Mohon tunggu...
Eko N Thomas Marbun
Eko N Thomas Marbun Mohon Tunggu... Penulis - I Kerani di Medan Merdeka Utara I

Tertarik pada sepak bola, politik dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Saya Pernah Punya Geng, Lalu Saya Belajar Apa?

30 April 2021   01:51 Diperbarui: 30 April 2021   02:01 483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Geng itu ada 'soul' pemberontaknya. Kesannya bukan anak manis (sumber gambar:megapolitan.kompas.com)

Namun, apa pun motif nakal seorang anak. Saya tetap yakin bahwa setiap anak istimewa. Dia hanya perlu disentuh hatinya. Menjadi sahabat yang baik baginya. Kita tidak pernah tahu apa yang ada di dalam isi kepalanya.

Saya pribadi memiliki kesan yang mendalam terhadap teman-teman saya Geng Coba. Kenapa? sebab dari 7 anggota geng yang tersisa hanya 3 orang sampai lulus. Sisanya dipaksa pindah sekolah karena beberapa pelanggaran yang sifatnya konyol. Ada yang karena nilai ujiannya jelek, ada yang karena menghina guru dan ada yang nyaris duel dengan kepala sekolah.

Tapi, sebagai seorang sahabat mereka cukup baik padaku. Saya ingat persis ada teman saya (sekarang dia menjadi ayah yang baik dan petani yang tekun) ketika dipaksa keluar dari sekolah karena jika tidak dia akan tinggal kelas.

Dia mengatakan kepada saya untuk menjadi orang yang baik dan fokus belajar. Menurut dia, saya punya peluang untuk menjadi lebih baik. Orang tua saya juga masih lengkap saat itu. Sedangkan dia sudah menjadi anak yatim.

Ketika saya pulang pertama kali setelah memasukinya kuliah tingkat akhir. Kami bertemu, dia tampak lebih tua. Tapi, jauh lebih bijaksana. Dia setelah dikeluarkan, dia sepertinya berhenti sekolah.

Malam ini karena kompasiana, saya merenung. Adakah manfaat geng-geng anak sekolah itu? Atau justru malah dampak buruknya lebih besar. Saya tidak akan menjawabnya secara gamblang.

Tapi, saya ingin mengatakan dari pengalaman saya, anak-anak butuh kelompok dimana mereka saling melindungi. Ya, solidaritas! Kadang memang oleh anggota di luar atau masyarakat dipandang brutal.

Di samping itu, anak-anak butuh  ruang baginya untuk mengekspresikan diri. Dimana terkadang sekolah tidak memberikan ruang yang cukup dan cocok. Tapi, pada posisi ini juga karena tidak ada pengawasan orang dewasa maka terkadang melampaui batas.

Di dalam kelompok anak-anak juga tumbuh cara berpikirnya. Bagaimana menghadapi dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Teman-teman bergaulnya tadi menjadi pemberi saran. Ya, sarannya seringkali justru menambah ruwet masalah. Begitulah anak-anak.

Saya jadi ingat, dulu saya pernah secara tidak sengaja harus mewakili olimpiade sains. Teman-teman geng saya, ya, pesimis saja. Sebenarnya sekolah sudah membentuk kelompok belajar sebagai tim olimpiade. Jadi, saya selalu bolos dari tim itu.

Saya tahu sekolah mempertahankan saya sebagai perwakilan hanya karena segan sama guru matematika yang kebetulan teman sekolah ibu saya. Satu marga pula. Tapi, entah keajaiban darimana saya bisa juara tingkat kabupaten sampai provinsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun