Mohon tunggu...
Dian Artharini
Dian Artharini Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aku: Tari, 32, ibu dua anak, praktisi UKM, menulis jika bermanfaat, google search: Dzafa Collection.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hakekat NPV, Praktek Pemerasan Perbankan

4 April 2014   06:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:06 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1413281384865523220

[caption id="attachment_366391" align="aligncenter" width="544" caption="By : http://ekonomisyariah.info"][/caption]

Sebenarnya Net Present Value (NPV) itu biasa digunakan untuk menghitung kelayakan suatu investasi, hasil hitungan itu harus menghasilkan NPV yang bersifat positif atau NPV>0. Dengan kata lain Net Present Value (NPV) itu sendiri digunakan untuk mengetahui nilai sekarang (Present Value/PV) dari hasil investasi, jadi NPV itu merupakan hasil penjumlahan PV pengeluaran untuk investasi dan PV penerimaan dari hasil investasi. Tapi yang akan kita bicarakan disini sebetulnya tidak ada kaitan dengan suatu proyek investasi, kita hanya mencoba membahas makna atau hakekat dari NPV itu bagi sebuah bank.

-----

Bank dalam pemberian fasilitas kredit mendapatkan imbal jasa berupa bunga, definisi lengkap daripada Bunga adalah imbal jasa atas pinjaman uang. Imbal jasa ini merupakan suatu kompensasi kepada pemberi pinjaman atas manfaat kedepan dari uang pinjaman tersebut apabila di investasikan. Jumlah pinjaman tersebut disebut "pokok utang" (principal). Persentase dari pokok utang yang dibayarkan sebagai imbal jasa ( bunga ) dalam suatu periode tertentu disebut "suku bunga" (Sumber : Wikipedia – Indonesia).

-----

Kalau Perbankan memang memegang prinsip Time Value Of Money (Nilai Waktu Daripada Uang), yang jadi permasalahan sebetulnya kenapa Bank itu kalau ada seorang debitur akan melunaskan fasilitas kreditnya sebelum jatuh tempo harus dikenakan denda penalty?. Padahal kalau kita melihat konsep dari NPV tersebut diatas, sebetulnya nilai uang pada saat pelunasan dipercepat itu lebih berarti ketimbang si debitur melunaskan kredit tersebut saat jatuh temponya, dengan kata lain uang hasil pelunasan tersebut seyogyanya bisa diputarkan kembali oleh pihak Bank untuk menggaet debitur baru yang mungkin lebih potensial. Sesungguhnya bagi debitur denda penalty itu tidak masuk akal, suatu kebijakan yang mengada-ada dan menunjukkan keserakahan, kita melunaskan dipercepat koq malah kena penalty?. Seharusnya Bank itu memberikan suatu penghargaan minimal ucapan terimakasih karena kreditnya lancar dan lunas sebelum waktunya, bukan malah di denda, apalagi dendanya tidak tanggung-tanggung yakni antara 5% sd 10% dari maksimum fasilitas.

-----

Permasalahan lain di internal Bank seperti misalnya penjualan jaminan tambahan debitur, kenapa Bank harus menunggu bertahun-tahun dulu untuk menjual jaminan tambahan tersebut, padahal sekarang sudah ada calon pembeli potensial yang siap menebus jaminan tersebut dengan harga yang lumayan memadai, walaupunharga itu mungkin dibawah standard keinginan Bank. Tapi kalau Bank memang betul memahami prinsip Time Value Of Money diatas, maka seharusnya Bank segera melepas jaminan tersebut karena nilai uang yang diterimanya sekarang akan jauh lebih besar daripada jika mereka menerima uang itu bertahun-tahun kemudian. Toh uang itu bisa diputarkan kembali sehingga bisa menghasilkan keuntungan interest yang jika dijumlahkan mungkin akan lebih besar daripada nilai harga jual yang mereka inginkan tersebut.

-----

Pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) harusnya melakukan regulasi mengenai ketentuan atau kebijakan Bank yang berdampak merugikan debitur, seperti sistem tarif penghitungan bunga, denda bunga, taksasi jaminan (memperkecil nilai jaminan jauh dari harga pasar) , denda penalty, penjualan jaminan, propisi yang dikenakan secara tahunan (seharusnya eenmalig atau sekali saja pada saat tanda tangan Perjanjian Kredit), biaya administrasi danmacam-macam ragam biaya yang dikenakan kepada debitur seperti biaya pemeliharaan rekening, biaya penutupan rekening otomatis, denda tolakan kliring dan lain sebagainya yang semuanya sungguh memberatkan bagi debitur, apalagi kalau mereka tergolong sebagai seorang pengusaha UKM.

-----

Pihak OJK sebagai otoritas yang mengatur operasional Perbankan di Indonesia, juga sebagai lembaga tempat para pelaku UKM mengadukan uneg-unegnya atas perlakuan tidak adil pihak perbankan harusnya tanggap, mendalami dan menyelidiki praktek-praktek seperti ini dikalangan dunia perbankan nasional, yang pada dasarnya sudah melebihi kelakuan rentenir itu, jangan OJK diam saja seolah-olah merestui perbuatan tersebut, bagaimana para pengusaha Indonesia akan bisa membesarkan usahanya sesuai dengan cita-cita pemerintah yang ingin Indonesia punya minimal 2% dari jumlah penduduknya sebagai penguasaha sukses, kalau hal-hal seperti ini tidak dibenahi lebih dulu, jangan dianggap kecil atau remeh karena ini menyangkut puluhan juta pengusaha UKM yang punya nasib yang sama, tidak lebih hanya sebagai bahan pemerasan bagi dunia Perbankan.

-----

Bandung, 03 April 2014

-----

+++T A R I+++


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun