Zaman sekarang, kasus kehamilan di luar nikah makin sering kita dengar, bahkan kadang terjadi di lingkungan yang tak kita duga. Dulu, hal seperti ini dianggap aib besar dan disembunyikan rapat-rapat. Tapi sekarang, banyak yang justru memilih untuk terbuka, meski tetap ada tekanan sosial yang berat. Fenomena ini jadi tanda bahwa kita perlu melihat masalah ini bukan hanya dari sisi moral, tapi juga dari sudut pandang pendidikan, keluarga, dan psikologi.
Banyak remaja yang terjerumus karena kurangnya pengetahuan tentang tubuh dan hubungan. Di rumah, topik seputar seksualitas sering dianggap tabu. Anak-anak tumbuh besar tanpa pernah diajak bicara tentang batasan diri, cara menjaga diri, atau risiko hubungan seksual di usia muda. Akhirnya, mereka mencari tahu sendiri dari internet atau teman sebaya, yang sayangnya sering kali tidak memberi informasi yang benar.
Tak sedikit juga yang hamil karena hubungan yang didasari tekanan, bujukan, bahkan tipu daya dari pasangan. Ketika hal ini terjadi, banyak remaja perempuan yang akhirnya harus menanggung beban sendirian. Mereka kehilangan masa depan, dikucilkan keluarga, bahkan dikeluarkan dari sekolah. Padahal, ini bukan hanya soal kesalahan pribadi. Ada banyak faktor sosial dan lingkungan yang ikut berperan.
Tentu, kehamilan di luar nikah bukan hal yang bisa dianggap sepele. Tapi menghakimi dan menghukum mereka yang mengalami hal itu bukanlah jalan keluar. Justru saat seperti inilah dukungan emosional dan bimbingan sangat dibutuhkan. Jika terus disudutkan, bukan tidak mungkin mereka memilih jalan yang lebih buruk seperti aborsi ilegal atau lari dari rumah.
Yang kita butuhkan sekarang adalah ruang terbuka untuk edukasi dan komunikasi. Orang tua perlu lebih dekat dengan anak, bukan hanya sebagai pengawas, tapi sebagai tempat bercerita. Sekolah juga seharusnya memberi pendidikan yang tidak hanya fokus pada akademik, tapi juga soal kehidupan dan tanggung jawab. Remaja perlu diajak berpikir panjang, bukan hanya dilarang tanpa penjelasan.
Hamil di luar nikah memang bukan hal yang ideal. Tapi ketika itu terjadi, kita harus memilih: apakah kita hanya akan mencaci dan menjauhi, ataukah mau hadir dan membantu mereka bangkit serta belajar dari kesalahan? Karena sesungguhnya, setiap orang punya kesempatan kedua termasuk mereka yang sempat tersandung di usia muda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI