Mohon tunggu...
Eko Hadi P
Eko Hadi P Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pelajar seumur hidup

Pembaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maafin Orang, kok Susah Sih?

4 Juli 2019   06:16 Diperbarui: 4 Juli 2019   06:34 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Sering dalam kehidupan kita terjebak dalam pusaran masa lalu yang mengikat kaki untuk melangkah, enggan maju melanjutkan perjalanan. Jiwa yang seharusnya produktif menangani kehidupan di depan selalu surut ke belakang, menyusun kembali reruntuhan dendam, menatapnya, berandai itu tak pernah terjadi, menyulut api kesumat.

Dendam selalu mahal harganya. Ia menjebak, memakan energi jiwa, memotong waktu, padahal lintasannya sudah lama terlewati, tak ada mekanisme universal manapun yang sanggup memutar mundur detik jam.

Mungkin peristiwa di masa lalu tersebut seperti tak termaafkan karena menghancurkan satu episode kehidupan, cita-cita terhalang, menghilangkan bangunan masa depan yang seharusnya menjadi milik kita. Mungkin jiwa masih terluka dan selalu terluka, kita merasa kalah dan dicuri.

Namun kehidupan tak melulu tentang menang dan kalah. Hikmah kehidupan selalu cair, multi tafsir, seperti udara ia bisa beracun atau menyejukkan. Batasan menang kalah menjadi lebur bila seseorang mampu mengubah paradigma.

Seseorang merasa kalah karena ia merasa satu bagian dari hidupnya terambil dan tak bisa kembali. Tak sadar sebenarnya ia sedang mengakui kekuasaan orang lain atas hidupnya sendiri. Dengan paradigma keliru seperti ini, menghadapi apapun dia akan gampang merasa kalah.

Padahal kenyataannya tak ada yang mampu mengambil bagian kehidupan anda. Hidup anda adalah milik anda, ia disana, tak terjamah, selalu terkunci. Dan andalah pemegang kuncinya.

Sudut pandang ini hanya akan seseorang dapatkan saat ia menaikkan level jiwanya dari pendendam menjadi pemaaf.

Ada benteng kokoh di balik sifat memaafkan. Bahwa anda tak terjamah keburukan dan kebodohan orang lain. Setiap perbuatan buruk orang akan kembali pada dirinya sendiri dan bukan kepada anda.

Maka kita lihat orang-orang besar selalu mudah memaafkan. Mereka adalah gunung kokoh, tak goyah oleh hantaman angin sekencang apapun, karena jiwanya tak sudi untuk ikut menjadi sekerdil orang yang berbuat buruk kepadanya.

Berapa banyak energi dan waktu terbuang ketika seseorang tak mampu memaafkan, komentar rendahan di medsos, perilaku menyebalkan pelanggan, bersenggolan di jalan, terserobot antrian, mengumpat penyalip kendaraan, menghadapi kesalahan orang terdekat, kekeliruan pendidikan orang tua, silakan sebut deretan panjang peristiwa lainnya. Semuanya berpotensi mengganggu perjalanan kehidupan.

Walaupun memaafkan tak selalu berarti melupakan, namun ada kesejatian dalam melupakan yang hanya dimiliki orang-orang yang penuh kemuliaan. Ada keluasan jiwa disitu, bahwa manusia adalah makhluk yang berpotensi benar dan salah, seperti juga dirinya sendiri, maka memaafkan adalah pengejawantahan praktis dari sifat mulia tersebut, membumikan salah satu sifat keTuhanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun