Saya adalah salah satu penghuni Jakarta yang hampir sepanjang hari melewati jalan-jalan di Jakarta. Rute yang terutama dilewati adalah sekitar  jalan Hayim Ashari...Roxy dan Grogol, Pesing dan Daan Mogot. Jujur saya adalah pengendara motor, setiap pengendara sepeda motor menginginkan jalan yang dilalui lancar tanpa hambatan, tapi setidaknya saya masih mempunyai nurani untuk tidak menggunakan trotoar sebagai jaln pintas dan membuat kenyamanan buat diri sendiri.
Sedih sebetulnya melihat pejalan kaki harus mengalah pada pengendara sepeda motor. Banyak pegawai yang mempunyai  gelar akademis tinggi, punya tingkat intelektual lebih tapi lebih mengedepankan ego diri sendiri daripada kepentingan pejalan kaki yang mempunyai hak yang sama untuk berjalan dengan nyaman tanpa takut terserempet motor.Â
Saya sebagai pemotor  melihat banyak pemilik kendaraan dengan seenaknya zik zak, menyalip penuh gaya tanpa memperhitungkan keselamatan sesama pengendara, ngebut dan membuat cemas pengendara lain. Sebetulnya empati bisa tumbuh ketika kita merasakan betapa berat perjuangan para pejalan kaki ketika melangkah bersamaan dengan kalson dan suara mesin meraung-raung seakan jalan atau trotoar adalah miliknya.
Klakson dibunyikan dengan tujuan meneror pengguna jalan di depannya untuk mempercepat langkahnya atau minggir agar bisa membuka akses jalan bagi dirinya sendiri. Antre?jangan tanya. Dengan nada marah dan merasa paling benar pengendara motor itu mencoba  menguasai jalan tanpa peduli dengan keselamatan yang lain.
Itulah perilaku pengendara  motor yang tidak susah  mendapatkan kredit ringan hingga penghargaan terhadap sesama pengendara menjadi kurang karena merasa  gampang mendapatkannya. Lihat sesekali di perempatan jalan sekali lampu hijau menyala bahkan malah masih kuning, pengendara sudah tancap gas, mengambil semua jalan yang kosong, lalu bermanufer dari  celah-celah antar mobil, membunyikan klakson untuk menunjukkan keterburuannya, dan marah meluap-luap ketika disalip atau tersenggol sedikit.
Perilaku pengendara motor di Jakarta, ternyata masih mencerminkan betapa tidak beradabnya kehidupan jalanan. Â Budaya antre di langgar, tertib berkendaraan hanya jargon, jika tidak ada polisi main serobot dan masuk jalur busway. Dan jika memungkinkan kendaraan akan melawan arah untuk memperpendek jarak. Â Lalu kapan bisa tertib seperti di negara Jepang, Singapura, Eropa pada umumnya.
Sekarang jalan lebih ruwet ketika ojek online dengan seenaknya memotong jalan, menembus  jalan satu arah dan mangkal seenak jidat di trotoar. Motor bertebaran di mana mana seperti semut yang berpesta karena tercecer gula di situ.Yang mangkelke(bikin kesal) trotoar itu milik siapa sih pejalan kaki, pengendara motor, atau PKL sih? Kadang seringkali saya melihat pejalan kaki melenggang dengan santai di jalan.Ia seperti merdeka  melangkah tanpa berpikir jalan itu milik bersama. Tapi seharusnya pengendara seperti saya juga berpikir seperti pejalan kaki itu. Salah sendiri tidak dikasih pedestrian(trotoar) yang memang seharusnya disediakan untuk kami, tapi telah kalian rampas untuk parkir, mendirikan dagangan dan jalan alternatif ketika jalan raya padat merayap. Sekarang berpikir semua, siapa yang salah hayo?
"Sssst, tidak usah protes orang serius sepertimu tidak akan didengar, yang didengar itu orang yang bisa ngelawak dan membanyol seperti Vicky Prasetyo  yang setiap rangkaian katanya seperti ilmiah dan intelek. Orang jujur tidak usah lebay, paling jika terpeleset lidah penjara sudah menantimu. Ssst diam, ini zaman kalabendu. Yang waras tampak gila, yang  gila baru benar dan didengar. "
"Oalaah Le, le, ini  lelakon apa sih aku bingung!"