"Kalo ada rapid test, mending kabur aja." Ada juga yang bilang, "kalo kondisi test karantina kayak gitu, orang takut mau ikut rapid test, bukan takut dengan hasilnya, tapi takut bayangin jika hasilnya reaktif terus dikirim ke tempat karantina kayak gitu, hiyyyy....ngeri."Â
Begitu komentar beberapa teman di media sosial Facebook dan pesan WhatsApp setelah membaca tulisan saya di Kompasiana kemarin.Â
Lalu saya jawab, "masih ada yang lebih horor lagi terjadi di lokasi karantina."Â
Melewati satu hari yang berat karena harus tinggal di tempat yang tidak aman (menurut versi saya), bangun pagi saya ke kamar mandi. Jeng.....jeng....kejutan pertama dimulai. Ada sempak laki-laki tergantung manis di gantungan paku kamar mandi. 😬 Lalu, ada masker bekas pakai tergeletak di atas pembatas kamar mandi.Â
Saya mulai paranoid, spontan satu ruangan kamar mandi itu saya siram dengan air sabun seember. Mandi dan cuci pakaian secepat mungkin, lalu keluar dari kamar mandi. Keluar dari kamar mandi, lihat di depan pintu  toilet, ada juga masker bekas pakai yang dibuang sembarangan. Padahal tong sampah sudah disediakan di dekat kamar mandi dan toilet.Â
Ternyata, bukan di luar toilet saja, di dalam toilet juga ada masker bekas pakai itu tergeletak.Â
Jadi, please ya? Nomor-nomor gak jelas yang sering kirim SMS kejutan hadiah jutaan rupiah, selama saya dikarantina, jangan kirim SMS kejutan dulu. Pagi ini saya sudah dapat kejutan berkali-kali. Untung saya gak punya riwayat sakit jantung.Â
Loh....petugas kebersihannya kemana?Â
Petugas kebersihan datang pagi-pagi sekali. Semua penghuni karantina dilarang keluar kamar sebelum petugas menyemprotkan desinfektan. Dengan alat pelindung diri (APD) lengkap, tiga orang petugas kebersihan itu bergerak cepat membersihkan seluruh area karantina. Menyapu, mengepel, mengisi air untuk cuci tangan, mengumpulkan sampah dan membuangnya.Â