Beberapa hari terakhir ini saya seolah mendapat pelajaran dari para guru kehidupan. Pertama tentang para guru muda pondok pesantren yang hendak berangkat mengabdikan ilmunya namun mengalami kecelakaan tragis hingga merenggut tiga nyawa di antara mereka. Mereka sudah dinyatakan lulus ujian usai menempuh pendidikan 4-6 tahun namun ijazah baru diberikan usai pengabdian minimal selama setahun.Â
Meninggalnya tiga syuhada ini menjadi guru kehidupan bagi kita, bahwa tak ada yang bisa memprediksi takdir Allah. Salah seorang dari mereka sempat menelepon orang tuanya bahwa pesawatnya telah mendarat dengan selamat. Tak ada yang menyangka beberapa jam kemudian malaikat maut menjemputnya melalui kecelakaan tragis bus yang masuk jurang.
Pelajaran kedua dari pondok yang sama. Seorang ibu yang setia mendampingi anaknya untuk mengikuti seleksi penerimaan santri tiba-tiba menderita sakit hingga koma dan meninggal dunia. Menurut kabar yang beredar sang ibu menderita pendaarahan batang otak. Sang anak dinyatakan lolos seleksi dan diterima sebagai santri, namun ia kehilangan ibu tercintanya dan menjadi yatim piatu kini.Â
Pedih hati saya menyaksikan video saat sang anak menangis di sisi jenazah ibunya di rumah sakit. Allah Maha Besar, para donatur berbondong-bondong mengulurkan bantuan kepada santri baru dan siap menjadikannya anak angkat, membiayai hingga lulus pondok pesantren. Betapa sang anak yang masih belia menjadi guru kehidupan bagi saya, tentang bagaimana menjalani hidup dengan penuh ketabahan meski kehilangan sosok yang dicinta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI