalu bekerjasama untuk mengawasi paham khilafah, kemudian melakukan langkah strategis dalam mencegah paham khilafah. Sinergitas dari pihak aparat dan TNI juga diperlukan jika terbukti mengusung paham khilafah, maka segera ambil tindakan preventif sebelum terjadi sesuatu yang tidak diinginkan kita semua terjadi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun