Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya di Istana Bogor, Juma'at (20/9/2019) menyatakan sikapnya dengan meminta kepada DPR untuk menunda pengesahan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).Â
Permintaan presiden tersebut dilakukan setelah mencermati masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RUU KUHP.
Dalam catatan kami, pasal yang bermasalah dalam RKUHP tersebut di antaranya pasal yang berpotensi mengkriminalisasi jurnalis, korban perkosaan, advokat, dan warga yang menyuarakan pendapatnya. Selain itu, kelompok rentan seperti gelandangan dan pengemis, serta kelompok minoritas gender juga berpotensi dihukum akibat aturan tersebut.
Penundaan itu menunjukkan bahwa presiden Jokowi sadar betul kekuatan berlaku suatu peraturan hukum. Pemberlakuan sebuah peraturan hukum terjadi tidak karena telah dibuat atau dibentuk bersama antara pemerintah dan DPR (kekuatan yuridis), tetapi bagaimana peraturan hukum itu sejalan dengan cita hukum (kekuatan filosofis) dan bagaimana sebuah peraturan itu diterima oleh masyarakat (kekuatan sosiologis).
Kekuatan berlaku secara filosofis dan sosiologis berkaitan erat dengan substansi suatu peraturan hukum. Kekuatan berlaku secara filosofis haruslah sesuai dengan cita hukum suatu negara.Â
Dalam konteks Indonesia, cita hukum tersebut adalh masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Sedangkan, kekuatan berlaku secara sosiologis berarti peraturan tersebut pemberlakuannya dapat diterima oleh masyarakat.
Dengan kata lain, suatu aturan hukum tidak hanya bersifat top down dari lembaga yang berwenang membentuk peraturan hukum tersebut tetapi juga harus bersifat bottom up yang berarti peraturan hukum tersebut bersifat responsif sesuai dengan keinginan masyarakat.
Jika pemberlakuan suatu peraturan hukum mendapat resistensi dari masyarakat maka peraturan hukum tersebut tidak mempunyai kekuatan berlaku secara sosiologis.
Itulah sebabnya, kami menilai sikap presiden sudah tepat menunda pengesahan RKHUP karena memang masih ada substansi dalam RKHUP yang masih memerlukan pembahasan yang lebih matang, lebih sesuai dengan cita hukum dan roh hukum itu sendiri, yakni keadilan.