"Philosofische Grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam dalamnya. Jiwa dan hasrat yang sedalam dalamnya, untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka yang kekal dan abadi."
 Sukarno, 1 Juni 1945
Keasyikan menikmati secangkir kopi, tak terasa perjalanan waktu sudah memasuki tanggal dan bulan baru yakni 1 Juni 2020. Tanggal dimana diperingati sebagai hari kelahiran Pancasila. Sebagai insan yang meneruskan semangat perjuangan Bung Karno yakni gotong royong, persatuan dan cinta tanah air, saya tergerak untuk menyempatkan berkontemplasi terhadap momentum sejarah tersebut, agar tetap diingat dan terpatri didalam sanubari.
Sebuah buku berjudul Soekarno Poenja Tjerita, menjadi inspirasi untuk saya menulis. Saya mencoba flasback ke 75 tahun lalu, menarik benang sejarah ke tanggal 1 Juni 1945 saat dimana Sukarno berkesempatan berpidato tanpa teks dihadapan sidang Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) untuk menyampaikan tentang dasar Negara Indonesia merdeka yakni Pancasila.
Dalam buku itulah terungkap, kalau malam tanggal 31 Mei 1945, sehari sebelum pidato yang bersejarah itu, Sukarno menyempatkan untuk berkontemplasi, berdoa secara kusyuk kepada Sang Khalik. Ia memohon petunjuk, pertama benarkah keyakinannya, bahwa kemerdekaan itu didasarkan pada persatuan dan kesatuan bangsa. Kedua, kalau ada dasar dasar lain yang harus ia kemukakan, apakah dasar dasar itu. "Ya Allah, Ya Rabbi, berikanlah petunjuk kepadaku. Besok Pagi aku harus berpidato mengusulkan dasar dasar Indonesia Merdeka," kata Sukarnodalam doanya.
Maka ditanggal 1 Juni 1945 itu, dalam sidang yang dipimpin Ketua BPUPKI Dr Radjiman Wedyodiningrat. Dimana Sukarno secara tegas mengatakan, dirinya mengerti apa yang Dr Radjiman kehendaki. Yakni meminta falsafah atau minta philosophisce grondslag, "Paduka Ketua yang mulia meminta suatu Weltanschauung (pandangan hidup), diatas mana kita mendirikan negara Indonesia itu. Kita hendak mendirikan negara Indonesia Merdeka diatas Weltanschauung apa," ujar Sukarno.
Sukarno mengatakan, BPUPKI bersama-sama akan mencari persatuan philosophische grondslag, mencari satu Weltanschauung yang semua setuju. "Saya katakan lagi yang semua setuju. Yang Saudara Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar setujui, yang Saudara Sanoesi setujui, yang saudara Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui," tuturnya.
- Sukarno lalu menyampaikan lima prinsip dasar negara yakni: Pertama, Kebangsaan Indonesia. Dua. Internasionalisme atau Perikemanusiaan. Tiga, Mufakat atau Demokrasi; Empat, Kesejahteraan Sosial. Lima, Ketuhanan.
Dikatakan Sukarno, bahwa negara yang didirikan adalah untuk semua rakyat dari ujung Aceh sampai Irian (kini Papua). Untuk itu kata Sukarno, sebagai prinsip dasar negara yang pertama adalah Kebangsaan Indonesia. Yakni Kebangsaan Indonesia yang bulat. Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain. Tetapi kebangsaan Indonesia, yang bersama-sama menjadi dasar satu nationale staat.