Mohon tunggu...
Elvia Hani M.
Elvia Hani M. Mohon Tunggu... Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Hi! Saya elvia seorang mahasiswa, education enthusiast, dan public speaker. Saya senang menulis artikel, mengikuti kebaruan kebijakan pemerintah, serta isu-isu hangat yang tengah berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Pesantren Bukan Lagi Ruang Aman Bagi Anak

21 Juni 2025   06:00 Diperbarui: 21 Juni 2025   06:15 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Dokumentasi: https://www.nurussalam86.sch.id/read/56/perbedaan-pesantren-modern-dan-pesantren-tradisional-di-depok

Sekitar enam bulan lalu, orang terdekat saya mengalami kekerasan di pesantren. Kekerasan fisik dan psikis yang dilakukan oleh senior dan kawan-kawannya. Hancur hati keluarga saat itu, apalagi setelah meminta pertanggungjawaban kepada petinggi pesantren yang tak kunjung memberi solusi. Mereka seakan cuci tangan, tidak ingin terlibat, padahal merekalah yang semestinya bertanggung jawab atas pengawasan dan perlindungan terhadap santri.

Akhirnya, jalur hukum menjadi satu-satunya jalan penyelesaian. Namun, luka batin yang dialami korban dan keluarganya tidak bisa serta-merta sembuh hanya dengan vonis. Kasus ini hanyalah satu dari sekian banyak tragedi serupa yang terjadi di lingkungan pesantren. Lembaga yang seharusnya menjadi tempat pendidikan agama dan penanaman nilai luhur, kini justru kehilangan citra sebagai ruang aman bagi anak-anak.

Kementerian Agama sebenarnya telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama No. 91 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak. Regulasi ini menjadi pedoman bagi seluruh elemen pesantren, diantaranya pengasuh, pendiri, pimpinan, tenaga pendidik, dan kependidikan untuk menciptakan lingkungan yang menjamin perlindungan dan pemenuhan hak-hak anak sebagai santri yang tengah menempuh pendidikan pesantren.

Dalam regulasi tersebut, ditegaskan pentingnya penguatan kompetensi ustadz dan ustadzah, tidak hanya dari segi pedagogik dan profesional, tetapi juga dari sisi kepribadian dan sosial. Tujuannya jelas: mencegah terjadinya praktik kekerasan dalam proses pengasuhan maupun pembelajaran. Selain itu, Keputusan Dirjen Pendis No. 1262 Tahun 2024 turut mengatur petunjuk teknis pengasuhan ramah anak, termasuk mekanisme pelaporan, pemantauan, hingga evaluasi secara berkala.

Namun, sebagus apapun regulasi yang dibuat, tetap akan menjadi dokumen mati jika tidak dibarengi dengan komitmen dan implementasi nyata di lapangan.

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat, sepanjang tahun 2024, terjadi 114 kasus kekerasan di pesantren, atau 20% dari total 573 kasus kekerasan di lembaga pendidikan berbasis agama. Bentuknya beragam: kekerasan seksual, perundungan, kekerasan psikis, fisik, hingga diskriminasi. Yang mencengangkan, 42% dari kasus tersebut adalah kekerasan seksual. Bahkan, 15% kasus kekerasan di lembaga pendidikan terjadi di dalam asrama yang seharusnya menjadi tempat tinggal, belajar, dan berlindung.

Ini adalah sinyal kuat bahwa pengawasan di lingkungan asrama, terutama pesantren, masih sangat lemah.

Lantas, apa yang bisa dilakukan?

Pertama, pengawasan eksternal harus diperkuat. Pesantren tidak boleh menjadi ruang tertutup yang kebal kritik. Dibutuhkan keterlibatan aktif pemerintah daerah, dinas perlindungan anak, serta lembaga independen untuk melakukan audit rutin dan investigasi jika ditemukan laporan kekerasan.

Kedua, mekanisme pelaporan internal pesantren harus dibuat aman dan ramah anak. Santri harus tahu ke mana mereka bisa mengadu, tanpa takut akan dikucilkan atau dibungkam. Ini mencakup pelatihan kepada pengasuh dan pendidik tentang manajemen konflik, etika pengasuhan, serta kesadaran atas hak anak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun