Ketika manusia terlalu mencintai dunia, mereka akan terfokus pada materialisme dan kebahagiaan duniawi semata. Mereka akan selalu memikirkan bagaimana caranya punya pangkat, harta, tahta dan jabatan.
Mereka akan selalu memikirkan bagaimana caranya mendapatkan kekayaan dan kepuasan duniawi, sementara kebahagiaan spiritual yang membuat ketenangan batin diabaikan.
Ketika manusia terlalu mencintai dunia, mereka cenderung mengabaikan tugas-tugasnya sebagai manusia, seperti beribadah, melayani sesama, dan menjaga lingkungan sekitar.
Mereka juga cenderung tidak peduli dengan keadaan orang lain dan lingkungan sekitar, karena mereka hanya fokus pada kepentingan pribadi mereka.
Sifat ego yang selalu terpancar dari diri sendiri tanpa peduli terhadap yang lain. Bagaimana agar hidupnya itu lebih dan lebih. Walaupun sebenarnya sudah punya segalanya.
Ketika manusia terlalu mencintai dunia, mereka juga cenderung berpikir pendek dan tidak memperhatikan dampak jangka panjang dari tindakan mereka.
Baginya yang terpenting dia punya segalanya, padahal ketika semuanya telah dimiliki, ternyata juga tidak membuat dia bahagia, karena jiwanya jauh dari ilahi Rabbi.
Mereka hanya fokus pada kepuasan dan keuntungan semata, bagaimana bisa mendapatkan segalanya dengan segera, tanpa memikirkan dampak jangka panjang bagi diri sendiri dan lingkungan.
Seperti punya keinginan memiliki rumah mewah, kendaraan mewah, harta bertumpuk di mana - mana. Tapi lupa ibadah dan bersyukur kepada Allah. Akhirnya tak juga bahagia.
Oleh karena itu, manusia perlu memahami bahwa kebahagiaan sejati tidak hanya datang dari dunia material, tetapi kebahagiaan itu datang dari keseimbangan duniawi dan ukhrawi.
Artinya kebahagiaan yang hakiki itu datang dari seberapa dekatnya kita dengan yang memberi kebahagiaan itu yakninya Allah SWT, Tuhan Yang Mahakuasa. Ketika hati kita tak jauh dari-Nya, maka kebahagiaan itu akan datang dengan sendirinya.