Oleh: Dwi Lestari Wiyono
ODGJ atau orang dalam gangguan jiwa adalah sebutan untuk seseorang yang memiliki gangguan atau masalah kejiwaan yang berpengaruh terhadap cara berpikir dan perilaku orang tersebut. Keberhasilan pemulihan tergantung serta bergantung pada kepedulian dan kemampuan keluarga dalam melakukan pendampingan yang tepat. Mereka seringkali mendapatkan diskriminasi dari masyarakat karena dianggap sebagai sebuah "penyakit" dengan perilaku menyimpang. Tak dipandang dan hukum masyarakat berlaku bagi para ODGJ beserta keluarganya. Tampaknya pelajaran semasa sekolah dulu tentang apa itu tenggang rasa, empati maupun rasa simpati hanyalah angin lalu belum bahkan tidak diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan nyata.Â
Banyak aspek yang melatarbelakangi seseorang mengalami gangguan jiwa. Mulai dari hal yang bisa dijelaskan secara medis seperti faktor lingkungan, stres, pengalaman traumatik, penyalahgunaan napza obat-obatan terlarang maupun hal yang sulit diterima oleh nalar pemahaman logika seperti guna-guna, santet dan lainnya.Â
Salah satu jenis gangguan jiwa adalah skizofrenia. Skizofrenia sendiri adalah gangguan mental berat yang dapat mempengaruhi tingkah laku, emosi, dan komunikasi (dikutip dari alodokter.com).
Mereka para pengidap skizofrenia bisa mengalami halusinasi, delusi, gangguan pikiran, dan perubahan perilaku yang tidak biasa. Bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi orang awam untuk mengetahui apakah seseorang mengidap skizofrenia atau tidak. Dibutuhkan profesional kesehatan mental terlatih untuk mengetahuinya.
Dan jika Anda, orang terdekat Anda, atau seseorang yang Anda kenal mengalami halusinasi, gejala yang mencurigakan jangan ragu serta janganlah malu untuk mencari bantuan dari profesional kesehatan mental terlatih untuk berkonsultasi, mendapatkan diagnosis akurat serta pengobatan yang tepat. Stop! Berhenti! Memperlakukan para ODGJ beserta keluarganya secara berbeda. Rangkul, beri dukungan, beri edukasi kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Buktikan bahwa kita masyarakat yang berwawasan luas dan beretika.
Dan buktikan pula bahwa tenggang rasa, empati, maupun rasa simpati masih ada hingga kini. Selamat sore menyapa dari sudut kedai yang mulai ramai.