Mohon tunggu...
Dedi Dwitagama
Dedi Dwitagama Mohon Tunggu... Guru - Pendidik

Pendidik yang bermimpi makin banyak anak negeri yang percaya diri dan berani berkompetisi. Mengajar Matematika di SMKN 50 Jakarta - Blogger sejak 2005: http://dedidwitagama.wordpress.com, http://fotodedi.wordpress.com dan http://trainerkita.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Miras dan Sekolah: Tak Ada Hubungannya?

3 April 2018   11:42 Diperbarui: 3 April 2018   12:40 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kemarin saya menuliskan tentang manfaat sekolah yang ternyata tak membuat penduduk negeri ini mampu mengoptimalkan fungsi otak untuk berfikir dan mengambil keputusan yang tepat dalam kehidupannya, termasuk merespon ajakan teman minum minuman keras. Pagi ini saya kembali menjumpai berita yang menyedihkan, beberapa orang meninggal setelah pesta miras di kuburan daerah Tangerang.

Berdasarkan pengalaman saat melakukan konseling dengan murid yang melanggar tata tertib sekolah seperti tawuran, merokok, membolos, dan sebagainya, para pelaku menyatakan bahwa dia melakukan perbuatannya hanya karena diajak teman, ikut-ikutan, solidaritas. Sederhana sekali alasannya seolah tak sadar bahwa akibat perbuatan tawurannya bisa memindahkannya ke kehidupan di alam lain alias meninggal dunia, bahwa akibat merokok bisa mengakibatkan dirinya sakit dan dia bisa tidak naik kelas kalau sering membolos saat jam pelajaran sekolah.

Tingkat pendidikan seseorang rupanya tak otomatis membuat dirinya mampu mengambil keputusan yang tepat memperlakukan dirinya, termasuk teman yang profesor yang selalu punya pembenaran tentang kecanduannya menghisap rokok. Betapa tragisnya perbuatan "ikut-ikutan", "solidaritas", bisa mengakhiri hidup seseorang. Pendidikan belasan tahun di sekolah dan perguruan tinggi tak berhasil membuat kualitas hidup seseorang menjadi lebih baik, kenapa? 

Mestinya, berbagai kegiatan yang dilakukan di sekolah dan perguruan tinggi harus membuat seseorang menjadi manusia yang biasa mengambil keputusan yang tepat untuk perbaikan kualitas hidupnya.

Saya pernah berjumpa dangan seorang laki-laki yang bekerja lebih dari sepuluh tahun sebagai distributor rokok yang kantor pusatnya di luar negeri, beliau bisa berhenti seteah belasan tahun merokok setelah kelahiran putri pertamanya, padahal setiap hari bliau menerima bonus produk rokok, kalau dulu itu menjadi jatah untuk dikonsumsi, sekarang bonusnya dijual untuk menambah penghasilannya. 

Pendidikan di sekolah harus membiasakan murid terbiasa berfikir secara komprehensif yang akhirnya mampu menganalisa sesuatu, mengambil keputusan yang tepat untuk dirinya dan menghindarkan diri dari situasi yang membahayakan dirinya, semoga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun