Mohon tunggu...
edy mulyadi
edy mulyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Media Trainer,Konsultan/Praktisi PR

masih jadi jurnalis

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Rupiah Kian Lunglai, Saatnya Devisa Balik Kandang

6 November 2018   16:13 Diperbarui: 7 November 2018   08:03 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

 

Dolar Amerika pagi ini (Selasa, 6 Nov) makin perkasa, sudah menyentuh Rp14.980/US$. Dalam rentang 9 Mei hingga 6 November, rupiah terombang-ambing pada kisaran terendah di Rp15.234,61 (11 Oktober) dan tertinggi Rp13.818,89 (1 Juni).

Banyak pihak yang khawatir atas tren kian loyonya rupiah. Perusahaan yang eksposur kredit dan biayanya banyak dalam denominasi dolar jadi yang paling terpukul. PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), misalnya, pekan silam mengumumkan, sepanjang periode kuartal III tahun ini diterkam rugi hingga Rp18,48 triliun. Kerugian itu terjadi karena terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar dan naiknya harga bahan bakar. Tidak tanggung-tanggung, kerugian karena selisih kurs (unrealised lost) saja mencapai Rp17,33 triliun.

Kerisauan banyak pihak, khususnya dunia usaha, atas terus melemahnya rupiah ternyata tidak dirasakan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dengan enteng dia bahkan bisa membuat pernyataan setiap pelemahan Rp100 terhadap dolar Amerika, negara memperoleh tambahan penerimaan hingga Rp1,7 triliun.

Sri juga tampaknya bungah kalau harga minyak di pasar dunia melambung. Katanya, setiap kenaikan harga minyak mentah (ICP) US$1 per barel, negara dapat tambahan penerimaan Rp660 miliar. Padahal, bagi PLN naiknya harga minyak berarti neraka. Bayangkan, tiap kenaikan US$1/barel, pabrik setrum pelat merah itu harus merogoh kocek lebih dalam sebesar Rp268 miliar.

Bagaimana mungkin seorang Bendahara Negara kok bisa-bisanya asyik dengan urusannya sendiri sekaligus abai terhadap nasib pihak lain. Perkara PLN atau perusahaan lain jadi sekarat bahkan putus nyawa karena naiknya harga minyak dan lunglainya rupiah, itu bukan urusannya. EGP, emang gue pikirin! Tapi sudahlah, cape juga bicara soal Menkeu yang satu ini.

Kambing hitam

Kembali ke soal rupiah yang lunglai, ekonom senior Rizal Ramli termasuk orang yang menaruh perhatian serius untuk perkara ini. Dia juga sudah lama gemas dengan sikap pemerintah yang cenderung kopeg alias degil dalam menyikapi melandainya ekonomi nasional. Menkeu dan para menteri ekonomi lebih suka berkelit dan mencari kambing hitam sebagai pembenaran atas letoinya perekonomian. Dan, modus yang rama-ramai mereka pakai adalah, menyalahkan faktor-faktor eksternal.

Memang, pemerintah sudah mengambil sejumlah langkah untuk mengerem laju kemerosotan rupiah. Antara lain dengan penundaan atau pembatalan proyek infrastruktur yang sebelumnya sangat gegap-gempita. Cara lainnya, menekan impor sejumlah komoditas agar neraca perdagangan tidak njomplang dan devisa banyak terkuras keluar.

Menurut RR, begitu mantan Menko Ekuin masa Gus Dur ini biasa disapa, langkah itu saja tidak cukup untuk mengatasi pelemahan rupiah terhadap dolar AS. Kalau menekan impor, baiknya pemerintah berkonsentrasi pada 10 komoditas yang nilai impornya besar. Bukan sibuk menyisir barang-barang remeh-temeh dan printilan. Maklum, untuk menekan impor Menkeu menaikkan tarif pajak impor atau PPh pasal 22 sebesar 7,5%-10% atas 1.147 komoditas.

Wajib parkir devisa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun