SEJARAH KESEHATAN MASYARAKAT
EGALITA BELVARINA ADLIYA/191251144
 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
       UNIVERSITAS AIRLANGGA
     Sejarah kesehatan masyarakat ini adalah cerminan dari evolusi pemikiran manusia dalam memandang kesehatan sebagai hak dasar dan hasil dari upaya kolektif, buka sekadar tanggung jawab individu. Di Indonesia, perjalanan ini memilik kekhasannya sendiri, yang dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, dan politik pada setiap zamannya. Narasi sejarah ini tidak dimulai dari pendirian institusi modern, tetapi dari praktik kearifan lokal yang telah lama hidup dalam masyarakat nusantara.
    Masyarakat tradisional Indonesia telah mengembangkan sistem kesehatan masyarakatnya sendiri yang bersifat preventif dan kuratif berdasarkan pengetahuan lokal (local wisdom). Praktik seperti penggunaan tanaman obat (herbal), aturan pembuatan rumah panggung untuk menghindari banjir dan binatang buas,serta sistem gotong royong membersihkan lingkungan adalah bentuk awal dari kesadaran kesehatan masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2010), nilai-nilai gotong royong dan kearifan lokal ini merupakan fondasi sosial budaya yang kuat bagi berkembangnya kesehatan masyarakat di Indonesia. Konsep kawasan ora bendu (daerah tidak kumuh) di Jawa atau huma betang di Kalimantan yang menekankan kebersihan dan hidup selaras dengan alam adalah contoh nyata dari pendekatan holistik ini.
    Periode kolonialisme Belanda menandai fase baru dimana kesehatan masyarakat mulai diinstitusionalisasi. Menurut catatan sejarah dari Kementerian Kesehatan RI (2018), pembentukan Dienst der Volksgezondheid (Dinas Kesehatan Rakyat) pada tahun 1911 memang bertujuan untuk menangani wabah dan menjaga kesehatan pegawai kolonial, sehingga cakupannya masih sangat terbatas. Upaya-upaya yang dilakukan masih bersifat reaktif dan parsial, seperti pemberantasan penyakit menular tertentu seperti cacar dan pes. Program sanitasi dan penyediaan air bersih dibangun, namun seringkali hanya terpusat di kota besar dan kawasan permukiman orang Eropa, sehingga menciptakan kesenjangan kesehatan yang lebar.
    Pasca kemerdekaan, paradigma kesehatan masyarakat Indonesia mengalami pergeseran fundamental. Pemerintah Indonesia yang baru lahir mencanangkan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan bangsa. Namun, tonggak paling penting adalah dicetuskannya konsep Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskemas) pada akhir tahun 1960-an. Azwar (2010) menyatakan bahwa kelahiran Puskesmas merupakan respons terhadap kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan merata pasca-kemerdekaan, yang tidak hanya kuratif tetapi juga preventif dan promotif. Melalui program seperti Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dan penimbangan balita secara rutin, Puskesmas berhasil menjangkau masyarakat hingga ke tingkat desa.
    Era reformasi hingga kini ditandai dengan perluasan cakupan kesehatan masyarakat yang semakin holistik. Lahirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh BPJS Kesehatan adalah bukti nyata dari komitmen negara. Kebijakan ini, seperti diamanatkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN, adalah bentuk komitmen negara untuk mewujudkan kesehatan sebagai hak konstitusional (Kementerian Kesehatan RI, 2018). Isu-isu kesehatan tidak lagi hanya tentang penyakit menular, tetapi juga penyakit tidak menular (PTM), kesehatan jiwa, serta dampak kesehatan dari degradasi lingkungan. Pendekatan promosi Kesehatan dan pemberdayaan masyarakat menjadi kunci, mengingatkan kita pada kearifan lokal yang telah ada sejak zaman dahulu, namun kini didukung oleh bukti-bukti ilmiah dan teknologi modern.
    Berdasarkan tinjauan historis ini, dapat disimpulkan bahwa sejarah kesehatan masyarakat di Indonesia adalah sebuah proses dialektika antara kearifan lokal dan ilmu pengetahuan modern. Perjalanan dari praktik sanitasi tradisional hingga ke program JKN yang inklusif menunjukkan pematangan pemahaman bahwa determinan kesehatan sangatlah kompleks. Tantangan ke depan adalah bagaimana mengonsolidasikan semua pelajaran dari sejarah panjang ini. Sinergi antara negara melalui kebijakan yang pro-rakyat, tenaga kesehatan yang profesional, dan masyarakat yang berdaya akan menjadi kunci untuk membangun derajat kesehatan masyarakat Indonesia yang setinggi-tingginya, dengan tidak melupakan akar budaya dan gotong royong yang telah menjadi fondasinya sejak awal.
KATA KUNCI: Gotong Royong, Historis, Kearifan Lokal, Kesehatan Masyarakat, Puskesmas