Mohon tunggu...
Humaniora

Review Paper tentang Transformasi Komunikasi Lingkungan

14 September 2017   13:43 Diperbarui: 14 September 2017   13:50 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Review Paper:

"Transformasi Komunikasi Kebencanaan Menuju Masyarakat Sadar Bencana" karya Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (Mochamad Rochim, Dede Lilis Ch, Nova Yuliati)

 Melihat dari bagian abstrak dalam paper "Transformasi Komunikasi Kebencanaan Menuju Masyarakat Sadar Bencana" kita dapat mengetahui bahwa peneliti berusaha untuk mengeskplorasi fenomena keterlibatan warga dalam mengantisipasi bencana sebagai suatu hal yang menarik untuk dikaji. Kemudian para peneliti yang berasal dari jajaran Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung ini juga berusaha mengeskplorasi bagaimana sebuah masyarakat sadar dan mampu mengantisipasi bencana banjir yang menjadi ritual masyarakat daerah aliran sungai Citarum.

Berangkat dari keadaan lingkungan di Indonesia yang kerab dilanda dengan bencana dan kurangnya informasi juga teknologi dalam mengantisipasi bencana menimbulkan banyak kerugian baik dalam hal materi atau korban jiwa. Di samping itu sikap apatis masyarakat dalam menjaga lingkungan di sekitarnya juga terbilang masih kurang sehingga menyebabkan bencana seperti longsor akibat penebangan liar hingga banjir akibat kebiasaan membuang sampah sembarangan kerap terjadi.

Dalam menghadapi permasalahan terkait sadar bencana, pemerintah juga terkesan gagap dalam mengantisipasi dan menghadapi bencana. Paper ini mencermati bahwa aliran informasi yang simpang siur serta tata kelola yang tidak terintegrasi dengan baik akan memperburuk keadaan. Hal ini dikarenakan bahwa informasi yang baik adalah hal yang sangat penting untuk mengurangi dampak bencana. Dalam paper inipun peneliti mengutip penjelasan Frank Dance (dalam Littlejohn, 2006:7) yang menyatakan "salah satu aspek penting di dalam komunikasi adalah konsep reduksi ketidakpastian".

Menurut saya memang betul apa yang peneliti sampaikan dalam paper ini bahwa reduksi ketidakpastian mampu meningkatkan masyarakat dan pemerintah dalam bertindak secara efektif demi menghadapi bencana yang terjadi. Berangkat dari hal tersebut, peneliti dalam paper ini juga menegaskan pentingnya proses penanggulangan bencana yang baik yang juga telah ditetapkan dalam UU No 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana serta telah pula hadir Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) di tingkat pusat dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di setiap provinsi.

Namun kembali ditegaskan bahwa campur tangan masyarakat dalam mengantisipasi dan menanggulangi bencana ini juga sangat diperlukan. Apabila sikap apatis masyarakat terhadap lingkungannya masih saja tinggi maka semuanya akan sia-sia. Seperti halnya di Kota Bandung yang sering dilanda banjir dan longsor di Garut adalah contoh keapatisan masyarakat terhadap lingkungannya karena kedua bencana di Bandung dan Garut tersebut terjadi karena perubahan fungsi lahan dan bukan karena curah hujan yang lebat.

Dilihat secara geografis sebenarnya Garut yang terletak bersebelahan dengan Kabupaten Bandung, sangat jarang muncul di media terkait kasus bencana banjir, namun sikap apatis masyarakatlah yang menyebabkan kasus bencana banjir di Garut menjadi booming di media. Berbeda dengan Kabupaten Bandung yang dialiri Daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum jauh lebih terkenal sebagai langganan banjir. Paper ini menyertakan kejadian pada Kamis tanggal 2 Maret 2017 dimana Citarum meluap dan memutus jalan penghubung antara Kabupaten Bandung dengan Kota Bandung sehingga menimbulkan kemacetan parah di daerah Dayeuhkolot hingga Banjaran.

Hal ini kemudian menyadarkan masyarakat di sekitar Daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum untuk mengambil peran dalam mengantisipasi bencana. Hal inilah yang menyebabkan transformasi kebencanaan timbul, dalam paper ini disebutkan bahwa masyarakat di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung menjadi penggagas dan pelaksana yang tergabung di dalam Komunitas Garda Caah dan Jagai Balai. Masyarakat di Kecamatan Majalaya Kabupaten Bandung sendiri merupakan warga yang terkena dampak banjir karena bermukim di sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum.

Komunitas Garda Caah (penjaga banjir) yang hadir di wilayah banjir sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum Majalaya adalah sebuah hal yang patut diapresiasi karena komunitas ini menjadi wadah bagi warga untuk berbagi informasi mengenai banjir. Upaya dari komunitas ini tidak sia-si, terbukti pada banjir besar 12 November 2008, misalnya, tak ada korban jiwa dan warga yang terluka minim. Warga sudah memperbanyak karung pasir untuk menahan air di bantaran sungai dan saat banjir tiba banyak warga yang sudah keluar dari rumah. Hasilnya, 4.231 warga kecamatan selamat, sekalipun tinggi lumpur sampai satu meter di beberapa titik.

Kesuksesan ini dapat terwujud karena adanya pengurangan ketidakpastian dengan cara meningkatkan informasi terkait lingkungan. Proses penyebaran informasi sendiri melalui berbagai media, yaitu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun