Mohon tunggu...
EDROL
EDROL Mohon Tunggu... Administrasi - Petualang Kehidupan Yang Suka Menulis dan Motret

Penulis Lepas, Fotografer Amatir, Petualang Alam Bebas, Enjiner Mesin, Praktisi Asuransi. Cita-cita: #Papi Inspiratif# web:https://edrolnapitupulu.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Blunder Politik Ahok dan Teman Ahok, Menghujat Spirit Independen

29 Juli 2016   12:06 Diperbarui: 29 Juli 2016   16:18 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Deklarasi Calon Gubernur Ahok (sumber: www.detik.com dan www.temanahok.com

Keputusan Teman Ahok dan Gubernur Ahok bergandengan tangan dengan partai politik dalam deklarasi di markas Teman Ahok, Graha Pejaten, Pasar Minggu adalah blunder politik.

Gubernur Ahok boleh sering berteriak lantang dan kerap mengatakan bahwa mati adalah keuntungan. Namun nampaknya beliau tidak siap mati untuk karir politiknya alias tidak menjabat menjadi Gubernur lagi karena takut gagal melalui jalur independen. Beliau yang begitu galak menggusur Kali Jodoh dan membentak pengembang nakal harus menyerah pada kegalauan haus kemenangan kalau tidak mau disebut haus kekuasaan.

Jalur independen yang menurut saya sebagai penyeimbang jalur partai politik, yang awalnya murni dan sakral ternyata pada ujungnya harus tunduk pada kelihaian kalau tidak mau dikatakan kelicikan politikus melakukan intimidasi "kesukaran" dan "kegagalan". Jalur independen adalah yang diusung oleh sebagian pemuda peduli Jakarta Baru, bila berhasil maju mengusung Independen memang bukan sesuatu yang baru namun semangat yang membaharu dalam spirit independen yang perlu diutamakan. Kemenangan dalam pertandingan adalah urusan belakangan. Bila sudah maju berperang, pantang bersurut.  

Dengan deklarasi jalur parpol, jelas pengurus Teman Ahok menghujat spirit independen. Umumnya kalau dalam kitab suci, perihal penghujatan imbalannya adala kutuk atau kematian pada yang menghujat. Kalau dalam politik istilah halusnya menciderai konsituen, yang telah menyetorkan copy KTP dan isi formulir. Wajar di media sosial banyak seruan #KTP Gue Buat Apaan Hok?... Teman Ahok diplesetkan jadi Teman Kapok....#Balikkin KTP Gue.

Pemuda Jakarta tentunya tidak terima, pokoknya Kita Pakai Jalur Parpol. Hampir seluruh harkat spirit independen yang diwakilkan oleh pendukung KTP Teman Ahok kembali ke titik nol, punah sia-sia.

Ada pepatah bahwa dari buahnyalah kamu mengetahui pohonnya. Dari keputusan politiknya lah kamu mengenal buah politiknya. Secara manajemen perbaikan Jakarta, Gubernur Ahok pantas mendapat penghargaan. Namun untuk kredit politik, masih jauh panggang dari api. Muncul kembali karakter lamanya, bagai kutu loncat. Kutu loncat memang karakter paling rendah dalam politik, sehingga ada ungkapan terkenal memaknai kata politik dari Larry Hardiman yakni : "Politics, n: [Poly "many" + tics"blood-sucking parasites"]" yang secara harafiah artinya hanya berisi kumpulan kutu penghisap darah. 

Sepanjang sejarah demokrasi dan politik, jalur independen memang sulit menang. Jalur partai politik juga belum tentu menang dalam pemilihan. Bagi konstituen, spirit independen adalah berjuang pantang mundur, walau sulit. Toh seperti postingan saya sebelumnya, memang pasti sengsara

Gubernur Ahok resmi memakai kembali belenggu tersebut, bahkan mengajak kumpulan pemuda-pemudi polos merasakan kekotoran belenggu partai, yang berjuta-juta orang telah menjilatnya. Beribu-ribu sumpah-serapah Teman Ahok pada cuit Twitter-nya tentang partai politik. Kini hanya sejarah euforia selebriti. Mereka tenggelam kembali dalam lumpur jebakan partai politik yang berangsur-angsur akan menarik mereka jauh ke dalam. 

Tak bedanya dengan sindiran almarhum negarawan bangsa, Pak Agus Salim dalam sebuah cerita kesaksian:

"Agus Salim yang dianugrahi kejeniusan dan hidup sebagai orang besar tidak lantas membuatnya tinggi hati. Kesederhanan Agus Salim ini terlihat pada saat dirinya menghadiri salah satu konferensi besar di mana saat itu dia makan dengan menggunakan tangannya sementara para peserta muktamar menggunakan sendok.

 Ketika sebagian anggota muktamar mencemooh dengan mengatakan "Salim, sekarang tidak saatnya lagi makan dengan tangan, tapi dengan sendok," kemudian dia hanya menjawab "tangan yang selalu saya gunakan ini selalu saya cuci setiap kali akan makan, dan hanya saya yang memakai dan menjilatnya. Sementara sendok-sendok yang kalian gunakan sudah berapa mulut yang telah menjilatnya". Sontak hadirin pada saat itu malu dan langsung terdiam."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun