Saya cukup sering membaca curhatan pegawai tentang nasibnya di tempat bekerja. Ada yang blak-blakan mengisahkan laku atasan yang genit, beberapa orang juga tidak sungkan membagikan nominal gaji yang diterimanya per bulan.
Ada yang membikin bola mata terbelalak, ada juga yang membasahi hati.
Baru-baru ini, pertanyaan mengenai kelayakan gaji muncul di platform Quora.
Apakah gaji tiga juta itu termasuk layak? Begitulah pertanyaannya.
Pertanyaan ini memanen banyak jawaban. Tidak sedikit jawaban menyarankan penanya agar lebih banyak bersyukur ketimbang mempersoalkan besaran gajinya.
"Yang paling susah itu bersyukur, merasa cukup. Melihat sekitar jangan yang lebih tinggi, namun lihatlah pemulung, tukang sampah..." demikian pendapat seseorang.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa dengan melihat nasib orang-orang yang kurang beruntung, maka seseorang akan mengerti pentingnya bersyukur dengan gaji Rp3 juta.
Namun, saya sebaliknya. Gaji sebesar Rp3 juta bagi saya tergolong kecil. Saya akan membahas alasan ini di tulisan berbeda.
Yang ingin saya tanggapi yaitu takaran rasa bersyukur kita.
Saya setuju bahwa manusia mesti bersyukur.
Ungkapan syukur dapat diartikan sebagai bentuk terima kasih sekaligus penghormatan kepada Yang Maha Kuasa. Kita mendapat jodoh, kita bersyukur kepada Tuhan. Kita memperoleh pangkat baru, kita bersyukur.