Mohon tunggu...
Eleanor Taquito
Eleanor Taquito Mohon Tunggu... -

Animal Lovers!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Tuhan, Mengapa Aku Terlahir Tanpa Kaki dan Tangan?!

28 Desember 2010   14:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:17 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kuperhatikan sekelilingku sangat gelap sekali. Tetapi aku sudah terbiasa dengan gorong-gorong lingkungan tempat tinggalku. Aku dan lainnya pun berbagi tempat tinggal, di lingkungan yang kata orang menakutkan, hina dina, dan bahkan gelap gulita bagi sebagian yang lainnya. Dan, terkadang rumah kami jadi lahan pembuangan sampah.

Hari ini. Ku dengar berisik sekali. Banyak yang beramai-ramai keluar dari rumah mereka masing-masing. Tinggallah aku sendiri dalam kesendirianku. Keluargaku sudah lama meninggalkanku entah ke mana. Hanya aku saja dalam rumahku sendiri, berjuang melawan kerasnya kehidupan. Aku mulai menggerakkan tubuhku menuju suara gemerisik itu. Rupanya, yang lainnya sedang membongkar-bongkar tumpukan sampah organik yang baru dibuang ke lingkungan tempat tinggal kami.

Aku mulai tergoda bergabung dengan yang lainnya, untuk ikut mencari makanan dari tumpukan sayur dan buah-buahan yang mulai membusuk itu. Dengan berjalan merangkak dan tengkurap, kupaksakan berjalan dengan otot perutku dan tenaga tubuhku, karena aku tidak punya tangan dan kaki. Untung, jarak antara rumahku dengan tempat pembuangan itu tidak terlalu jauh, sehingga aku tidak memerlukan waktu yang lama untuk sampai di sana, walaupun aku harus berjalan dengan tertatih-tatih.

Kadang aku bertanya dalam hati. Mengapa aku dilahirkan ke dunia ini tanpa tangan dan kaki? Sementara yang lainnya memiliki kaki dan tangan yang lincah-lincah dan dapat bergerak cepat. Sedangkan aku harus berjalan lambat sekali dengan cara merangkak dan tengkurap, karena aku tidak mempunyai kaki dan tangan. Terkadang, aku mengalami luka goresan di perut dan leherku saat tertatih merangkak. Dan, tak jarang aku bahkan sering ketinggalan dan kehabisan jatah sampah organik yang baru dibuang, karena didahului dengan mereka-mereka yang cepat sekali berjalan, karena mereka mempunyai kaki-kaki dan tangan. Sedangkan aku, karena kekurangan fisik yang ada di tubuhku, tanpa kaki dan tangan, hanya bisa menunduk sedih tidak kebagian sisa makanan sekalipun. Jika sudah begitu, biasanya aku akan memungut dedaunan pohon besar yang sudah usang yang jatuh, hanya sekedar untuk mengganjal rasa laparku. Karena kuyakin, besok pasti ada orang-orang yang membuang sisa-sisa sayuran dan buah-buahan lagi dari dapur mereka.

Seperti hari ini. Beruntung banyak sayuran dan buah-buahan yang tidak telalu busuk dibuang orang-orang itu dari perumahan kompleks seberang. Aku bisa memakan semua itu dengan senang dan bahagia. Bersyukur mendapatkan rezeki yang diberikan OlehNya. Namun, aku sedih, karena ingin rasanya bisa membawa sebagian makanan hari ini ke rumahku. Namun itu tidak pernah terjadi, karena aku tidak punya tangan dan kaki. Untuk berjalan saja rasanya sangat susah, apalagi harus membawa makanan itu. Sementara yang lainnya, berduyun-duyun secara bersama-sama mengumpulkan makanan untuk persediaan di rumah mereka.

Kadang aku iri, kesal, dan marah pada diriku sendiri, keluargaku, bahkan dengan Sang Pencipta. Mengapa aku terlahir tanpa kaki dan tangan. Karena itu bagiku sangatlah menyulitkan hidupku. Itu pikirku dulu. Namun, semua itu sudah berlalu, beranjak dewasa, ternyata telah membuatku telah ter biasa dan menjalani semuanya dengan semangat dan bahagia.

Apalagi sekarang, ketika aku sudah dewasa. Aku mengetahuinya bahwa kaumku pun juga sama. Mereka juga tidak mempunyai kaki dan tangan. Sama sepertiku. cara kami lahir dan tumbuh pun juga sama. Dan, cara kami berjalan pun sama. Yakni merangkak dan tengkurap dengan otot-otot perut dan tubuh kami. Akibatnya, aku tidak sedih lagi. Walaupun kami hidup dalam kotak-kotak rumah masing-masing. Namun, aku merasa tidak sendirian lagi. Karena ketika keluar rumah masing-masing, aku bisa bertemu dengan mereka yang juga sama keadaan fisiknya denganku, yakni tanpa kaki dan tangan. Dan, semua itu kami jalani dengan rasa syukur dan bahagia.

Terlebih lagi. Kami juga merasa beruntung terlahir seperti ini, tanpa kaki dan tangan. Karena kami dapat membantu orang lain, yakni para kaum yang katanya diciptakan sempurna olehNya. Kami membantu mereka merawat, mengelola, dan membesarkan tumbuh-tumbuhan di lahan pertanian dan perkebunan mereka. Kami membantu mereka memperoleh keberhasilan bercocok tanam di ladang, kebun, dan sawah mereka. Walaupun, setelah berhasil kami hanya mendapatkan sisa-sisa sayuran dan buahan yang hampir busuk atau yang busuk sekalipun dari panennya. Kami tidak bersedih, bahkan kami bahagia dan bersyukur mendapatkan semua itu.

Tuhan, mengapa aku terlahir tanpa kaki dan tangan? Pertanyaan itu kini sudah kutepis dan kubuang jauh-jauh sekali. Karena aku menikmati hidupku dan bahagia atas segala kehidupan yang telah ditakdirkan olehNya. Karena aku percaya, Tuhan telah mengatur semua kehidupan di dunia ini, termasuk aku dan kaumku. Terima kasih Tuhan, telah menghadirkan kami ke dunia yang indah ini. Kami bersyukur dan menyerahkan diri sepenuhnya PadaMu....!!!

------------------------------

*Lumbricus terrestris



♡♥ Eleanor Taquito ♡♥

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun