Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dulu, Orang Arab Itu Pemabuk

13 November 2020   09:59 Diperbarui: 13 November 2020   10:01 1261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sungguh keterlaluan, kucing diberi minuman keras. Teler. Foto | Zenith Citi Online

Urusan mabuk  memang membahayakan. Ketika orang jatuh cinta, di sebagian anggota masyarakat menyebutnya tengah mabuk lantaran menahan rindu yang terlalu dalam. Dampaknya, bila tak bisa mengendalikan diri boleh jadi yang bersangkutan cari pelarian menjadi pemabuk.

Yang dimaksud jadi pemabuk di sini, ya tidak lain menjadi gemar meminum minuman keras (beralkohol). Namun tidak selalu orang mabuk atau pemabuk dilatarbelakangi jatuh cinta atau putus cinta. Bisa jadi karena di lingkungan masyarakat setempat sudah menjadi kebiasaan, bahkan tradisi, meminum minuman keras yang memabukan sebagai perbuatan dibenarkan.

Karenanya, di berbagai daerah dikenal minuman keras seperti Cap Tikus. Mungkin di daerah lain punya merek lain yang bahan bakunya berasal dari tanaman di daerah bersangkutan.

Dulu, di Arab Saudi,  soal urusan mabuk  tidak ada larangan. Setiap orang boleh mengonsumsi minuman keras.  Urusan mabuk pun tidak terlalu dipersoalkan. Meminum minuman keras sebagai kegemaran sehari-hari. Kok bisa, ya?

Itu dulu, kala tanah Arab dalam zaman kegelapan,  jahiliyah. Jangankan orang mabuk, orangtua mengubur anak perempuannya pun dianggap sebagai suatu kebanggaan. Kala Nabi Muhammad Saw, urusan mabuk itu, demikian berat untuk diatasi.

Dapat dibayangkan, bila dijumpai seseorang Muslim mendirikan sholat lima waktu dalam kondisi masih mabuk. Jangankan untuk berkonsentrasi menghadap kiblat, untuk mengucap takbir saja tak bakalan mampu dan sempurna.


Jika dulu di Tanah Arab sudah ada organisasi kemasyarakatan (Ormas) seperti Front Pembela Islam, pasti sudah diberengus habis hingga tuntas.

Nah, sekarang, sangat masuk akal ketika Rancangan Undang-undang Larangan Minuman Beralkohol (Minol) atau minuman keras hendak diatur oleh para anggota dewan yang terhormat tak kunjung selesai dibahas.  Pernah dibahas, lalu menghilang dari gedung parlemen. Eh, sekarang mengemuka lagi.

Potensi pembahasan RUU Minuman Beralkohol (RUU Minol) selesai dibahas sangat mungkin, namun jangan lupa di luar gedung parlemen mencuat pernyataan nyinyir. Pasalnya, urusan mabuk itu sayogiaya menjadi rusan pribadi. Menyangkut privasi atau keleluasaan seseorang. Negara terlalu jauh ikut campur. Gitu alasan yang mengemuka.

Nah, kembali ke Arab Saudi.  Persoalan mabuk sudah umum di zaman Rasulullah Saw. Lantas, secara bertahap larangan minuman keras dilakukan.

Tidak ujug-ujug para sahabat Nabi Saw yang doyan mengonsumsi minuman keras langsung dihentikan kebiasaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun