Sampai saat ini saya belum habis pikir apa rencana pemerintah Provinsi DKI  saat membabat pepohonan di sekitar Taman Kota sampai Jembatan Gantung. Penggantian pohon seharusnya  disertai dengan peremajaan pohon agar tidak terjadi kekosongan ruangan sehingga terkesan kumuh.Â
Meskipun lebih terang tetapi bekas- bekas tebangan pohon hanya menyisakan tunas- tunas yang tidak beraturan. Padahal Daan Mogot termasuk jalanan dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang luar biasa. Perlintasan dari Jakarta menuju Tangerang dan sebaliknya otomatis melewati jalan Daan Mogot. Penataan jalur lintas Kota hanya tertata di ruas setelah jembatan gantung sampai perempatan Daan Mogot.
Sebagai pengendara motor yang setiap jam kerja selalu melewati Daan Mogot sebetulnya lebih nyaman jika di sepanjang kanan dan kiri jalan ada pepohonan peneduh. Bisa meredam panas dan rasa bosan saat melewati jalan Daan Mogot yang panjang dan sering macet parah.
Ketika hampir semua pohon peneduh di tebangi dan tidak disertai dengan peremajaan saya jadi bertanya kapan pohon - pohon yang dulu ditanam itu meneduhi tanah yang gersang tersebut.
Ketika banyak kota mempertahankan pepohonan bahkan memperbanyak lahan terbuka hijau di jalan Daan Mogot pepohonan malah sengaja ditumbangkan. Mungkin akan ada proyek pedestrian atau proyek penghutanan, tetapi membiarkan tanah kerontang dalam waktu lama tanpa ada solusi untuk membuat pengganti sementara pepohonan yang ditebang saya rasa konyol.
Saya tidak bermaksud menyerang pribadi pemimpin saat ini tetapi lebih memberi masukan. Sebagai warga Jakarta saya berhak dong menikmati rindangnya jalanan dan nyamannya suasana jalan. Pepohonan adalah paru- paru kota fungsi pohon selain membuat rindang bisa berfungsi untuk menyerap karbon dioksida.
Jika pohon ditebang tanpa ada solusi dan dibiarkan bekas- bekas pohon tumbuh dedaunan liar terkesan kota menjadi kumuh dan semrawut, panas dan gersang. Kalau belum ingin dikerjakan menurut saya pohon jangan ditebang dahulu tunggu kejelasan proyeknya. Untuk sampai kembali hijau khan perlu bertahun- tahun, sedangkan saya melihat sudah berbulan- bulan proyek pinggir jalan taman kota mangkrak tidak diurus.
Pak Anies Baswedan lihat sekali- kali ke lapangan. Tidak usah alergi dengan kata blusukan. Sepertinya anda cukup alergi dengan jejak positif Jokowi dan Ahok. Anda seperti antitesis dari keduanya. Jangan sampai kami merasa tidak mempunyai pemimpin yang peduli.
Rasanya untuk mengeluh dan mengemukakan berbagai masukan seperti menemui ruang kosong. Anda harus melihat secara dekat perkampungan- perkampungan, melihat keruwetan- keruwetan jalan akibat banyak kendaraan yang dimiliki masyarakat.
Banyak masyarakat yang semakin susah diatur, banyak yang pengin menang sendiri, banyak yang lebih bangga melanggar peraturan daripada taat dan melaksanakannya. Jakarta itu ibu kota negara tetapi seperti kota dengan tingkat pembangunan yang melambat. Padahal ketika berjalan- jalan ke Jawa Tengah dan Jawa Timur pembangunan sampai ke pelosok- pelosok.
Sebetulnya bukan ingin membandingkan Jakarta dengan yang lain dan menganggap sebagai cebong akan selalu dalam posisi sebagai oposan dan pengkritik utama. Siapapun gubernur jika peduli masyarakatnya pasti akan saya dukung, tetapi kepedulian pemimpin Jakarta rasanya tidak sedekat sewaktu Jokowi dan Ahok dulu, maaf. Ini menjadi introspeksi bagi anda.