Setiap penulis memiliki kebiasaannya masing-masing.Â
Ada yang menulis harus bertemankan secangkir teh atau kopi, ada yang tak memerlukan itu.Â
Ada yang menulis sambil menikmati camilan, ada yang malah merasa terganggu dengan makanan itu.Â
Ada penulis yang baru bisa bekerja di tempat sepi, ada yang tak merasa terganggu menulis di tempat ramai.
Menentukan Waktu Menulis
Nah, berkaitan dengan kebiasaan itu, bagaimana dengan waktu menulis? Ada sahabat yang membiasakan diri menulis di pagi hari. Ketika orang-orang masih tertidur pulas, ia sudah bangun dan berkemas memulai hari.Â
Pada pukul 05.00 ia sudah membasuh muka, duduk di belakang meja, dan mulai menulis. Ia menjadikan suasana sejuk dan sepi di pagi hari sebagai kesempatan baik dan tepat untuk menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan.
Suasana pagi secara psikologis memotivasinya untuk berkarya. Dan, suasana pagi dengan pikiran yang masih segar mendorongnya untuk menumpahkan ide-ide yang mengalir lancar.Â
Orang tipe ini akan menulis selama dua hingga tiga jam di pagi hari sebelum istirahat dan memulai kegiatan lainnya. Itulah waktu terbaik baginya.
Ada penulis yang memilih berkarya di pagi hari, ada juga yang memilih di malam hari. Ketika orang mulai mengantuk dan tidur, ia justru mulai menulis. Penulis tipe ini merasa bahwa saat malam yang sepi adalah waktu yang sangat nyaman untuk berkarya.
Tulisannya mengalir dengan sangat lancar. Ide-ide yang masih berkelindan di benaknya, dikeluarkan dengan leluasa, tanpa hambatan. Ia menikmati proses menulis demikian baiknya. Ia menulis dalam 2 sampai 3 jam lamanya. Malam hari adalah waktu terbaik baginya.
Anjuran Scheneider
Di samping kedua tipe penulis itu, ada pula yang tipe campuran. Artinya, si penulis bisa menulis kapan saja, tak mengenal waktu. Tak peduli apakah pagi, siang, sore, malam, ia bisa saja menulis.Â