Mohon tunggu...
Elisa Damayanti Utami
Elisa Damayanti Utami Mohon Tunggu... Jurnalis - Journalist

Student of Communication Program at SV IPB

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menelusuri Rekam Jejak Kebudayaan di Parung Panjang

6 Maret 2019   15:50 Diperbarui: 6 Maret 2019   16:08 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Parung Panjang Kec. Parung Panjang Kab. Bogor, Kamis (28/02/2019). (Kompasiana/Elisa Damayanti Utami)

Parung Panjang, Kompasiana - Wilayah ujung perbatasan antara Kabupaten Bogor dengan Tangerang, Banten ini kerap kali disebut sebagai "Jalur Neraka" dengan problema infrastruktur jalannya, namun sebagai sebuah kecamatan penyangga ibukota, karena letaknya yang lebih dekat ke daerah Tangerang dan Jakarta dibandingkan dengan pusat Kota Bogor, Parung Panjang memiliki rekam jejak kebudayaan yang menarik untuk diulik.

Generasi muda Parung Panjang saat ini sangat minim apresiasi budaya, hal demikian sangat disayangkan mengingat bahwa dahulu Parung Panjang merupakan wilayah yang kaya akan kebudayaan, adat istiadat, tradisi, bahkan masyarakatnya sangat kental dengan nilai-nilai luhur keagamaan, namun hal ini lambat laun hilang seiring dengan perkembangan jaman.

Khataman adalah salah satu dari sekian banyak adat dan tradisi Parung Panjang yang punah ditelan masa. Khataman merupakan adat dan tradisi pernikahan yang dilakukan oleh calon pengantin wanita. Jadi, sebelum prosesi akad dilaksanakan, sehari sebelumnya selepas sholat maghrib, calon pengantin wanita diarak ke rumah guru ngajinya untuk mengkhatamkan Alquran, adat dan tradisi ini bersifat wajib karena apabila tidak dilaksanakan, calon pengantin wanita akan merasa malu, hal demikian terjadi karena hukum adat setempat mengharuskan wanita untuk pandai membaca Alquran.

Setelah adat dan tradisi khataman selesai, ditunjukan pula kesenian Rampak Bedug. Apa itu Rampak Bedug? Rampak Beduk adalah seni bedug dengan menggunakan banyak bedug dan dipukul secara serempak sehingga menghasilkan irama yang khas dan enak didengar. Rampak Bedug mulanya dimaksudkan untuk menyambut hari- hari besar keagamaan seperti, bulan suci Ramadhan dan Idul Fitri, namun seiring berjalannya waktu Rampak Bedug ini juga dipertunjukkan dalam acara-acara seperti khitanan,pernikahan, dan hari-hari peringatan kedaerahan nasional.

Namun sangat disayangkan, budaya yang kental dengan nilai-nilai keagamaan ini tidak diturunkan ke generasi-generasi berikutnya. "Sangat sulit juga untuk membudayakan kembali tradisi khataman,  karena adat dan tradisi ini mengajarkan kita bagaimana hormatnya seorang anak kepada orang tua dan gurunya, jadi ketika guru ngaji meninggal maka sudah adat dan tradisi tersebut juga lambat laun hilang tergerus jaman" tutur Asep Sutisna, BPD Parung Panjang Kamis (28 Februari 2019).

Beralih ke seni bela diri, Pencak Silat Cimande merupakan salah satu kebudayaan yang sampai saat ini masih eksis di Parung Panjang, aliran Cimande sendiri merupakan aliran pencak silat tertua yang telah melahirkan berbagai perguruan silat di Indonesia.

Selain pencak silat, Parung panjang juga memiliki seni yang mempertunjukan kemampuan manusia di luar nalar, misalnya kebal senjata tajam, kebal air keras, dan bisa memakan paku, kesenian bela diri ini adalah Debus, namun Debus sendiri merupakan seni bela diri yang berasal dari provinsi Banten, karenanya sebagai wilayah perbatasan banyak sekali nilai-nilai budaya daerah Banten yang lebih mendominasi di Parung Panjang.

"Dulu, ada kebiasaan anak-anak Parung Panjang sepulang mengaji itu mereka langsung latihan silat Cimande terlebih dahulu, namun untuk sekarang Pencak Silat sendiri dikelola secara perorangan, tidak dibuat sanggar atau Padepokan, karena peminatnya yang sedikit akibat tergerus jaman dan mulai terkikis dengan budaya-budaya konvensional yang baru" ujar Asep Sutisna, BPD Parung Panjang Kamis (28 Februari 2019).

Sampai saat ini, masyarakat Parung Panjang bekerjasama dengan komunitas dan pemerintah setempat untuk terus berusaha menggali potensi budaya yang bisa dilestarikan kembali. Bahkan akhir-akhir ini komunitas Rumah Hitam Putih Class Acting  yang di kelola oleh TB. Ule Sulaeman telah berdiskusi dengan komunitas budaya lainnya seperti Anak Bumi untuk membuat event festival film budaya Kabupaten Bogor.  

Di Parung Panjang sendiri ketika Rumah Hitam Putih Class Acting  sedang ulang tahun diadakan Festival Film Pendek. Jadi, setiap desa di Parung Panjang diharuskan untuk membuat film pendek, sehingga kontribusi pemuda maupun pemudinya dalam menjungjung tinggi nilai-nilai kebudayaan bisa dituangkan melalui karya film tersebut. Sehingga anak-anak muda Parung panjang sudah bisa dikatakan baik dalam berkreasi, berinovasi, dan turut menjaga budaya Parung panjang yang sudah sangat terkikis oleh jaman ini.

"Berbicara mengenai generasi muda terhadap budaya lokal, sebenarnya anak-anak muda sekarang butuh penyegaran dalam arti, butuh dorongan kembali, butuh ditingkatkan kembali akan pemahaman mengenai budaya, karena tidak semua generasi muda paham dan tahu tentang apa sih sebenarnya budaya lokal" tutur Asep Sutisna, BPD Parung Panjang Kamis (28 Februari 2019)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun