Mohon tunggu...
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team
Sucahyo AdiSwasono@PTS_team Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bakul Es :
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pegiat Komunitas Penegak Tatanan Seimbang (PTS); Call Center: 0856 172 7474

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Masuk SD Harus 7 Tahun?

16 Mei 2023   05:21 Diperbarui: 23 Mei 2023   14:20 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Input sumber gambar: id.pngtree.com

Sudah dimaklumi dan bukan hal yang harus disayangkan bahwa regulasi di sekolah negeri, untuk bisa diterima sebagai peserta didik, khususnya SD negeri adalah harus sudah mencapai usia 7 tahun. Maka jangan coba-coba bila punya anak yang usianya belum 7 tahun, lalu maunya disekolahkan di SD negeri, bukan swasta. Lebih banyak ditolak daripada diterima. Kecuali ada faktor lain yang mendukungnya sehingga diterima. Faktor lain yang dimaksud adalah karena, maaf, ada unsur KKN (Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme), jelas akan melenggang begitu saja, meskipun usia calon peserta didik belum mencapai 7 tahun. Misalnya, masih berusia 6 tahun, jangan berharap untuk diterima. Apalagi yang berusia masih 4 hingga 5 tahun, pasti ditolak!

Begitulah fakta realita dan fenomena di negeri ini, di ranah pendidikan dasar, di sekolah dasar negeri yang diselenggarakan oleh negara. Usia 7 tahun, seolah-olah sebagai syarat dasar yang harus dan wajib dipenuhi terlebih dulu, bila seorang anak mau memasuki dan mengawali dalam mengenyam pendidikan (sekolah) dasar. Lantas, mengapa harus dipatok usia 7 tahun? Bagaimana bila seorang anak yang belum berusia 7 tahun, dan punya potensi, talenta, dan berkeinginan kuat menapak di bangku sekolah dasar negeri? Masihkah ditolak oleh pengelola atau pelaksana sekolah dasar negeri dengan dalih dan dalil, bahwa hal itu adalah sebagai sebuah regulasi, aturan, syarat dasar yang tak bisa ditawar-tawar lagi, yakni sebuah "pelanggaran" apabila pelaksana sekolah menampung peserta didik yang usianya belum mencapai 7 tahun? 

Itulah yang menginspirasi saya, pada suatu ketika, saat saya belum berumah tangga, yakni berangan untuk menjawab sebagai tantangan bahwa aturan usia 7 tahun itu adalah tidak benar dan mengada-ada. Sehingga sayapun merencanakan sesuatu sebagai kesinambungan dari inspirasi dan angan saya, untuk mematahkan konsep "usia 7 tahun" yang diasumsikan bahwa bila seorang anak belum mencapai usia tersebut, dan disekolahkan di sekolah dasar, ke depannya pasti akan menuai masalah. Inilah yang harus saya patahkan dalam sebuah pembuktian.

Usia 3 tahun 4 bulan, minta disekolahkan, tidak takut?

Anak pertama saya, laki-laki, kelahiran 26 Februari 2001, pada usia 3 tahun 4 bulan sudah merengek-rengek minta disekolahkan waktu itu. Untuk memastikan bahwa keinginan dia adalah benar-benar serius dan kuat yang bukan asal, maka saya minta ketegasannya, "Benar, kamu ingin sekolah, dan bukan bercanda atau guyon? Sebab, kamu masih precil, umurmu masih tergolong Balita." Dan, sang anak lelaki saya bersikukuh, ngotot untuk sekolah (disekolahkan). Maka saya daftarkan di Play Group & Bustanul Athfal "Arafah" dengan status "titip" mengingat usianya masih belia untuk masuk TK. Sehingga oleh sang kepala sekolah, sang anak ditempatkan di kelas Play Group atau Taman Bermain. 

Setahun kemudian, saya dihubungi oleh sang kepala sekolah, atas dasar perkembangan anak saya selama di bangku Play Group menunjukkan kemampuan di atas rata-rata dari yang sebaya dengan dirinya, maka sang anak dimohonkan izin kepada saya selaku orang tuanya agar diperkenankan untuk dimasukkan kelas TK-B. Sayapun mempersilakan saja senyampang hal itu berdasarkan fakta terhadap hasil perkembangan sang anak selama dalam asuhan dan bimbingan guru di sekolah tersebut, serta berpulang kepada sang anak itu sendiri, keberatan atau tidak bila melompat ke kelas TK-B dari Play Group. Simpel saja saya dalam menanggapi tawaran dari sang kepala sekolah saat itu. 

Input sumber gambar: Vandel kenangan saat sang anak lelaki di Play Group & Bustanul Athfal
Input sumber gambar: Vandel kenangan saat sang anak lelaki di Play Group & Bustanul Athfal "Arafah" Kota Malang, dokpri.
Setelah menyelesaikan pendidikan di TK dimaksud, tibalah saatnya saya harus melanjutkan jenjang pendidikan sang anak ke SD. Namun, begitu saya coba mendaftarkan sang anak ke SD Negeri yang lokasinya masih satu kampung dengan dimana saya beserta keluarga berdomisili, apa tanggapan dan jawaban dari pihak SD Negeri tersebut terhadap kondisi sang anak yang masih berusia 5 tahun yang sekalipun telah berijazah TK? Sang anak untuk bisa mengenyam pendidikan di SD Negeri, kandas dan langsung ditolak oleh pihak SD Negeri tersebut. 

Sebagai orang tua, waktu itu saya mencoba merayu sang anak agar mau mengulang lagi di TK hingga mencapai usia yang diharapkan ideal bagi sebuah sekolah negeri (SD), yakni usia 7 tahun yang konon adalah sesuai dengan regulasi bagi sebuah SD Negeri terhadap calon peserta didik yang bisa ditampung dan diterima dalam menempuh proses belajar-mengajar.

Namun, bagaimana reaksi sang anak lelaki manakala menanggapi rayuan saya? Geleng kepala adalah reaksi yang sekaligus jawaban bahwa dia tetap pada pendiriannya, yakni melanjutkan ke SD dengan alasan, bila mengulangi kembali di TK akan mengalami kebosanan, kejenuhan. Begitu alasan sang anak lelaki saya saat itu.

Mengingat saya tidak ingin menghambat keinginan dan kemauan sang anak lelaki yang nampak progresif itu, maka akhirnya saya salurkan kemauan dan keinginnya untuk melanjutkan pendidikannya ke SD, dan berlabuhlah sang anak lelaki saya di sekolah swasta yang juga tak jauh dari dimana kami berdomisili. Yakni, SDI "Mohammad Hatta" Kota Malang. Begitu seterusnya, usai menyelesaikan pendidikan di SD swasta yang mau menerima sang anak lelaki saya tersebut, berlanjut di terima di SMPN 2 Kota Malang, SMAN 5 Kota Malang, dan berpuncak di Politeknik Negeri Kota Malang, D4 Akuntansi yang berakhir dan lulus pada Desember 2022. Saat ini, sang anak lelaki saya, ditampung di Kantor Konsultan Pajak yang kantornya berada di daerah Karangploso, Kabupaten Malang. Tidak sampai nganggur terlalu lama dalam menjalani akitvitas hidupnya.

Input sumber gambar: dokpri
Input sumber gambar: dokpri

Usia 4 tahun 3 bulan, minta disekolahkan langsung ke SD, tak minat di TK.

Anak kedua saya, perempuan, kelahiran 08 April 2005, di usia 4 tahun 3 bulan, ngotot minta langsung sekolah di SD, tak mau menapak di TK terlebih dahulu, dengan alasan yang dikemukakan kepada saya waktu itu bahwa sekolah di TK hanya begitu-begitu saja kurang menantang (hanya nyanyi-nyanyi, tak ada pelajaran baca dan tulisnya). Itulah sudut pandangnya, kenapa dia minta langsung ke SD dengan usia yang lebih belia dibandingkan dengan kakaknya saat memasuki pendidikan di SD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun