Awal abad ke-21, Arsenal menjelma menjadi tim sepakbola papan atas di Liga Inggris dan Eropa. Sayangnya, perkembangan ini tidak disertai infrastruktur yang memadai. Yang paling mencolok adalah Stadion Highbury. Sebagai etalase klub, stadion berkapasitas 48 ribu penonton ini tidak memadai lagi untuk ukuran klub sekelas Arsenal.
Managemen Arsenal akhirnya setuju berinvestasi di bidang infrastruktur ini, meskipun tidak murah. Opsi pertama adalah memperluas Stadion Highburry. Sayangnya, rencana ini batal karena tidak diizinkan oleh otoritas setempat. Tidak mau menyerah, managemen mengusahakan opsi-opsi lain, termasuk membeli Stadion Wembley.
Setelah melalui berbagai pertimbangan, Â opsi yang disetujui adalah membangun stadion baru di Ashburton Grove. Setelah masalah ini itu selesai, stadion baru ini mulai dibangun tahun 2002, dengan kapasitas 60 ribu tempat duduk.
Di pertengahan jalan, Arsenal mengalami masalah keuangan. Proses pembangunan stadion menjadi tertunda. Solusinya adalah menjual aset-aset klub, termasuk para pemain kunci. Nicolas, Â Marc, dan Emmanuel di jual ke klub-klub papan atas Spanyol. Sebagian uang penjualan Nicolas dipakai untuk membangun pusat latihan baru di London Colney. Lapangan ini berjasa menjadikan Arsenal sebagai lub yang paling banyak menggunakan pemain akademinya sendiri di Liga Inggris tahun lalu.
Keputusan yang paling kontroversial adalah menerima kontrak dari Emirate Airline. Perusahaan ini mau membantu pembangunan stadion dengan imbalan nama stadion. Selama 15 tahun, stadion baru ini akan bernama Emirate Stadium untuk pertandingan di Liga Inggris.
 Pembangunan stadion ini selesai pada tahun 2006.