Mohon tunggu...
Eko Hadi P
Eko Hadi P Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pelajar seumur hidup

Pembaca

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Pemilu 2019, Perpecahan dan Satu Kekuatan yang Terlupakan

28 Juni 2019   08:42 Diperbarui: 28 Juni 2019   09:11 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tiga bulan belakangan ini benar-benar melelahkan bagi bangsa Indonesia. Pesta demokrasi serentak dalam satu hari, masa kampanye yang hampir mengikis persatuan dan kesatuan bangsa, korban kelelahan petugas Kpps, berbagai isu yang mengkotak-kotakkan bangsa menjadi dua kubu.

Bagaimana tidak, sebuah bangsa yang bersemboyan Bhinneka tunggal Ika tiba-tiba terbelah menjadi dua kubu politik yang disadari atau tidak menjadi saling mencurigai dan memusuhi. Narasi yang menggema adalah munculnya rasa kalau bukan " kami " berarti " mereka ", entah ngumpet dimana ungkapan " kita " saat itu.

Miris memang, sebuah perbedaan pilihan politik - suatu ranah yang memungkinkan koalisi dua kubu yang berseberangan demi mencapai suatu tujuan - bergeser secara brutal menjadi dua kubu panas yang saling berhadapan, satu kubu dicurigai dihuni oleh kalangan yang " jauh " dari agama, sekuler bahkan isu komunis, sementara kubu lain dicurigai didominasi oleh kalangan radikalis dan anti keragaman. Benar-benar miris untuk sebuah bangsa yang menjunjung sila ketiga Pancasila.

Terasa atau tidak peristiwa ini saling menjauhkan anak bangsa dan memendam curiga satu sama lain. Kubu yang teranggap sekuler cenderung merasa dijauhi kubu agamawan yang juga merasa terus dicurigai. Antipati menghapus simpati, itu pasti. Konsekuensinya tak akan terjadi dialog yang mencerahkan, yang terjadi adalah debat kusir politik yang saling mengalahkan.

Di pinggir gelanggang panas inilah sebenarnya ada satu entitas kekuatan lain yang terlupakan. Satu kekuatan yang tidak pernah mau masuk ke dalam ribut-ribut politik. Bukan, mereka bukan kalangan golput. Mereka berpolitik juga, tapi dengan paradigma yang nyaris tidak dipahami kalangan selain mereka. Biarlah orang yang tidak tahu mengkategorikan mereka sebagai golput.  

Orang yang tidak tahu juga tak jarang menyamakan mereka dengan kubu yang dianggap radikalis, hanya karena keserupaan penampilan dan aksesoris. Tak sedikit yang berjubah, bergamis, peci, berjenggot dan tertarik pada hal-hal religius. Asumsi orang tak merugikan mereka, toh mereka berpenampilan seperti itu karena murni memegang ajaran yang mereka pelajari, bukan karena ciri suatu ormas. 

Orang mencaci, mencibir atau simpati, mereka tak peduli. Tetapi coba anda tanya apakah mereka pendukung salah satu kubu ? Bukan, adalah jawaban yang teguh dan pasti. Bahkan mereka menolak dengan keras jika disama ratakan dengan salah satu kubu.

Jika anda tanya tentang sikap politik, dengan tegas mereka akan menjawab - dan itu bukan basa basi politik - bahwa ketaatan pada pemimpin adalah prinsip yang mereka pegang teguh, siapapun pemimpin yang terpilih. Sikap teguh inilah yang justru menjadikan mereka bulan-bulanan kalangan Islam politik sebagai kaum yang apatis terhadap kondisi politik umat. 

Ditambah prinsip mereka yang sangat anti demonstrasi, bahwa kestabilan dan keamanan di bawah seorang pemimpin lebih berharga daripada satu hari demonstrasi dan kekacauan negeri. Bahkan mereka makin dicibir saat mereka mendoakan pemimpin dengan segala kebaikan.

Di tengah hiruk-pikuk dukung mendukung paslon, mereka tetap tekun belajar dan mengajar di mesjid, bekerja, berdagang bahkan menasihati saudara mereka dari kalangan Islam politik untuk menjauhi demonstrasi yang tentu saja mengundang cibiran. 

Saat didebat anda akan mendapati mereka dengan datar menyitir beberapa hadits Nabi tentang ketaatan kepada pemimpin, anda akan percaya atau tidak bukan menjadi kepusingan mereka, toh mereka sudah menasihati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun