Hari Minggu saya ke Graha Lansia, tempat yang ditunjuk untuk lokasi karantina. Hari itu juga semua pasien yang dikarantina di Graha Lansia diambil sampel swab.Â
Saya langsung shock melihat kondisi kamar tempat saya dan pasien lain menginap. Satu kamar ada yang 5 orang, bahkan ada yang sampai 8 orang. Lah ini, gimana prosedur jaga jaraknya? Sementara di rumah, saya tinggal sendirian.Â
Shock saya makin menjadi-jadi ketika saya merasakan debu di lantai dan di ranjang tempat tidur. Saya coba lap dengan tissue basah yang kebetulan saya bawa. Debu dari ranjang besi itu meninggalkan warna hitam pekat di tissue.Â
Karena punya riwayat ashma dan sering terjadi kabut asap, di kamar saya sendiri, saya selalu pasang air purifier. Tentu saja melihat kondisi seperti itu bikin saya tambah sesak napas.Â
Ini sebenarnya serius gak sih pemerintah menyiapkan tempat karantina?
Ada sih yang serius, alat makan seperti sendok, gelas dan piring. Alat mandi dan mencuci pakaian seperti ember dan gayung, semua baru. Lengkap dengan sikat dan odol gigi, sabun mandi dan sabun cuci.Â
Masih ada kejutan lain. Untuk 9 pasien perempuan, dan 18 pasien laki-laki, hanya tersedia 1 kamar mandi, 2 toilet untuk perempuan, dan 2 toilet untuk laki-laki.Â
Pemakaian kamar mandi bersama, bukannya malah jadi tempat penyebaran virus? Alih-alih sehat, yang ada, orang yang sebenarnya sehat, malah sakit beneran. Orang yang tadinya mungkin nanti hasil swabnya negatif, malah bisa jadi positif dengan pemakaian kamar mandi dan toilet bersama.Â
Saya mencoba negosiasi lagi dengan dokter yang mengirim saya ke lokasi karantina. Meminta pengertian dia bahwa dia bisa melihat sendiri kondisi tempat tinggal saya, bahwa rumah saya jauh lebih representatif untuk saya mengisolasi diri sendiri daripada tempat yang disiapkan pemerintah ini.