Mohon tunggu...
Edy Supriatna Syafei
Edy Supriatna Syafei Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis

Tukang Tulis

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Kata "Kardus" Berpotensi Jadi Bahasa Gaul

11 Agustus 2018   17:04 Diperbarui: 12 Agustus 2018   04:14 3987
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Telur ayam itu menetas. Lalu dipindahkan ke dalam kardus, langsung dipisah dari induknya. Anak ayam pitik berteriak, kiyek.. kiyek sepanjang malam. Induknya pun dari kejauhan mencari-cari sambil mengeluarkan suara kruk.. kruuuk. Sukar penulis menggambarkannya. 

Tapi yang jelas anak ayam yang masih baru menetas itu terus saja mengeluarkan suara. Sementara induknya mencari-cari sambil mengeluarkan suara khasnya.

Dalam waktu singkat, anak ayam yang dipisah tadi bisa menyesuaikan dengan lingkungan baru. Hidup dalam kardus. Fasilitas lengkap, air minum dan makanan tersedia. Jika malam diterangi dengan lampu listrik dengan harapan ia tetap dalam lingkungan hangat. 

Sementara sang induk sibuk dengan dirinya sendiri. Bisa jadi, sang induk sudah lupa warna bulu, warna dan suara anak ayam pitik yang menetas itu.

Mencermati anak ayam hidup dalam kardus, yang semula berjumlah 5 ekor, lambat laun jumlahnya ke depan makin berkurang. Awalnya, mati satu ekor karena dugaan penulis mereka saling bersaing adu kuat hidup di dalam kotak. Yang lemah sering terinjak ketika berebut makanan meski tersedia cukup. Lantaran sering terinjak, ya akhirnya ayam pitik lemah kemudian mati.

Ayam masih pitik dipelihara dalam kardus. Foto | Dokpri
Ayam masih pitik dipelihara dalam kardus. Foto | Dokpri
Ayam pitik tinggal empat. Eh kemudian mati berbarengan dua ekor. Mati saja ayam itu kompak, pake bareng. Atau barang kali diinjak oleh saudaranya yang lebih tua sehingga kemudian fisiknya lemah dan 'te-it', 'ko-it' atau menemui ajalnya. Tidak tahu kita, apakah ayam pitik tadi mati akan masuk surga atau neraka. Sebab, untuk membahas prihal ini tentu ada pakar tersendiri.

Menempatkan anak ayam pitik lebih praktis ke dalam kardus. Di dalam kardus, anak ayam hidup nyaman setelah diberi makanan, minum, cahaya yang baik dan suhu dapat dikontrol. Jika beruntung, boleh jadi usai induknya menetaskan 10 atau 11 butir telur, si pitik dapat hidup semua.

Jangan pandang dengan sebelah mata tentang peranan kardus. Kardus, meski sudah terkoyak, tercabik-cabik terpisah bagian satu dengan bagian lain tetap saja dicari orang karena mudah didaur ulang. Dapat dimanfaatkan kembali. 

Setidaknya, kardus yang sudah rusak masih dicari oleh pemulung. Coba perhatikan, ketika anda berbelanja di pasar swalayan, di pintu keluar disediakan kardus bekas.

Mungkin lantaran makin banyak peminatnya terhadap kardus bekas itu, petugas seperti di pasar swalayan di kawasan Pasar Rebu, minta kepada pengunjung untuk mengambil kardus cukup dua lembar saja. 

Karena petugas seperti marah, penulis yang mengambil tiga lembar akhirnya memulangkan semua kardus bekas yang telah diambil. Eh, malu diri ini rasanya. Tapi, mungkin juga petugas itu diperintahkan untuk menjadi orang kikir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun