Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Menulis RPP Tidak Seasyik Menulis Artikel Kompasiana

1 September 2015   11:28 Diperbarui: 1 September 2015   11:52 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Tugas guru itu adalah membuat Lesson plan atau Rencana Pelaksanaan Pengajaran(RPP). Tugas yang sudah rutin turun temurun. Guru mendidik dan mengajar berdasarkan panduan dari RPP sebagai penjabaran dari silabus. Silabus itu semacam peta bagi guru untuk mengajar agar tidak melebar dan  fokus dalam mengelola kelas sesuai mata pelajaran masing-masing. RPP itu beban bagi guru karena dengan banyaknya tugas administrasi fokus mengajar dan memperhatikan proses pendidikan menjadi terbelah. Tapi benarkah RPP itu tidak penting. Penting juga karena mengajar juga butuh perencanaan, butuh persiapan dan butuh skenario. setiap guru harus siap menjawab pertanyaan guru, siap menyediakan bahan  dan media pembelajaran, siap berbagi pengetahuan, tanpa persiapan mengajar guru hanya bermain improvisasi, mengandalkan feedback siswa , hanya mengandalkan respon siswa dengan buku-buku yang telah tersedia. sejatinya guru itu sumber ilmu, lumbung pengetahuan dan gudang kata-kata yang dapat menginisiasi siswa siswa menjadi pembelajar sejati. Tapi pengertian lesson plan sekarang ini membuat guru merasa terpenjara karena RPP itu hanya sebuah panduan yang bukan berasal dari panggilan hati tapi semata-mata hanyalah tuntutan administrasi sebagai syarat kenaikan pangkat, atau golongan. Dengan seabreg tugas luar selain mengajar guru amat terbatas dalam mengembangkan kreasi dalam mengajar. Mengajar bukan lagi menyenangkan melainkan hanyalah semata memenuhi kewajiban sebagai tugas rutin untuk memperoleh pendapatan tetap.

Padahal alangkah lebih baik jika profesi guru itu sebuah panggilan hati, segala aktifitas mengajar itu adalah karena panggilan jiwa. Dengan demikian guru-guru terpilih itu mampu memberi roh kebijaksanaan bagi murid-muridnya, pendorong kesadaran murni untuk belajar bukan karena kewajiban untuk sekolah atau belajar namun juga karena jiwa setiap peserta didik terpanggil untuk selalu belajar dan belajar. Saya sebagai guru saat ini merasa menulis RPP sebagai beban karena banyaknya aturan-aturan grammar, teknis, susunan pesanan-pesanan pemerintah, pesanan-pesanan yayasan yang harus dimasukkan ke dalam RPP. Bisakah RPP menjadi hak dari guru untuk menterjemahkan silabus secara kreatif tanpa diberi aturan berat ini dan itu, seperti saya amat menikmati menulis artikel, atau opini di kompasiana saat ini. 

RPP Kurikulum 2013 ini amat boros kertas, amat menyita waktu dalam membuatnya dan membuat guru kurang fokus mengajar. Memang fungsi guru di kurtilas(Kurikulum 2013) lebih sebagai fasilitator bukan nara sumber utama. Tapi bagaimanapun hitam putihnya hasil belajar tetaplah guru yang bertanggung jawab. dengan seabreg tugas administrasi yang harus dikerjakan guru kapan guru bisa mengembangkan diri baik sebagai sebagai pendidik profesional maupun bagian dari masyarakat  yang harus terlibat aktif dalam  kegiatan sosial kemasyarakatan, menjadi blogger misalnya. 

Banyak guru yang sudah terlibat aktif menulis di blog-blog di web-web dan menjadi penulis handal. Mereka keasyikan menulis dan saya menduga mereka juga lebih asyik menulis daripada mengurusi  tugas dan kewajiban guru salah satunya adalah dengan membuat RPP. seandainya menulis RPP itu seasyik menulis artikel atau cerpen, atau novel tentu akan lebih menarik lagi guru dalam mengajar. Sayang membuat RPP masih lebih mengadalkan Copy paste. Banyak guru cuma mengganti tahun dan tanggal pembuatan, lalu mengganti mata pelajaran dan  pertanyaan sesuai pelajaran lain. Lainnya kalimat ,bahasanya dan tata letaknya sama persis. Mengapa menulis Lesson plan atau RPP harus dengan acuan baku tidak seperti cerpen atau artikel yang murni gagasan penulisnya. 

Tentunya semua orang berharap guru tidak akan  menjadi contoh bodoh bagi profesi lainnya. Guru itu  punya istilah digugu dan ditiru, apabila guru tidak bisa menjadi contoh yang baik bagaimana masa depan bangsa digantungkan ditangan pendidik(Guru). Jangan-jangan karena kebanyakan tugas guru bukan lagi digugu dan ditiru tapi Wagu tur Kuru (selalu tidak pas/tidak cocok  dan kurus)

Guru itu Agent Of Change (Agen perubahan), apa yang dikatakan guru itu mampu memberi efek pada para peserta didiknya maka bila RPP yang sekarang sering menjadi beban guru itu diganti dengan pendekatan yang lebih populer, seperti layaknya menulis artikel tentu akan membawa dampak positif bagi pendidikan. Hanya  penulis  bisa merasakan asyiknya menulis artikel karena minat untuk menulis dari dalam  diri saya besar, bagaimana dengan guru-guru yang lain yang yang kurang suka membaca dan menulis? tentunya menulis artikel menjadi beban juga karena budaya menulis  belum mendarah daging.

Keterpaksaan guru menyusun RPP karena banyak versi berbeda dari fasilitator kurikulum. Hampir setiap tahun ada perubahan dan ini yang membuat repot guru, padahal inti dari RPP itu sama. Seorang pembicara dalam sebuah semnar tentu juga butuh lesson plan, tapi tiap orang mempunya cara berbeda-beda dalam merencanakan sebuah event. Ketika guru akan mengajar yang diperlukan selain persiapan phisik juga persiapan materi, persiapan pengetahuan dan persiapan tindakan kelas. Kelas bisa terkelola baik jika antara siswa dan guru terjadi sebuah interaksi simbiosis mutualisme. Guru diuntungkan karena siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengjar, siswa juga merasa bahwa kehadiran guru bermanfaat karena bisa memotivasi, memberi masukan dan menambah pengetahuan yang diperlukan untuk memahami pelajaran berikutnya. dengan demikian siswa antusias dalam belajar, antusias pula mengerjakan tugas yang diberikan guru bukan sebagai beban tapi sebagai tuntutan jiwa untuk belajar, belajar dan terus belajar.

 Banyak siswa sekarang ini merasa bahwa kegiatan belajar masilah semata-mata kewajiban rutin belum menjadi habit yang memang diperlukan agar setiap pribadi ingin berkembang dan maju. para peserta didik melihat pendidikan belumlah menjadi  sebuah kesadaran yang berasal dari diri sendiri melainkan karena semata-mata untuk menyenangkan hati orang tua.

Sebagai seorang guru saya belajar banyak dari universitas kompasiana. Tip-tip dari para blogger, penulis profesional, para diaspora, mereka yang terpanggil jiwanya untuk menularkan ilmunya bagi pembaca, para novelis yang rela sharing pengalaman dalam menulis dan serta para akademisi yang berbaik hati menulis untuk perbaikan mutu pola pikir para pembacanya.

Saya salah satu kompasianer yang kebetulan guru merasa harus terus memacu diri untuk berkembang dalam ketrampilan menulis, mencoba menerapkan tip-tip dari para penulis yang kenyang pengalaman dalam membuat artikel, cerpen, puisi, feature, liputan. sekali lagi alangkah indahnya jika menulis RPP itu seasyik para kompasioner dalam menuliskan gagasannya di bilik kompasiana. Alangkah indahnya banyak siswa saya tertarik membaca artikel kompasiana yang bagaikan buku hidup yang mampu terus menjaga semangat untuk terus menulis, menulis dan menulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun