Mohon tunggu...
Dwi Warti Purnomo Wulan
Dwi Warti Purnomo Wulan Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Magelang

-

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Berdamai dengan Asma

8 September 2025   12:44 Diperbarui: 8 September 2025   12:44 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Inhaler (Sumber: Koleksi Pribadi)

Asma adalah "teman lama" saya sejak usia tiga tahun. Masa kecil saya penuh dengan cerita sesak napas. Batuk dan bolak-balik ke dokter umum. Saya masih ingat, betapa besar pengorbanan orang tua untuk biaya berobat, sambil berharap bahwa penyakit ini akan mereda ketika saya beranjak remaja. Dan benar, setelah usia 12 tahun, frekuensi kambuh mulai berkurang, meski tetap muncul pada kondisi atau musim tertentu.

Ketika SMA, ada kalanya saya mengalami sesak napas. Pilu sekali jika mengingat pulang sekolah berjalan kaki di bawah terik matahari dengan napas putus-putus. Saat kuliah, saya mencoba berbagai cara pengobatan, diawali dengan rontgen sampai dengan tes alergi. Namun pada akhirnya, lebih sering obat warung yang menjadi andalan saya..

Penyakit ini sempat "terlupakan" setelah saya menikah dan punya anak. Hanya sesekali kambuh. Namun, memasuki usia 40 tahun, cerita itu kembali. Saya mulai mengandalkan obat asma lain, kali ini hanya bisa diperoleh di apotek. Saat itu saya berpikir, setiap manusia punya masanya didatangi penyakit pada usia tertentu. Seperti teman-teman seumuran, ada yang kena asam urat, hipertensi, asam lambung, radang sendi, dan sebagainya. Mungkin asma adalah "jatah" saya.

Puncaknya terjadi pada Juli 2023. Untuk pertama kalinya, saya hampir kehabisan napas. Penyebabnya adalah memaksakan diri naik tangga hingga lantai tiga tanpa berhenti dalam kondisi sesak napas. Detik itu juga saya berpikir, "Apakah perjalanan saya akan berakhir di sini?"

Selama tiga bulan berikutnya, hampir setiap sore saya bergantung pada obat sesak napas. Ketergantungan ini mulai menimbulkan tremor pada tangan. Setiap kali mencoba untuk jeda minum obat, sesak napas justru semakin parah. Akhirnya saya memberanikan diri periksa ke dokter Spesialis Paru menggunakan BPJS. Syukurlah hasilnya hanya asma, bukan penyakit paru-paru lain yang lebih berat. Saya diberi obat, panduan pemakaian, serta semangat dari dokter. Dua minggu setelahnya saya bisa hidup tanpa obat, rasanya luar biasa.

Ternyata cobaan belum berakhir. Enam bulan berikutnya saya beberapa kali hampir gagal napas. Bedanya, kali ini saya sudah lebih siap dengan obat dari dokter.

Akhirnya titik balik datang. Pertama, karena pengalaman pahit saat mengantri di rumah sakit dan efek samping obat yang justru memunculkan alergi gatal di sekujur badan. Kedua, pencarian alternatif penanganan asma tanpa obat. Dari beberapa sumber online, saya belajar bahwa tubuh rentan sakit karena peradangan sel, terutama ketika produksi antioksidan menurun seiring bertambahnya usia. Cara mencegahnya adalah dengan menghindari makanan ultra proses, seperti tepung, gula, dan minyak sawit.

Saya mencoba pola makan sehat ini selama tiga bulan, hasilnya sangat terasa: asma jarang kambuh, dan berat badan turun hingga 6 kg. Sayangnya, saya tidak konsisten, sehingga kambuh kembali. Hingga akhirnya, di tahun 2025, saya bergabung dengan komunitas penderita asma di Facebook. Berpedoman pada sharing teman-teman sesama penderita, saya memutuskan berhenti minum obat, hanya mengandalkan inhaler, serta menjalani diet intermittent fasting. Hasilnya, asma sangat jarang kambuh. Dan ternyata tidak hanya itu. Masih ada bonus lainnya. Badan lebih sehat karena penyakit lainnya, mag dan radang sendi, ikut raib. Pikiran juga lebih optimis, dan ada penurunan berat badan yang lumayan alias menuju indeks massa tubuh ideal.

Perjalanan berdamai dengan asma memang panjang dan penuh liku. Tapi saya percaya, dengan kesabaran, disiplin menjaga pola hidup, dan semangat untuk terus belajar, asma bukan akhir dari segalanya, justru menjadi pengingat untuk lebih menghargai hidup dan kesehatan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun