Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tahun 2016, sebagai Momentum Pengamalan Pancasila

27 Januari 2016   06:14 Diperbarui: 27 Januari 2016   07:37 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hangatnya hingar bingar penyambutan tahun baru beberapa hari lalu masih menggema dalam ingatan kita. Berbagai rencana, target atau resolusi dibuat sebagian orang untuk mencapai sesuatu di 2016. Namun semua berharap bahwa di tahun 2016 ini lebih baik dari tahun sebelumnya.

Meski sederet keinginan kita canangkan di tahun 2016 ini, namun kita jangan melupakan jati diri dan karakter dasar Indonesia. Yakni sejauh mana pengamalan kita kepada Dasar Negara Pancasila. Karena kita tinggal di Indonesia dimana pondasi hukum dan luhur bangsa tertuang dalam ke lima sila dalam Pancasila. Apakah selama ini Pancasila hanya didengungkan secara retorika belaka atau sudah mengakar pada jiwa setiap insan sehingga bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Pancasila Jangan ditinggalkan

Pancasila  diakui sebagai cogito ergo sum yang hadir diatas peradaban nusantara yang mengakomidir semua kepentingan nasional. Pancasila adalah perekat persatuan nasional, pancasila tidaklah bersifat abstrak sebagaimana dianggap sebagian orang dan Pancasila merupakan bahasa dunia untuk perdamaian , penghapusan perbudakan dan penindasan. Pancasila tidak ke kiri maupun kanan, ia berdiri sendiri bukan kapitalisme, bukan Imperialisme, bukan feodalisme, bukan sosialisme-  libertarian, bukan neo liberalisme bukan  pula demokrasi ala barat  apalagi komunisme, ia adalah sari pati semua paham yang ada dan duniapun mengakuinya.

Pancasila pada masa orde baru kita sudah terbiasa dengan kalimat menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen, kita diwajibkan untuk mengikuti penataran P4, diwajibkan menghapalkan sila-sila dari Pancasila tanpa mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Tafsir Pancasila menjadi sangat luas sehingga menimbulkan multi tafsir tergantung pada siapa yang sedang berkuasa, sehingga sering terdengar seorang dengan gampang mengucapkan  tidak pancasilais bila tidak sesuai dengan yang dia inginkan.

Pancasila pasca reformasi , semakin terpuruk jauh, kalau dulu murid-murid sekolah masih hapal sila-sila dari pancasila, sekarang jangankan hapal, apakah mereka masih mengetahui Pancasila sebagai dasar negara ? Perlu dipertanyakan kembali.

Trauma masa lalu masih membekas, menimbulkan  fobia yang kadang berlebihan .Betapa tidak, pada jaman orde baru Pancasila dianggap sebagai alat untuk membelenggu seseorang menyampaikan pendapatnya pada jaman orde baru,  sekarang Pancasila sebagai momok yang menakutkan  sehingga harus disingkirkan jauh-jauh.

Etika demokrasi model Barat benar-benar diadopsi secara mentah-mentah oleh bangsa ini. Dalam praktik demokrasi, bangsa ini lebih mengutamakan kepentingan individu dan perlindungan terhadap perseorangan. Padahal demokrasi kita adalah Demokrasi Pancasila,  bukan demokrasi sebagaimana dipraktekkan dibelahan dunia barat, demokrasi kita adalah  musyawarah untuk mufakat sebagai mana terdapat pada sila ke empat Pancasila.

Problematika yang tengah kita hadapi adalah makin sulitnya ditemukan pengakuan terhadap nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia ini. Patutnya, suatu bangsa yang berideologi, apa pun ideologi yang dimilikinya, pastilah perilaku dalam kehidupan sehari-hari dijiwai oleh spirit ideologi yang diyakininya itu

Dalam kehidupan perpolitikan yang elite , aktor politiknya berorientasi untuk mendapatkan kekuasaan dan jabatan, bangsa ini telah terasing dengan nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi. Bangsa ini tidak mempunyai kemampuan untuk berperilaku atas dasar nilai luhur yang termuat dalam Pancasila. Dimana Pancasila? Pancasila Tersandera !

Hal tersebut tidak hanya terjadi pada generasi yang lahir pasca delapan puluhan bahkan generasi yang lahir sebelum itu dan merupakan produk Orde Barupun seolah tak menggubris lagi akan Pancasila. Kita betul mengalami krisis multi dimensi Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun