Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Nina, Cerebral Palsy Bukanlah Penghalangnya Untuk Berprestasi

21 Mei 2015   20:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:44 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap manusia pasti punya kelebihan dan kekurangan. Tapi tak banyak orang yang memandang bahwa kekurangannya justru bisa menjadi satu kelebihan baginya, yang orang lain belum tentu mampu melakukannya. Adalah Safrina Rovasita, gadis penyandang cerebral palsy asal Yogyakarta ini telah membuktikannya.

[caption id="attachment_384657" align="aligncenter" width="300" caption="Nina yang ceria (sumber foto dari FB Safrina Rosavita)"][/caption]

Nina, demikian gadis ini biasa dipanggil, dengan segala keterbatasan yang dimilikinya telah berhasil membuktikan pada semua orang bahwa cacat fisik bukanlah halangan atau kendala bagi orang untuk berprestasi. Diusianya yang tahun ini genap 30 tahun, Ninalahir pada tanggal 1 Mei 1985, cukup banyak prestasi yang telah diukirnya.

Kenapa Nina bisa berprestasi? Ya, karena Nina bukanlah sosok gadis yang mudah menyerah dengan kekurangannya. Meski jalan yang dilaluinya tak semudah jika dibandingkan anak-anak normal lainnya, tapi bagi Nina itu bukanlah alasan untuk maju. Dan semua itu tentunya juga atas dukungan orang-orang terdekatnya, khususnya orang tua Nina dan juga saudara-saudaranya sendiri. Karena memang hanya lingkungan atau orang-orang terdekatlah yang waktu itu menganggap Nina sama seperti anak-anak normal lain, mampu melakukan hal-hal yang umumnya dilakukan anak normal sepanjang diberi kesempatan dan tentunya fasilitas pendukungnya.

Putri keempat dari pasangan suami istri Suprapto dan Masriyah ini sejak kecil memang menderita cerebral palsy. Nina sulit berbicara dengan lancar, kalaupun bicara dengan terbata-bata dan hanya orang-orang terdekatlah yang paham akan apa yang diucapkannya. Tak hanya itu, di saat anak-anak balita lain seusianya sudah bisa berjalan, Nina sama sekali belum bisa berjalan. Tak kenal lelah, Bu Masriyah selalu menemani Nina untuk melakukan fisioterapi ke RS. Sarjito Yogyakarta. Ketelatenan seorang ibu yang pasti dilandasi dengan kasih sayang yang tulus itu akhirnya membuahkan hasil. Nina kecil akhirnya bisa berjalan sendiri, meski masih terseok-seok di usia 7 tahun.*)

Seperti halnya anak normal lainnya, Nina pun melewati setiap jenjang pendidikannya. Dimulai dari TK, SD, SMP, SMA bahkan hingga perguruan tinggi. Ya, Nina mampu melampaui setiap jenjang pendidikan hampir sama dengan waktu belajar yang biasa ditempuh anak normal lainnya. Meski tak mudah Nina mampu melewati fase "penggemblengan" mentalnya ini. Bagaimana tidak digembleng mentalnya, jika dia biasa diejek, dilecehkan, dipandang sebelah mata seolah-olah dia makhluk yang "aneh", baik dalam berbicara maupun berjalan oleh teman-temannya.

Ketika duduk dibangku SD (SDLB Kalibayem Yogyakarta), Nina sudah merasakan adanya diskriminasi pada dirinya. Sebagai penyandang cerebral palsy dia tetap dipandang sebagai anak cacat, apalagi motoriknya juga terganggu sehingga untuk menulis pun Nina mengalami kesulitan karena susah mengontrol gerak tangannya. Meski dengan segala keterbatasannya, akhirnya Nina mampu menyelesaikan SDnya dengan relatif lancar.

Di bangku SMP, diskriminasi terhadapnya ternyata belum berakhir. Di masa ini ada aja sekolah yang menolak dirinya lantaran tampilan fisiknya. Untungnya ada satu sekolah yang mau menerimanya dengan lapang dada. Bahkan kepala sekolahnya sendiri yang menyatakan bahwa Nina layak untuk mengenyam pendidikan di sekolah tersebutselagi dia mampu. Bukan lantaran belas kasihan, tapi memang karena prestasinya. Memang tak semua teman di sekolahnya mau menerima dirinya apa adanya, tapi setidaknya ejekan dan cibiran sudah mulai berkurang di jenjang SMP ini. Hanya saja kondisi motoriknya yang memang kurang bisa mengontrol tangannya membuat Nina gagal dalam menempuh ujian akhir di SMP ini. Nina mengalami kesulitan untuk memindahkan setiap jawaban soal ujian ke dalam lembar jawaban komputer. Tapi bukan Nina namanya kalau mudah putus asa. Kegagalan dalam ujian SMP tak menyurutkan langkahnya untuk terus mengikuti ujian kesetaraan. Dengan berbekal ijasah kesetaraan SMP inilah, Nina melanjutkan ke SMA. Waktu itu dia memutuskan sekolah di salah satu SMA swasta tak jauh dari rumahnya.

Selepas SMA, lagi-lagi Nina mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari panitia pendaftaran perguruan tinggi. Semua itu semata-mata karena fisik Nina yang dinilai berbeda dibanding calon mahasiswa pada umumnya. Padahal secara akademis jelas bahwa nilai-nilai di setiap mata pelajaran Nina semasa SMA terbilang baik. Meski mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan, Nina tetap bersikeras untuk kuliah. Akhirnya dia pun bisa diterima di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan Pendidikan Luar Biasa. Rupanya bukan hanya pendidikannya yang luar biasa, Nina memang tergolong mahasiswa luar biasa. Bagaimana tidak luar biasanya jika bangku kuliah pun dapat dia selesaikan dalam waktu yang cepat yakni 3,5 tahun saja. Bahkan dia tercatat sebagai mahasiswa lulusan tercepat dengan IPK yang sangat memuaskan yaitu 3,25. Dengan berbekal IPK tersebut, akhirnya Nina mendaftar sebagai tenaga pendidik.

Saat ini dia tercatat sebagai tenaga guru honorer di SLB Yapenas Yogyakarta. Dengan penuh kesabaran, dia ajarkan murid-muridnya membaca dan menulis lewat komputer. Dia sangat ingin agar masyarakat tidak memandang rendah kaum difabel. Mereka berhak mengenyam pendidikan sama seperti anak-anak pada umumnya. Selagi diberi kesempatan, dia yakin kaum difabel pun mampu berprestasi. Dirinyalah salah satu contohnya. Hobbynya membaca dan menulis membuat namanya sering tercatat sebagai penulis artikel di berbagai media cetak. Semua karya tulisnya itu sampai sekarang tersimpan rapi di rumahnya dalam wujud kliping.

[caption id="attachment_384659" align="aligncenter" width="300" caption="Nina ditengah anak didiknya (sumber foto dari FB Safrina Rovasita)"]

14321362521323540365
14321362521323540365
[/caption]

Nina memang sosok yang pantang menyerah. Semangatnya yang tinggi dalam meraih cita-citanya sudah merupakan bukti. Meski secara fisik dia cacat, tapi secara pemikiran dia luar biasa. Dia tak hanya kaya prestasi, tapi juga mandiri. Mandiri dalam arti yang sesungguhnya. Nina telah membuktikan bahwa cantik tak hanya dilihat secara fisik. Cantik hati jauh lebih penting dari segalanya. Itulah citra cantik Indonesia yang sesungguhnya. Sampai saat ini sudah beberapa media, baik cetak maupun elektronik yang memuat kisah hidupnya yang penuh inspiratif. Seorang gadis penyandang cerebral palsy yang berhasil menaklukkan kekurangannya.

Saat ini memang masih sangat jarang ada penyandang cerebral palsy yang mampu mengenyam pendidikan hingga ke jenjang perguruan tinggi. Menjadi guru pun juga masih sangat jarang. Tapi Nina mampu untuk itu. Bahkan mengejar pendidikan yang jauh lebih tinggi pun menjadi cita-citanya. Belajar dan terus belajar untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Mimpi agar penyandang difabel lebih dihargai. Agar masyarakat umum lebih friendly terhadap kaum difabel. Untuk itu Nina tak pernah lelah untuk terus belajar. Tak mau kalah dengan kakak sulungnya yang juga menyandang gelar S2, saat ini Nina bahkan tercatat sebagai mahasiswa S2 di Universitas Islam Negeri Yogyakarta. Dan malam ini semoga mimpi-mimpi Nina itu bisa segera terwujud. Apalagi dengan gelar yang disandang saat ini sebagai salah satu nominee Liputan 6 SCTV award, yang inshaa Allah akan ditayangkan secara langsung malam ini pukul 21.00 wib. Proud of you, Nina. Maju terus meraih prestasimu adikku!

*Seperti dikisahkan kakak sulung Nina yang sekarang menetap di Sumatera, tepatnya di Tanjung Pinang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun