Mohon tunggu...
Egi Agustian Rahmat Sukendar
Egi Agustian Rahmat Sukendar Mohon Tunggu... Freelancer - Alumni INDEF School of Political Economy and Finance Jakarta

Izinkan hati dan akal memantik realitas sosial dalam bentuk sebuah karya sederhana

Selanjutnya

Tutup

Money

Konsep Ekonomi Islam: Worldview dan Way of Life

24 Februari 2021   07:33 Diperbarui: 24 Februari 2021   07:52 2486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bangsa kita adalah masalah keterbelakangan ekonomi. Kondisi seperti ini, dalam konteks perekonomian Islam global, tidak hanya dirasakan bangsa Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, melainkan hampir seluruh negara Islam juga merasakan hal yang sama. Realitas ini sejatinya bersebrangan dengan kondisi objketif dan ideal negara- negara Islam yang memiliki sumber daya alam yang besar dan potensial. Namun, kekayaan tersebut belum mampu dioptimalkan secara maksimal, berdampak pada kemunduran ekonomi di beberapa negara Islam.

Untuk membangun perekonomian bangsa Indonesia, masyarakat Islam dihadapkan pada problematika -- problematika konseptual. Dalam permasalahan ini, umat Islam seperti dihadapkan buah simalakama. Tentu ada alasan mendasar yang menjadikan kebingungan tersebut, disadari atau tidak, epistimologi Islam klasik belum menyediakan dokumen -- dokumen teoritis prihal ekonomi Islam secara definitif, sementara ekonomi barat, kapitalis dan sosialis, oleh sebagian pakar ekonom Muslim dan berdasarkan realitas sosial -- ekonomi, mengakibatkan permasalahan -- permasalahan sosial yang cukup membahayakan masa depan manusia dan kemanusian. Oleh karenanya, konsep ekonomi barat pada beberapa sisinya, bersebrangan dengan konsep ekonomi Islam, setidaknya dalam konsep keseimbangan dan keadilan sosial.

Teori kapitalis yang menitik beratkan kepentingan individu telah memunculkan permasalahan sosial, seperti kesenjangan, ketidak adilan, hilangnya etika sosial yang berdampak pada ketimpangan dan eksploitasi terhadap alam yang berlebih- lebihan (Soeroyo dan Nastangin, 1995:hal.2-8).  Di mana konsep kapitalis tersebut memiliki tiga gagasan yaitu usaha memperoleh atau memiliki, persaingan dan rasionalitas. Konsep kepemilikian tersebut mengacu pada kepentingan individual atau kelompok tertentu yang mengakibatkan jurang ketimpangan ekonomi kelas atas dan kelas bawah. Kemudian, konsep persaingan menjadi alasan terjadinya persaingan yang tidak sehat dan mendegradasi nilai -- nilai moral. Dan konsep rasionalitas mengakibatkan hilangnya dogma -- dogma agama, yang dengannya para pelaku ekonomi hanya mengedepankan kepentingan provan dan menyempingkan kesakralan dunia atau materi. Kemudian, teori ekonomi sosialis yang menitik beratkan prinsip- prinsip kepemilikian harta pada negara, kesamaan ekonomi dan dispilin politik yang ketat, berakibat pada hilangnya  hak -- hak personal, kediktatoran dan sama halnya konsep ekonomi Kapitalis yang cenderung mengesampingkan nilai -- nilai moral. Sehingga kedua konsep ekonomi tersebut tidak akan mewujudkan keadialn sosial dan kesejahteraan.

Pada sisi lain, sistem ekonomi Islam memberikan pandangan lain, sekaligus jawaban secara komprehensif terhadap permasalahan -- permasalahan muamalah yang terjadi di tengah -- tengah masyarakat, di mana paradigma yang dibangun atas dasar kemaslahatam dan keseimbangan umat yang diilhami oleh nilai -- nilai Islam yaitu kesejahteraan sosial dapat dimaksimalkan, jika sumber daya ekonomi dialokasikan secara porfesional dan proposional yang dibatasi dengan peraturan atau prinsip Syariah yang meliputi Alquran, As-sunnah, Ijma', qiyas, ijtihad. Karenanya, konsep tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan (integral) dari agama Islam adalah sistem kehidupan. Sebagai contoh, aktifitas yang menguntungkan dalam sistem ekonomi modern, namun dalam ekonomi Islam tidak dibenarkan, satu sisi produk tersebut memiliki keuntungan financial yang tinggi, namun di sisi lain menimbulkan pengaruh negatif atau kemadharatan bagi umat, terutama pada aspek pisikologi, kesehatan, sosial --budaya dan lain sebagainya (Mukhlis dan Didi, 2020: hal. 44-46).

Hal tersebut dipertegas oleh para Ekonom Muslim yang memahami bahwa sistem ekonomi Islam sebagai suatu teori yang dapat dipraktikan dalam setiap kegiatan ekonomi untuk menghindari semua transaksi yang mengandung unsur kebatilan, seperti riba, maisir (judi), gharar (spekulasi, dan ihtikar (monopoli) dan lainnya. Artinya ekonomi Islam selalu menjadikan kesadaran tauhid yang di dalamnya mencakup dasar- dasar keimanan dan ketakwaan kepada Allaw SWT, merupakan kebutuhan prinsipil ekonomi. Selanjutanya pada aspek sosiologis, seluruh kegiatan ekonomi merupakan suatu kebutuhan manusiawi, praktek ekonomi dilakukan untuk keperluan dan kepentingan kemanusiaan. Arti kemanusiaan di sini berbeda dengan konsep humanisme modern di mana nilai- nilai kemanusian tidak hanya berdasarkan hasil pemikiran manusia saja, melainkan didasari atas petunjuk (huda) yang telah menciptakan manusia, (Baznas  Kota Malang, 2014: Hal.3)   

Prinsip Sistem Ekonomi Islam 

Pandangan Islam  terhadap realitas kehidupan (Islamic worldview) berbeda dengan agama- agama lain, di mana Islam dilandasi postulat Iman dan Amal. Dalam setiap aktifitas kehidupan Islam secara bersamaan menginterpretasikan dalam diskursus pengetahuan ilmiah dan juga dapat dipraktekan tentang bagaimana seseorang menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Juga memandang prilaku individu dan masyarakat ke arah pengoptimalan setiap individu dalam memenuhi kebeutuhannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sesuai dengan peruntukannya dan tidak melanggar aturan -- aturan syariat Islam.        

Metwally dalam Arifin (2012) menyatakan bahwa sistem ekonomi Islam memiliki beberapa prinsip di antaranya:

  • Dalam ekonomi Islam, semua Sumber daya merupakan pemberian dan titipan Allah SWT kepada manusia. Sehingga manusia yang ditugaskan sebagai khalifah di muka bumi harus memanfaatkan seefisien dan seoptimal mungkin dalam aktifitas ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi) guna memenuhi kesejahteraan bersama di dunia, yaitu diperuntukan pribadi dan orang lain.
  • Islam mengakui kepemilikan personal terdapat batasan -- batasn tertentu, misalnya kepemilikian alat produksi dan faktor produksi. Kepemilikan pribadi (privat) dibatasi oleh kepentingan masyarakat (umum), serta Islam menolak setiap pendapatan yang diperoleh melalui jalan yang tidak sah, terlebih memberikan kemadharatan dan kehancuran masyarakat.
  • Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah Syirqah (kerja sama). Syariat Islam menganjurkan kerjasama dalam setiap aktifitas bisnis yang bersih dan interaksi riba atau harta yang haram dalam untung-rugi. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat An-Nissa ayat 29 "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."
  • Kepemilikan kekayaan pribadi harus berkontribusi sebagai aset (kapital) produktif yang menunjang besaran produk nasional dan meningkatka kesejahteraan Masyarakat. Allah SWT menyampaikan dalam firmannya, Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar.
  • Kepemilikan publik atau masyarakat telah dijamin oleh syariat Islam dan penggunaanya direncanakan untuk kemasalahtan orang banyak. Prinsip ini dilandasi hadits Nabi Muhammad SAW yang menyatakan bahwa, "Masyarakat punta hak yang sama atas air, padang rumput, dan api."  Dalam hal ini semua industri exstraktif yang ada kaitannya dengan produksi bahan tambang, air dan bahan makanana wajib dikelola oleh negara. Pun berbagai macam bahan bakar diperuntukan keperluan umum dalam negeri dan tidak boleh dikelola oleh individu.
  • Seorang Muslim harus takut kepada Allah SWT dan hari Akhirat, di mana ia meyakini bahwa perjuangan yang dilakukan di dunia semata- mata hanya untuk beribadah kepada Allah SWT dan meyakani setiap perbuatan yang dilakukan di dunia akan menjadi pertanggung jawaban di akhirat kelak.
  • Menunaikan zakat, seorang Muslim yang memiliki kekayaan atau aset melebihi ukuran tertentu (nisab) diwajibkan menunaikan zakat. Zakat adalah instrumen pemerataan harta, di mana orang muslim yang memiliki harta sudah mencapai nishab dan haul wajib mengeluarkan hartanya sesuai dengan syariat Islam. Menurut pendapat para fuqaha, zakat dikenakan 2,5 persen untuk semua kekayaan tidan produktif (idle assets), dan pendapatan bersih dari transaksi (net earning form transaction), dan 10 persen dari pendapatan bersih investasi.
  • Islam melarang setiap transaksi ribawi dalam aktifitas ekonomi. Pelarangan riba secara jelas dan tegas kepada siapa saja yang melakukan transaksi ribawi, karena prilaku riba akan merusak ekosistem ekonomi dan salah satu penyebab kesenjengan ekonomi yang terjadi di masyarakat. Sebagaimana yang termaktub dalam surta Albaqarah ayat 275 "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."
  • Islam bukanlah satu- satunya agama yang melarang transaski riba. Aristoteles adalah orang yang sangat menentang dan melarang riba, Plato pun mengutuk praktik riba. Kemudian dalam perjanjian lama, pelarangan riba termaktub dalam Leviticus 25:27, Deutonomi 23:19, Exodus 25:25, kemudian dalam perjanjia baru terdapat dalam Lukas 6:35

Keadilan dan Kesimbangan dalam Ekonomi Islam 

Islam memandang kehidupan manusia tidak hanya ibadah transendental (hablu mina Allah) semata, namun terdapat ibadah sosial (hablu mina al-nas) sebagai aktifitas ibadah horizontol yang penting dilakukan relasi Manusia dan alam, sebagaimana Allah memberikan penegasan kepada kita untuk menyelesaikan transaksi -- transaksi yang berhubungan dengan manusia di antaranya jual beli, hutang piutang, akad amanah dan transaksi lainnya yang diperbolehkan oleh syariat Islam, yang termaktub dalam surat al- maidah ayat 1:

"Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya." (Al Maidah: 1)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun