Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gagal Nikah Lantaran Orangtua Angkuh

16 Januari 2020   08:58 Diperbarui: 16 Januari 2020   09:01 2247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi, arak-arakan lamaran dalam adat Melayu di Kalimantan Barat. Foto | BenarNews.com

Bobot itu meliputi: (1) Jangkeping Warni (lengkapnya warna), yaitu sempurnanya tubuh yang terhindar dari cacat fisik. Misalnya, tidak bisu, buta, tuli, lumpuh apalagi impoten; (2) Rahayu ing Mana (baik hati) bahasa kerennya "inner beauty".

Termasuk kategori ini adalah kepahaman agama sang menantu; (3) Ngertos Unggah-Ungguh (mengerti tata krama); (4) Wasis (ulet atau memiliki etos kerja). Meski begitu diingatkan, tidak boleh silau oleh harta dan kemewahan yang dimiliki calon menantu.

Bagaiman dengan bibit? Di sini kita diminta jangan pilih menantu seperti membeli kucing dalam karung, asal-usulnya nggak jelas, keluarganya juga remang-remang, pekerjaannya cuma begadang di jalanan. 

Namun, bukan berarti bahwa kita harus mencari menantu keturunan "darah biru", tetapi setidaknya calon menantunya punya latar belakang yang jelas dan berasal dari keluarga baik-baik.

Bebet dimaknai sebagai status sosial (harkat, martabat, prestige). Bebet penting tapi tidak terlalu penting. Alasannya,  janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi.

Tapi, apa salahnya kalau status sosial sesorang juga menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan calon menantu. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa status sosial juga merupakan kebutuhan dasar manusia. Itulah filosofi Jawa tentang bobot, bibit, bebet.

Penting diingat bahwa dalam filosofi Jawa dikenal lima perkara perjalanan hidup manusia, yaitu siji pesthi (mati), loro jodho (jodoh), telu wahyu (anugerah), papat kodrat (nasib), lima bandha (rizki).

Diakui perjodohan adalah "departemen asmara" yang berada di bawah kepengawasan dan kendali Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Tapi, bukan berarti kita hanya bisa berdiam. Lalu berpangku tangan menunggu runtuhnya durian. Kita wajib ikhtiar supaya tidak salah memilih yang akhirnya terpuruk  dalam penyesalan.

Seluruh pandangan dan pemahaman ini, menurut penulis sangat baik. Idealnya memang harus demikian.Tapi, jika berpegang terlalu "kaku", bisa jadi akan menyesatkan diri.  Mengapa? Ya, namanya saja manusia. Tidak ada yang sempurna.

Manusia kadang terperangkap dengan visual, tampilan seseorang. Tak tahunya, pada diri orang bersangkutan keropos mentalnya. Mudah tergelincir karena godaan. 

Bukankah kita sering ingat ada tiga godaan terbesar bagi laki-laki, yaitu Harta, Tahta, dan Wanita. Ketiganya disebut-sebut sebagai biang keladi terhadap kehancuran bagi  seorang laki-laki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun