Mohon tunggu...
Een Nuraeni
Een Nuraeni Mohon Tunggu... Administrasi - pekerja sosial

"Orang yang tidak menulis, tidak punya sejarah"

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengungkapkan Perasaan, Apa Salahnya?

20 Juli 2020   22:09 Diperbarui: 20 Juli 2020   22:10 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: fk.ugm.ac.id

Apa yang akan kamu lakukan jika menyukai seseorang dalam waktu yang cukup lama namun tidak pernah bilang pada orang yang kamu sukai? Terutama bagi perempuan. Aku yakin akan ada beban berat di hati, seperti ada ganjalan yang sering membuat sesak di dada. Rumit sekali, terlebih jika orang yang disukai tidak kunjung memberikan tanda-tanda kalau dia juga menyukai kamu. Pasti sering ada gejolak di hati "Masa harus aku bilang terang-terangan ke dia sih? Aku kan perempuan, malu."

Apa kamu pernah seperti itu? Aku yakin banyak orang pernah mengalami hal seperti itu, kamu tidak sendirian.

Banyak alasan kenapa seseorang memilih diam dan tidak berani mengatakan apa yang di rasakan. Memilih untuk memendam dan menyimpan perasaan itu sangat lama di hatinya. Jangankan perempuan, banyak laki-laki juga tidak berani melakukannya karena beberapa pertimbangan.

 Hati seseorang tidak akan pernah ada yang tahu  seberapa dalam itu. Banyak perasaan dan rahasia disimpan rapat tersembunyi di dasar sana. Perasaan yang tidak berani dimunculkan ke permukaan oleh pemiliknya. Apakah perasaan itu aib atau sesuatu yang memalukan? Sehingga harus ditutupi sangat rapat dan tidak boleh diperlihatkan. Tentu saja tidak, itu normal. Perasaan suka bukan aib. Pasti ada alasan kita menyukai seseorang, entah kagum karena kebaikannya, entah karena karakternya, kecocokannya dengan kita, atau kita bisa melihat masa depan jika bisa bersamanya. Hehe...

Ketakutan yang berlebihan, padahal belum tentu apa yang ditakutkan menjadi nyata. Kita tidak akan pernah tau jika tidak mencoba. Beresiko, memang. Setiap pilihan pasti ada resikonya. Resiko malu adalah yang terbesar yang harus dihadapi. Padahal bukan dosa dan aib jika disampaikan dengan benar. Tapi tetap saja itu sulit bagi perempuan, mental banget harus mengungkapkan perasaan ke laki-laki. Minder, tidak percaya diri dan takut sakit hati. Kalau di tolak gimana? Ya resiko, kan kita memang ingin memastikan sesuatu yang belum pasti. Kalau sudah pasti kita tidak harus bersusah payah memberanikan diri berbicara duluan.

Hampir semua perempuan berfikir bahwa laki-laki yang harus bilang duluan. Entah itu bilang soal rasa suka, ngajak kenalan, ngajak jalan, apalagi ngajak serius. Taukah kita, kalau itu juga beban bagi mereka? Mereka juga manusia, pasti ada kekhawatiran saat hendak bilang ke kita. Hanya saja, karena sudah lazim kalau laki-laki bilang duluan jadi mungkin lebih mudah untuk mereka. Mungkin.

Kita tidak tahu bagaimana laki-laki menanggapi itu semua atau seperti apa respon pikiran mereka ketika mendapati seorang perempuan menyatakan perasaannya. Dan pasti relatif, tergantung laki-lakinya. Ada yang mungkin tidak suka, tidak lazim atau ada juga yang mungkin malah bersyukur kalau kita bilang duluan. Memudahkan langkah mereka.

Kita juga bisa menghemat waktu dan lebih cepat menerima kenyataan jika berinisiatif memberanikan diri mengungkapkan perasaan. Daripada menunggu entah kapan rasa penasaran itu akan terjawab. Membuang waktu dan energi lebih banyak. Mending tanya langsung, apapun jawabannya.

Proaktif memang perlu energi dan mental yang besar. Tapi pasif akan lebih melelahkan. Seseorang pernah bilang, jika kita hanya menunggu maka kita hanya akan menerima yang datang. Entah itu sesuai kriteria kita atau tidak, cocok atau tidak. Random.

Tapi kalau kita proaktif, kalau suka, ada kecocokan dan sesuai kriteria, kita coba menyampaikan dengan baik. Maka kita akan berpeluang besar bisa mendapatkan laki-laki berkualitas sesuai kriteria kita. Hemat waktu juga, kalau tidak berbalas berarti bisa cepat hapus dari pikiran. Bisa membuka mata lebar-lebar lagi untuk menemukan laki-laki yang tepat. Namanya juga ikhtiar. Kalau tidak mau mengambil resiko, kamu akan terus berada dititik ini dan tidak akan pernah belajar melangkah menuju kenyataan.

Bagaimanapun, sebaiknya memang disampaikan sebaik mungkin. Darpiada terus berharap dan kecewa juga pada akhirnya, mending dipastikan. Biar lega dan tidak bertanya-tanya lagi. Kasian pikrian dan hati kita, energinya tersedot banyak hanya untuk sebuah harapan yang tidak pasti itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun