Mohon tunggu...
Edi Kusumawati
Edi Kusumawati Mohon Tunggu... ibu rumah tangga -

Ibu dari dua orang putra yang bangga dengan profesinya sebagai ibu rumah tangga. Tulisan yang lain dapat disimak di http://edikusumawati.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

"Ma, Mucikari Itu Apa?" (Susahnya Memberi Pemahaman "Kata" untuk Anak-Anak)

25 September 2012   08:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:44 15028
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1348551223540522188

[caption id="attachment_207817" align="aligncenter" width="480" caption="berita yang juga menyebut kata "mucikari" (sumber Kompas.com)"][/caption]

Berbicara tentang "Bahasa Indonesia dan Kita", saya jadi teringat dengan teman semasa SMA dulu yang semalam berdialog dengan anaknya yang masih duduk di bangku SD. Isi dari dialog itu kemudian dibagikan ke salah satu jejaring sosialnya.  Bunyi dialog antara ibu dan anak itu kira-kira begini :

Anak : " Mucikari itu apa to mak?" (membaca sebuah judul di media online)

Ibu     : "Mucikari itu....sebuah profesi" (???) Anak : "Oooo" (tidak bertanya lagi) Ibu     : (cepat-cepat menutup judul yang bersangkutan)

Menyimak obrolan antara ibu dan anak tersebut, sebagai sesama ibu yang juga punya anak hampir seusia dengan anak teman SMA saya itu, mungkin saya juga akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh teman saya tadi. Saya akan cepat-cepat menutup judul yang tengah saya baca di media online tersebut. Bukan karena anak saya dilarang untuk ikut membaca berita-berita yang seperti itu, tetapi lebih pada kekhawatiran saya seandainya anak saya bertanya lebih jauh tentang arti kata mucikari yang sebenarnya.

Seandainya anak saya tetap ingin minta penjelasan arti kata mucikari itu, saya bukan tidak mau menjelaskan. Tetapi mungkin saya akan merasa kesulitan memilihkan kata yang tepat untuk menjelaskan kata mucikari itu sesuai dengan pemahaman anak seumuran dia. Kalau misalnya saya jawab bahwa mucikari adalah sebuah profesi yang berhubungan dengan pelacur, PSK (Pekerja Seks Komersial) atau WTS (Wanita Tuna Susila), saya juga tidak yakin apakah anak saya paham dengan penjelasan saya itu. Bisa saja anak saya semakin "mengejar" saya untuk menjelaskan lagi arti kata pelacur, PSK atau WTS tersebut.

Tentu saja hal yang seperti inilah yang seringkali membuat "kerepotan" para orang tua seperti saya ini. Repot untuk menjelaskan makna dari kata-kata seperti mucikari, pelacur, germo dan kata-kata yang sejenis. Hal seperti ini setidaknya juga menimpa saya kemarin. Ceritanya anak saya kemarin ada tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia untuk mengumpulkan salah satu contoh iklan di surat kabar. Tentu saja anak saya mencarinya di halaman khusus iklan. Kebetulan dari berbagai iklan yang dia baca terdapatlah satu iklan yang membuatnya tertarik untuk mengetahui maksud dari iklan tersebut. Akhirnya bertanyalah dia kepada saya.

Anak : "Ma, impotensi dan lemah syahwat itu apa sih?" (sambil menunjukkan iklan yang terdapat di surat kabar)

Saya : "Impotensi dan lemah syahwat itu sejenis penyakit. Kalau ingin tahu penyakitnya seperti apa, nanti pasti di pelajaran Biologi kamu akan tahu."

Terus-terang saya berusaha menjawab semampu saya. Yang penting anak saya sudah cukup paham dengan penjelasan saya. Kalau belum paham setidaknya nanti di pelajaran Biologi, dia bisa menanyakan materi itu kepada gurunya. Penjelasan dari guru Biologinya itulah yang saya harapkan bisa membantu anak saya memahami kosakata yang dimaksud dengan benar.

Padahal kosakata semacam itu sudah umum (bagi orang dewasa) dijumpai di berbagai media massa, baik surat kabar, televisi, radio dan tak terkecuali juga di media online. Membuat judul berita dengan menggunakan kosakata yang mungkin "tidak umum" bagi anak-anak kadang-kadang justru dilakukan oleh praktisi media massa. Justru memberi judul yang "wah" begitu akan mampu menaikkan oplah atau rating suatu media. Jadi sah-sah saja mereka menggunakan judul yang semacam itu. Karena itulah "menyalahkan" media yang memuat judul yang dirasa berlebihan bagi anak-anak juga bukan hal yang tepat, terkecuali media itu dikhususkan bagi anak-anak.

Lantas bagaimana upaya kita agar anak-anak kita yang seusia SD atau mungkin di bawahnya tidak perlu membaca berita-berita yang mungkin belum layak untuk mereka simak? Melarang anak-anak SD membaca surat kabar, melihat televisi, mendengar radio atau membuka internet juga bukan pilihan bijak. Justru di masa anak-anak seusia mereka rasa ingin tahunya relatif tinggi. Semakin mereka dilarang, semakin pula mereka berusaha untuk melanggarnya. Tidak boleh membuka internet, justru diam-diam mereka membukanya. Hal seperti itulah setidaknya yang dilakukan oleh anak saya. Jadi kita tidak perlu melarang, tapi cukup memberikan pengertian yang tentunya mudah untuk dipahami oleh anak seusia mereka. Dampingi anak ketika mereka menyimak berita baik di media cetak maupun elektronik. Jika mereka bertanya, usahakan menjawab dengan kalimat yang mudah dimengerti untuk anak seumuran mereka, tanpa perlu membelok-belokkan arti kata yang dimaksud. Memang tidak mudah, tapi justru disanalah letak "kepiawaian" kita sebagai orang tua. Terangkan arti atau makna kata yang dimaksud dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Jadi orang tua di era modern ini, memang kita dituntut untuk melek informasi. Dengan begitu kita juga tahu mana yang pantas dan tidak pantas, mana yang layak dan tidak layak disimak oleh anak-anak.

Selamat siang dan selamat beraktifitas.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun