Mohon tunggu...
Husni Setiawan
Husni Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Tutor Universitas Terbuka dan Karyawan Magang Perkumpulan Scale Up Riau

Pemikiran hanya bisa abadi dalam sebuah tulisan sederhana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Swasembada Pangan dan Monopoli Negara

8 Maret 2017   21:35 Diperbarui: 8 Maret 2017   21:43 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Entah apa yang ada dibenak negara yang “mengambil alih” kedaulatan rakyat dengan membuat keputusan yang mungkin negara anggap benar. Itu kira-kira yang terbesit dalam pikiran saya ketika melihat surat edarah Pemerintah Provinsi Sumatera Barat terkait pengelolaan lahan pertanian di Sumatera Barat. 

Dalam surat edaran tersebut dibunyikan bahwa untuk meningkatkan swasembada pangan sistem tanam setelah panen dipercepat setelah 16 hari panen langsung tanam kembali. Jika pemilik tanah tidak melakukannya maka lahan akan dikelola oleh TNI AD dan dinas pertanian daerah yang bersangkutan. Kalimat paling menohok yang mungkin menggelitik adalah pembagian hasil pemilik lahan dan pengelola adalah masing-masing 20% dan 80%, agaknya perlu diperjelas bahwa 20% adalah bagian dari pemilik lahan dan 80% bagian pengelola (TNI dan dinas pertanian).

Fenomena ini agaknya menjadi kabar baik bagi pemilik lahan yang tidak bergantung hidup pada hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun bagi pemilik lahan yang bergantung dari hasil panen pertanian bagaimana? 20% dari hasil panen nantinya menjadi sumber pendapatan apakah akan mencukupi kebutuhan sehari-hari?

Mungkin pemerintah telah memikirkan hal ini dan “mereka” meyakini bahwa dampak negatif dari kebijakan bisa diatasi dengan baik. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah benar pemerintah akan bertanggung jawab jika terjadi gagal panen dikemudian hari?

Hendaknya perlu ditinjau kembali dari berbagai perspektif seperti dampak Ekonomi-politik. Dalam konteks ekomoni pembagian hasil tersebut mungkin layak dikarenakan semua modal akan ditanggung oleh pengelola dan pemilik lahan menerima bersih dari hasil panen, mungkin bisa dibahasakan pengelola menyewa lahan pertanian sipemilik lahan. Kembali kepertanyaan awal apakah jika terjadi gagal panen pemerintah akan menjamin memberikan “uang sewa” lahan tersebut? 

Dalam pandangan ekonomi, keuntungan menjadi orientasi akhir dari sebuah usaha dan tidak pernah kegiatan ekonomi dibuat untuk tujuan kerugian. Begitu juga halnya dengan perspektif politik yang menekan pemilik lahan dengan kebijakan untuk mencapai tujuan swasembada pangan seperti yang telah direncanakan. Namun perlu disadari bahwa akan lahir dampak sosial yang buruk yaitu berkurangnya kreatifitas masyarakat dalam meningkatkan taraf hidup melalui lahan pertanian karena telah dikelola oleh pemerintah.

Monopoli Sistem Ekomomi oleh Negara

Monopoli diartikan sebagai pengendalian kegiatan ekonomi oleh seseorang/kelompok (pemilik modal) untuk mendapatkan keuntungan yang banyak. Pengendalian ini akan berdampak buruk jika pemilik modal melakukan kecurangan sehingga merugikan orang banyak. Monopoli negara terhadap pasar bagi saya bukan sesuatu yang salah jika dilakukan dengan tujuan kestabilan harga pasar. Namun jika monopoli dilakukan untuk menguntungkan segelintir orang saja maka hal itu tidak lebih baik dari penjajahan.

Dalam perspektif ekonomi-politik, ada dua sistem ekonomi yang biasanya diajarkan oleh kalangan akademis. Pertama sistem ekonomi kapitalis, dengan prinsip semua kegiatan ekonomi ditentukan oleh pasar, pemerintah tidak ikut campur dalam kegiatan ekonomi untuk mempengaruhi harga. Kedua adalah sistem ekonomi sosialis, yang bertolak belakang dengan system pertama, yaitu pemerintah ikut andil dalam mempengaruhi harga pasar dengan tujuan kesama-rataan.

Dalam kasus peningkatan swasembada pangan ini, agaknya pemerintah kita memiliki asumsi bahwa Indonesia sebagai negara kesatuan dan menganut sistem ekonomi pancasila mencoba mendamaikan sistem ekonomi kalipalis dan sosialis ini. Satu sisi masyarakat dibebaskan untuk melakukan kegiatan ekonomi secara adil namun disisi lain pemerintah ikut andil dalam kegiatan ekonomi masyarakat. Apakah hal ini dimaksud untuk tujuan kesejahteraan masyarakat hanya “mereka” yang tau.

Jika pemerintah melakukan pengaturan pertanian hanya untuk meningkatkan swasembada pangan maka tindakan ini logis dan dapat diterima, namun dalam perspektif politik, monopoli adalah tindakan yang tidak dibenarkan dalam sistem demokrasi yang mengutamakan kebebasan individu. Namun sekali lagi mungkin karena Indonesia menganjut sistem demokrasi pancasila, maka gabungan antara sosialis dan kapitalis diaduk menjadi sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun