Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Menyikapi Nasib Bahasa Indonesia yang Memprihatinkan

19 September 2012   18:17 Diperbarui: 4 April 2017   17:53 367
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebelum menyikapi suatu soal, tentu kita akan berusaha memahami persoalan yang dimaksudkan. Tak heran bila setelah membaca judul di atas, dalam benak kita muncul pertanyaan berikut: “Benarkah, nasib bahasa Indonesia memprihatinkan?” Marilah kita cermati!

Dalam posisinya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki jumlah penutur terbanyak di antara bahasa-bahasa lain yang terdapat di Nusantara.Menurut catatan Wikipedia, bahasa Indonesia dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia. Bolehlah jika dikatakan bahasa Indonesia digunakan oleh mayoritas warga Indonesia.Selain itu, bahasa Indonesia juga digunakan hampir di segala bidang kehidupan: bahasa pergaulan antaretnis, bahasa resmi dalam kegiatan pemerintahan dan dunia kerja, bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, dan banyak lagi.

Penutur bahasa Indonesia ternyata juga tersebar di luar wilayah Nusantara. Perpindahan pendudukkarena berbagai alasan—sejak zaman kolonial hingga kini—telah membawa bahasa Indonesia ke berbagai penjuru dunia. Kini, penutur bahasa Indonesia dapat dijumpai di berbagai negara, seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Korea, Hong Kong, Belanda, Jerman, Amerika Serikat, serta beberapa negara Timur Tengah. Bahkan, bahasa Indonesia termasuk dalam 10 besar bahasa dengan jumlah penuturterbanyak. Menurut World Almanac (2005), bahasa Indonesia berada pada tempat ke-7 dengan jumlah penutur sebanyak 176 juta orang. Tahun 2009, Ethnologue: Languages of the worldmenempatkan bahasa Indonesia—sebagai bahasa dengan jumlah penutur terbanyak—pada peringkat ke-9 setelah bahasa Portugis.

Nah, jika bahasa Indonesia sedemikian populer, mengapa dikatakan bahwa nasibnya memprihatinkan? Dengan banyaknya jumlah penutur, bahasa Indonesia pun tentu tidak termasuk salah satu di antara ribuan bahasa yang digolongkan terancam punah.Bukan pula hal berlebihan bila kita meyakinkan diri bahwa bahasa Indonesia memiliki kedudukan yang sangat kokoh. Lalu, keprihatinan seperti apa yang dimaksudkan? Mungkinkah menyebut “nasib bahasa Indonesia memprihatinkan” hanya sebuah pernyataan retorik?

Setelah mempelajarinya, barulah saya paham bahwa keprihatinan yang dimaksud di atas berkaitan dengan penggunaan dan perkembangan bahasa Indonesia dewasa ini. Para ahli bahasa menyebutkan, bahwa penggunaan bahasa Indonesia berkembang ke arah yang kurang diharapkan—terutama dalam posisinya sebagai bahasa nasional. Ternyata, disadari atau tidak, penggunaan bahasa Indonesia secara baik dan benar semakinkurang diperhatikan bahkan cenderung diremehkan. Konon, bahasa-bahasa asing—terutama Inggris—dan bahasa gaul justru lebih diminati. Kondisi tersebut sangat bertentangan dengan upaya para pemuka bahasa untuk mengusulkan diterimanya bahasa Indonesia sebagai bahasa Internasional.

Ya, kita memang harus jujur mengakui bahwa sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia sering kali kurang mendapat tempat yang seharusnya. Dalam pidato atau pernyataan resmi, para pejabat pemerintah atau sebagian akademisi yang melakukan presentasi dalam forum nasional, sering kali menyisipkan istilah-istilah asing yang sesungguhnya telah memiliki padanan dalam bahasa Indonesia. Tak kurang pula media dan para pelaku bisnis. Untuk penamaan tempat, produk,layanan, maupun acara, pemakaian bahasa Indonesia bukanlah pilihan utama. Tak jarang penggunaan bahasa Indonesia dicampuradukkan dengan bahasa asing—terutama bahasa Inggris. Sayang sekali, beberapa penggunaannya kurang tepat dan justru menghasilkan istilah rancu. Lebih memprihatinkan lagi, ketika penggunaan bahasa Indonesia dalam ragam bahasa gaul—yang cenderung melenceng dari bahasa baku—merambah hingga ke forum resmi dan dunia pendidikan.Tak sedikit pendidik yang mengeluh tentang penggunaan bahasa gaul anak didiknya yang “salah tempat”. Bahkan sebagian siswa kedapatan mengalami kesulitan membuat tulisan ilmiah dalam bahasa baku.

[caption id="attachment_206702" align="aligncenter" width="579" caption="Sumber: forumkompas.com"][/caption]

[caption id="attachment_206707" align="aligncenter" width="364" caption="Sumber: www.facebook.com (kiri) dan thinkthing.multiply.com (kanan)"]

1348078225771840229
1348078225771840229
[/caption]

Beberapa fenomena di atas yang sering kali masih dianggap sebagai masalah sepele, patut diakui sebagai sebuah kondisi memprihatinkan.Lahirnya fenomena tersebut didukung oleh pandangan-pandangan keliru yang tumbuh dalam masyarakat. Beberapa pandangan keliru itu, misalnya penggunaan bahasa asing terasa lebih modern dan bergengsi, lebih menjual, sertaterkesan lebih berpendidikan. Pandangan keliru itu cenderung membuat semakin banyak orang—terutama generasi muda—yang “meninggalkan” bahasa Indonesia dan tidak lagi merasa perlu untuk mempelajarinya.

Nah, apakah kita akan tinggal diam menyimak berbagai keprihatinan tersebut? Bagaimanapun, masalah bahasa bukan hanya menjadi urusan Badan Bahasa dan lembaga pemerintah lain, para ahli bahasa, lembaga bahasa di perguruan tinggi, ataupun guru bahasa pada pendidikan tingkat dasar hingga menengah. Masalah bahasa seharusnya menjadi tanggung jawab bersama seluruh masyarakat pemilik bahasa. Dengan demikian seluruh bangsa Indonesia—terutama generasi muda— harus turut peduli. Perlu diingat bahwa sebagai alat komunikasi, bahasa Indonesia memiliki berbagai peran strategis: sebagai identitas bangsa, juga sarana berkompetisi dalam kancah politik, ekonomi,ilmu pengetahuan, dan teknologi. Lalu, bagaimana kita harus menyikapi masalah tersebut?

Menurut saya kita perlu melakukan perbaikan yang dimulai dari diri kita masing-masing. Kita bisa mulai belajar mengenal dan membiasakan diri menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Saya berpendapat, kita tak harus melarang penggunaan ragam bahasa gaul. Namun setiap orang hendaknya memahami kapan sebaiknya tidak menggunakan ragam bahasa tersebut. Sebaliknya, kita mesti tahu kapan seharusnya berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Prinsipnya, gunakan masing-masing ragam bahasa pada tempatnya. Para pelajar hendaklah menulis jawaban soal ujian atau laporan praktikum dengan bahasa baku, juga para karyawan dalam membuat presentasi atau laporan kerja. Marilah kita menghindari ragam bahasa gaul saat berbicara dengan orang-orang yang dituakan atau dihormati dan terlebih saat kita berada dalam forum resmi! Meskipun hanya mengirim sebuah pesan singkat lewat ponsel, jika itu berkaitan dengan urusan formal, sebaiknya hindari kata-kata yang tidak baku. Namun usah pula mempersoalkan pesan pribadi antaranak muda yang ditulis dalam bahasa gaul. Mempelajari bahasa asing sangatlah penting terutama untuk melakukan komunikasi dalam forum internasional dan perkembangan ilmu pengetahuan. Namun, tetaplah bijak berbahasa Indonesia secara baik dan benar dalam sidang atau forum nasional. Boleh saja berkirim pesan kepada kawan akrab dalam bahasa campur aduk, tetapi pastikan bahwa kita pun lihai menulis laporan, karya ilmiah, dan surat-surat resmi dalam bahasa Indonesia baku. Pihak-pihak yang memiliki pengaruh luas seperti instansi/lembaga pendidikan dan pemerintahan, media massa, stasiun televisi, pelaku bisnis, dll., hendaknya juga turut mendudukkan bahasa Indonesia pada tempat yang selayaknya. Tidak mungkinkah mengkaji ulang kebijakan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah bertitel RSBI/SBI? Mungkinkah stasiun televisi menambah tayangan dalam bahasa Indonesia yang santun?

Tindakan-tindakan di atas mungkin hanya terlihat sebagai langkah-langkah kecil, namun bukan tidak berarti. Tidaklah cukup bila kita hanya memperingati ikrar para pemuda di tahun 1928 setiap bulan Oktober. Tiada guna bila kita hanya berbangga memiliki bahasa Indonesia yang mampu mengatasi ratusan bahasa daerah serta menyatukan puluhan suku bangsa di wilayah Nusantara. Bagaimanapun, kecintaan kita terhadap bahasa Indonesia haruslah mewujud. Siapa lagi yang akan menghargai bahasa Indonesia jika bukan kita sendiri—bangsa Indonesia? Jadi, marilah berbahasa Indonesia yang baik dan benar!

Selamat menyongsong Bulan Bahasa (Oktober 2012)!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun