Mohon tunggu...
Cak Durasim
Cak Durasim Mohon Tunggu... profesional -

" bekupon omahe doro, melu nipon, tambah sengsoro "

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cara Menggelapkan... Eh, Menyiasati Zakat Emas

11 Agustus 2011   02:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:54 1482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan puasa gini biasanya sambil bayar zakat fitrah, sekalian dengan bayar zakat mal. Urusan membayar, otomatis otak saya bekerja keras agar membayar dengan efisien (kata lain daripada pelit). Persoalan pertama adalah pada emas. Saya baca-baca di literatur bahwa emas wajib dikeluarkan zakat bila mencapai haul dan nishob. Haul adalah periode berdiam, sedangkan nishob adalah jumlah minimal, ditentukan hal 1 tahun (354 hari) dan nishob 20 dinar (setara 85 gram emas). Sebenarnya ada yang mengatakan 70 gram, tapi saya pakai yang rada longgar, namanya juga menyiasati. Emas yang dikenakan zakat adalah emas yang terpakai. Sebenarnya, tren kenaikan harga emas tahun 2011 saya baca disini 44,87%. Kalo zakatnya cuma 2,5% ya nggak berasa. Tapi gimana lagi, pelit sudah menjadi kebijakan saya. Waduh... emas batangan saya sudah melebihi 85 gram. Jadi wajib kena zakat ini. Pikiran pertama saya adalah segera menjualnya, mumpung harga emas lagi tinggi. Lho... justru tren emas lagi naik ini saya takut kalo nanti sudah saya jual gak bisa beli lagi, jelas rupiah ketinggalan dengan harga emas. Namun teringat bahwa emas yang saya miliki belum mencapai haul. Apa saya gadaikan saja ya? karena emas yang dizakati harus bebas (merdeka), maksudnya tidak tergadai. Tapi lagi-lagi ada kelemahannya. Teman saya yang pinter agama, Dulmanap, saya tanyai kalo ada keyakinan bahwa bisa tertebus dalam waktu haul (setahun), ya tetap wajib dizakati. Ya gimana gak yakin, lha wong tujuannya digadai agar gak kena zakat, bukan karena kebutuhan. Mosok saya mau bohong bilang nggak yakin (kalo gitu namanya menggelapkan pajak). Setelah pikir-pikir lama, akhirnya timbul ide emas itu saya hibahkan ke saudara, tentunya nanti akan saya ambil lagi (saya suruh dia menghibahkan balik ke saya lagi), agar tak tercapai nishobnya. Tapi.... ini berisiko. Gimana nanti kalo dia silap mata, dan nggak mau mengembalikannya? Kalo saya samakan dengan model digadai, ya sama saja. Kayaknya gak bisa lepas nih, harus bayar. Zakat satuannya juga gram emas, bukan uang. Karena emas saya produksi Antam, segera saya lihat harga emasnya. Harga emas Antam berbeda-beda, tergantung jenisnya. Gram Price per Bar (Rp) Price per Gram (Rp) Stock 1 545.000 545.000 Ready 2 1.048.000 524.000 Ready 2.5 1.299.500 519.800 Ready 3 1.551.000 517.000 Ready 4 2.054.000 513.500 Ready 5 2.567.500 513.500 Ready 10 5.095.000 509.500 Ready 25 12.662.000 506.480 Ready 50 25.247.000 504.940 Ready 100 50.424.000 504.240 --------- 250 125.830.000 503.320 Ready 1000 503.000.000 503.000 --------- Misalnya saya punya 10 batangan emas 25 gram. Kalo dirupiahkan, per hari ini harganya (kalo beli) per batangnya Rp 12.662.000. Jadi kalo ada 10 batang ya Rp 126.620.000. Kalo kena zakat Rp 3.165.000. Tapi... kalo ditotal kan emas saya ada 250 gram. Harganya emas batangan 250 gram Rp 125.830.000, jadi zakatnya Rp 3.145.750 (hemat 19.250... lumayan, namanya juga duit). Lho.. kayaknya saya salah ngitung. Zakat kan satuannya gram emas, bukan uang. Jadi hitungan yang bener ya 250 gram x 2,5% = 6,25 gram. Harga emas 1 gramnya Rp 545.000, jadi saya kena Rp 3.406.250 (walah, malah rugi Rp 241.250, eman-eman). Karena nggak mau rugi kebanyakan, saya pecah jadi 5 gram x Rp 513.500 + 1,25 gram x Rp 545.000 = 3.248.750. Lumayan, cuma rugi Rp 83.750. Sambil menghitung tadi, tiba-tiba saya ingat bahwa emas yang wajib dizakati cuma emas yang terpakai. Wah, ada kesempatan untuk tidak kena zakat. Segera saja 10 batang emas tadi saya tempelkan ke sabuk, jadi hiasan sabuk dan sabuknya saya pakai. He..he..he... kayaknya ini berhasil. " Laopo kamu ketawa-ketawa sendiri, edan ya?" Suara cempreng Dulmanap mengagetkan saya. "Lho, kamu kok pake perhiasan emas gitu? haram tahu hukumnya laki-laki pakai emas!" sambung Dulmanap. Walah... ini ngganggu planning saja ! Ya sudah, saya berikan ke istri saya, saya suruh pakai emas itu sebagai liontin atau gandulan kalung, atau ditempelkan ke mana gitu. Sekali lagi saya tidak menggelapkan, cuma mensiasati, memanfaatkan celah, eh fasilitas yang diberikan. Nggak melanggar syariah. "Emoh !!!, koyok wong edan aku !!" tolak istriku, bojoku dewe. "Sampeyan iku mas, pelitnya nggak ketulungan. Medhit ! jithok'e jeru ! silite methu kecambahe. Aku sudah tahu tujuanmu itu apa !" sambung bojoku. Walah... malah dadi berantem karo bojoku... Hasilnya juga akhirnya saya tetep bayar zakat. Note : Eman = sayang Laopo = Ngapain Medhit = Pelit jithok'e jeru ! silite methu kecambahejithok'e jeru ! silite methu kecambahe = ungkapan suroboyoan untuk orang yang super pelit.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun