Etika Stoa dan Praktik Kehidupan Kampus
Stoicism menawarkan prinsip-prinsip sederhana namun mendalam yang dapat diterapkan dalam kehidupan mahasiswa, yang diantaranya yaitu sebagai berikut:
- Mengelola Emosi
Mahasiswa diajak memahami bahwa emosi negatif berasal dari interpretasi yang salah. Dengan logika, seseorang dapat mengendalikan marah, cemas, atau iri.
- Menjaga Ekspektasi
Stoa mengajarkan untuk tidak berharap berlebih. Misalnya, berharap dapat nilai A itu baik, tetapi tidak boleh menjadi sumber penderitaan jika hasilnya tidak sesuai harapan.
- Hidup Sesuai Peran Sosial
Marcus Aurelius menekankan pentingnya keterlibatan sosial. Mahasiswa harus aktif dalam komunitas kampus, tetapi tanpa kehilangan integritas pribadi.
- Kesederhanaan Hidup
Tidak mengejar gaya hidup hedonis. Bahagia dengan "kebahagiaan kecil" seperti waktu belajar yang produktif atau istirahat yang cukup.
Membedakan Virtue dan Fortuna
Dalam ajaran Stoa, manusia harus mampu membedakan dua hal, yaitu Virtue (kebajikan) dan Fortuna (nasib baik/buruk). Virtue adalah hal-hal dalam kendali kita: kejujuran, keberanian, kebijaksanaan, dan pengendalian diri. Sementara fortuna mencakup kekayaan, pujian, nilai IPK, kesehatan, bahkan kelulusan tepat waktu semua itu berada di luar kendali mutlak kita.
Sarjana berbahagia bukan berarti bebas dari masalah, tetapi mampu berdiri tegak di tengah badai. Mereka tidak akan runtuh hanya karena tidak lulus tepat waktu, ditolak kerja, atau gagal sidang. Mereka menyadari bahwa identitas diri tidak ditentukan oleh hasil, tetapi oleh cara menghadapi proses.
Mengembangkan Logos dan Kebijaksanaan
Kaum Stoa percaya bahwa manusia dikaruniai logos, yaitu kemampuan berpikir rasional yang membedakan manusia dari hewan. Logos inilah yang harus dikembangkan untuk menjadi manusia utuh. Dalam kehidupan mahasiswa, logos hadir dalam bentuk berpikir kritis dalam akademik, mengambil keputusan etis dalam kehidupan pribadi, serta menghindari perilaku impulsif yang merusak.