Mohon tunggu...
Ely Isnaeni Nur Hidayah
Ely Isnaeni Nur Hidayah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Salatiga

Sedang Belajar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perlukah Menjadi Seorang Aktivis di Kampus?

9 Juni 2022   06:12 Diperbarui: 9 Juni 2022   06:17 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam ranah kampus, sepertinya kita akan dekat sekali dengan kata aktivis. Namun, apakah harus menjadi seorang aktivis ketika kita sedang berada di ranah kampus? Lalu, apa sih alasanmu sehingga ingin menjadi aktivis?

"Menjadi aktivis, dikenal banyak orang."

"Menjadi aktivis, itu keren."

"Menjadi aktivis, punya banyak networking."

"Menjadi aktivis, suaranya di dengar banyak orang."

Pasti banyak yang menjadikan alasan di atas sebagai alasan mengapa kamu menjadi aktivis. Di kenal banyak orang dan terlihat keren,sepertinya alasan itu patut untuk mereka yang sedang mencari popularitas di kampus. Hah, miris sekali jika tujuannya untuk itu.

Ada juga yang ingin menjadi aktivis supaya memilik banyak jejaring untuk mempermudah langkahnya setelah kehidupan pasca kampus, misalkan supaya mudah mendapatkan pekerjaan karena memiliki banyak relasi. Apakah boleh begitu? Ya boleh-boleh saja. Ketika kamu menjadikan itu sebagai tujuanmu, maka hal tersebut yang mungkin hanya itu yang akan kamu dapatkan di kehidupan pasca kampus.

Berbeda dengan mereka yang menjadi aktivis kampus dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas diri dan menginginkan kebaikan dengan tetap berada di jalan Allah. Menjadi aktivis untuk memberikan suara teman-teman mahasiswa yang lain, tidak untuk kepentingan pribadi. Mulia sekali yang demikian, tetapi sedikit sekali yang seperti ini.

Lalu, haruskah kita sebagai mahasiswa turut andil menjadi seorang aktivis yang mau turun ke jalan? Mengikuti update berita yang ada dikampus? Mengikuti setiap kegiatan yang ada?

Saya pikir tidak. Kita tidak harus menjadi aktivis kampus. Memang baik menjadi seorang aktivis, tetapi kalaupun tidak menjadi aktivis pun tak mengapa. Masih ada jalur lain yang bisa kita lalui. Kita bisa tetap berperan menjadi mahasiswa yang produktif walaupun tak mengikuti orgaisasi apapun. Kita masih bisa berteman dengan siapapun walaupun tak menjadi seorang aktivis. Kita masih bisa menjadi manusia yang bermanfaat walaupun tidak dengan jalan menjadi seorang aktivis.

Membaca dan menulis. Mari kita bergerak di jalur tersebut. Banyak kesempatan, banyak peluang. Namun, jika kita tak mau menghadapi jalan tersebut, bagaimana nasib pendidikan di masa yang akan datang. Urusan mengkritik pemerintahan dengan turun ke jalan, biarlah para aktivis itu. Untuk kita yang enggan mengikuti demikian, mari kita suarakan dengan tulisan. Mari kita isi hari-hari kita dengan mambaca supaya taka da ruang kosong untuk berdiam.

Mengapa membaca dan menulis?

Menjadi mehasiswa berarti kita harus siap menjadi seorang intelektual. Seorang intelektual harus dekat dengan membaca, supaya luas wawasannya. Indonesia butuh pemuda yang tajam analisisnya, luas pemikirannya. Dan menulis, butuh wawasan yang luas.

So, jika kita merasa menjadi aktivis bukanlah bidang kita, masih ada jalan untuk menjadi bermanfaat. Masih ada jalan untuk melakukan kebaikan.

Menjadi pemuda, harus siap memberikan peran. Dan apapun peran yang kita jalankan tetaplah suatu kebaikan  jika dilakukan dengan niat yang baik. Sekecil apapun peran, pasti akan terasa kebaikannya di kemudian hari. Jika pun tidak, Allah dan para malaikatnya pasti mencatat setiap kebaikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun