Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fenomena Itu Bernama "Ahok"

3 Mei 2017   13:48 Diperbarui: 3 Mei 2017   14:07 2210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sang Fenomena itu Bernama"Ahok"(ributrukun.com)

Setelah Jokowi nama yang sering disebut  di media sosial dan media-media di Indonesia dan dunia adalah Ahok. Mengapa Ahok?karena ia adalah fenomena, seseorang yang langka dari sejumlah pejabat, kepala daerah yang telah menimbulkan polemik, standard baru bagi pejabat yang betul-betul  menerapkan nawa cita Jokowi. Ia telah mempraktekkan e - budgeting, sebuah standard transparansi keuangan yang dicanangkan pemerintahan Jokowi, untuk memperkecil penyelewengan APBD, meminimalisasi kebocoran akibat oknum pejabat yang hanya berpikiran untuk merampok uang rakyat. Meskipun penuh kontroversi Ahok adalah simbol pejabat yang tidak pernah mau kompromi pada kekuatan pasar, kekuatan konglomerasi yang hendak mendikte pemerintah dalam hal investasi, proyek-proyek besar yang ujung-ujungnya hendak menyedot keuangan negara.

Di masa pemerintahannya banyak proyek infrastruktur melaju, pembersihan sungai-sungai berjalan cepat, dampak banjir dibuat minimal dengan pengerukan, pembuatan tanggul tinggi dan pembuatan pintu-pintu air sehingga drainase Jakarta mulai mendapat perhatian lebih. Ahok telah menertibkan pelayanan kantor-kantor pemerintahan sehingga banyak kemudahan diperoleh dengan pengawasan ketat dari gubernur yang meneruskan pekerjaan Jokowi karena Jokowi terpilih menjadi Presiden.

Selama 6 bulan terakhir, ujian demi ujian harus dilalui oleh Ahok. Dari tuduhan penistaan agama, dikotomi kafir non kafir, China, sipit, Aseng untuk membobardir  kredibilitasnya. Seandainya tidak muncul fenomena tuduhan penistaan, popularitas, pemimpin yang main gusur, galak, kasar , bagi-bagi sembako sura pemilihnya tidak akan terbendung.

Ahok terus dikepung dengan isu pelecehan terhadap agama, karena hanya itulah yang bisa meruntuhkan kans Ahok untuk memimpin Jakarta. Haters Ahok menganggap Ahok tidak layak memimpin Jakarta karena hanya menimbulkan kegaduhan akibat mulutnya yang sukar di rem dan  

sering memanaskan kuping pelanggar aturan, pejabat-pejabat yang dulunya amat nyaman bermain anggaran, pegawai negeri yang hanya makan gaji buta karena kapasitas pekerjaannya tidak sesuai dengan kinerjanya yang angin-anginan.

Ahok mengubah sistem Keuangan Pemprov hingga celah untuk melakukan korupsi menjadi susah, karena sistem e- Budgeting membuat  data-data keuangan terkoneksi dengan KPK dan BPK. Jika penerus Ahok melakukan penyelewengan( bukan menuduh, nih! ) nantinya dengan mudah akan diketahui siapa pejabat yang hendak mengubah sistem. Perincian data amat detil sehingga peraturan gubernur mengunci , meminimalisir adanya penyelewengan anggaran. PNS yang berusaha curangpun dengan entengnya langsung dipecat.

Keberanian Ahok paling tidak telah memancing konglomerat hitam, para pengusaha yang tidak bisa lagi bermain proyek, serta kongkalikong dengan wakil rakyat. Iklim usaha yang”Bersih” membuat pengusaha yang biasa main suap menjadi kecele, sebab Ahok amat tahu banyak pengusaha yang menggampangkan segala cara untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya bagi diri sendiri dan perusahaannya. Ahok menciptakan musuh dan menggoyang Jakarta yang dari dulu memang sarangnya  predator, cukong, mafia, pejabat korup. Dengan penataan sistem E-budgeting, perampingan birokrasi, penciptaan lapangan kerja lewat  PPSU, serta penggusuran masif kampung-kampung pinggir kali, tanah-tanah negara, musuh itu berkolaborasi menggulingkan Ahok dengan berbagai cari, baik  langsung maupun lewat bantuan ormas, media maya, maraknya HOAX, serta kekuatan finansial siluman yang mampu menggerakkan masa, menciptakan chaos untuk ibu kota, gelombang demonstrasi berjilid-jilid dengan dalil penistaan agama.

Kepemimpinan yang out of the box bagi kalangan birokrasi Indonesia memaksa  pejabat-pejabat lain, pimpinan daerah untuk mengikuti standar pola pikirnya. Ahok itu anomaly, manusia langka yang pernah ada yang berani membongkar kebobrokan birokrasi ibu kota. Jika sukses  memimpin lima tahun yang akan datang pasti akan banyak perubahan terjadi bahkan cita-cita menjadikan Jakarta Singapuranya Indonesia bisa tercapai, sayangnya takdir Ahok hanya sampai di tahun 2017. Ia kalah oleh serangan masif dari lawannya dengan berbagai cara. Kata media ahok hanya kalah oleh diri sendiri. Ia kalah oleh sosoknya yang terkesan arogan dalam memberantas pungli dan penyelewengan yang diterjemahkan orang yang tidak suka dengannya sebagai sosok yang kasar dan suka marah-marah. Gaya  Tauke yang semena-mena terhadap  pelanggannya.

Tapi Rekam jejak Ahok dalam birokrasi relati bersih. Bahkan ia adalah motor penggerak perubahan. Ia adalah pelayan sejati, bukan big bos. Ia pekerja yang melayani kepentingan rakyat. LIhat saja orang-orang yang datang ke balaikota setiap hari(pada jam kerja senin sampai jumat). Dari berbagai lapisan masyarakat, datang menyampaikan keluhan, memyampaikan aspirasi murni. Banyak yang sudah di tolong termasuk komunitas difabel, serta orang-orang kecil yang  terhimpit oleh tuntutan hidup di Jakarta yang serba materialistik. Meskipun galak dan terkesan sombong, Ahok mendapat respek orang banyak. Fenomena belakangan tentang aksi kiriman bunga untuk Ahok yang mencapai ribuan adalah bukti bahwa Ahok adalah pejabat fenomenal yang mampu memberi sumbangan sejarah bagi Jakarta. Jakarta yang banjir, kumuh dan ruwet terus berbenah. Sengkarut birokrasi dan masalah keuangan pelahan-lahan beres. Untuk emngubah sistem lama ke sistem baru memang butuh waktu dan pengorbanan. Akan banyak pengorbanan tapi jika semua orang mendukungnya tentu akan indah pada waktunya. Senyum akan melebar tatkala  pelayanan publik di  Jakarta semakin cepat, kelurahan semakin tertata, ijin-ijin usaha semakin cepat direspon dan perumahan layak huni yang disediakan pemerintah(Rusun) mampu menampung kaum pinggiran yang menggantungkan nasib hidup di tanah negara,  yang menjadi parasit bagi pembangunan ibukota yang terus berbenah dan menggeliat.

Dalam setiap kebijakan tentu tidak bisa menguntungkan semua pihak dan Ahok telah memilih skala prioritas yang membuat pengusaha hitam yang main aman, pejabat yang terbiasa memainkan anggaran untuk kepentingan pribadi dan kroninya, masyarakat pendatang yang dengan entengnya mendirikan gubuk di tepi sungai mendiaminya lama, mencari pengesahan sertifikat padahal bangunannya adalah tanah negara yang tidak diperjualbelikan.Bahkan akhir-akhir ini sebelum lengser dari jabatannya sebagai gubernur Oktober mendatang ia meluncurkan sertifikat elektronik yang akan meminimalisir pemalsuan sertifikat.

Jika banyak orang tidak suka Ahok karena agregasi masif pemberitaan yang mengawinkan masalah politik dengan agama, SARA dan isu-isu keji yang bertebaran di media sosial, itu karena masyarakat masih gampang di adu domba oleh suara-suara”nyinyir” yang datang seperi bandang di wilayah maya. Masyarakat masih gampang diprovokasi oleh konglomerat hitam, raja media, pakar berita bohong yang menyeruak tak terhadang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun