Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Keuangan Haji Dikelola secara Ponzi

26 Januari 2023   07:02 Diperbarui: 26 Januari 2023   07:24 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Banyak jamaah haji yang kelabakan, ketika Menag menyarankan agar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2023 sebesar Rp 69 juta. Menurut informasi Kemenag, biaya Haji sesungguhnya berkisar Rp 98.8 juta per jamaah. Pembayaran BPIH dilakukan dengan skema 60% atau 69 juta dari Jamaah dan 40% atau Rp 30 juta dari nilai Manfaat Dana Haji.

Ternyata BPIH yang sesungguhnya sangat tinggi. Tahun 2022, BPIH yang sebenarnya Rp 81 juta, dengan skema Rp 40 juta dibayar jamaah dan Rp 41 juta dari nilai manfaat Dana Haji yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji. Pada tahun 2021, BPKH menggelontorkan subsidi Rp 42 juta dan jamaah hanya membayar Rp 37 juta, Ternyata hampir setiap tahun BPKH mengeluarkan 50% nilai manfaat untuk mensubsidi jamaah Haji.

Dalam laporan keuangan BPKH takhir tahun 2022, nilai dana haji yang dikelola mencapai Rp 166 triliun. Dana ini berasal dari setoran awal Rp 25 juta per jamaah dan nilai manfaat. Rata-rata nilai manfaat atau return dari dana yang dikelola adalah 5%. Dana inilah yang diberikan sebagai subsidi jamaah haji yang akan berangkat.

Namun besarnya subsidi yang diberikan yakni mencapai 50% setiap tahun akan menimbulkan masalah yang besar. Khususnya jamaah yang antrinya mencapai 10, 20,30,40 tahun ke depan. Karena keuntungan nilai manfaat per tahun yang hanya 5%, tidak bisa mengimbangi pengeluaran yang cukup besar untuk subsidi. Tahun 2022 saja subsidi dari nilai manfaat sebesar Rp 20 triliun, sedangkan nilai manfaat haji sekitar Rp 10 triliun, sebagian didistribusikan ke Jamaah Haji yang waiting list.

Apabila skema ini terus menerus dijalankan dengan subsidi 50% dari nila manfaat diperkirakan 10 tahun lagi, dana manfaat ini akan habis di tahun 2033. Sehingga jamaah haji yang akan berangkat diatas tahun 2033 akan membayar 100% BPIH yang bisa mencapai  Rp 150 juta per jamaah. Biaya ini tentu akan sangat membebani mereka yang sudah menunggu puluhan tahun dan harus membayar biaya haji yang lebih besar.

Proses bisnis seperti iini boleh dianggap kurang sustainable. Jamah yang berangkat sekarang tenang-tenang saja karena merasa BPIH nantinya juga bakal ditanggung jamaah daftar tunggu. Tapi kalau pendaftar haji sampai dengan tahun 2040 jauh lebih sedikit daripada saat ini (walaupun kecil sekali kemungkinannya), BPIH nantinya jadi lebih mahal. Ini tentu tidak adil bagi para jamaah tunggu.

Manajemen pengelolaan haji dan umrah di Indonesia beberapa kali diterpa badai, salah satunya kasus First Travel yang merugikan ribuan jamaah. First Travel tidak melakukan investasi seperti BPKH sehingga biaya umrah yang kelewat murah tersebut sepenuhnya ditanggung oleh jamaah daftar tunggu. First Travel mewujudkan deskripsi textbook dari skema ponzi: pemberian manfaat/benefit kepada peserta awal yang ditutup dengan uang yang diperoleh dari peserta yang mendaftar belakangan. Akhirnya dalam tempo kurang dari 5 tahun, dana jamaah tunggu terkuras habis.

Pemerintah menghadapi dilema ponzi dalam pengelolaan jamaah haji. Meski menjamin dana haji awal yang disetor jamaah aman, namun besaran subsdi akan menimbulkan masalah baru setiap tahun yang rata rata 50% BPIH. Lama-lama nilai manfaat ini akan habis. Namun mengembalikan BPIH ke Jamaah tanpa subsidi nilai manfaat jelas membebani jamaah, apalagi jamaah yang berangkat sebelumnya mendapat subsidi.Ini tidak memenuhi azas keadilan. 

Upaya terbaik adalah melakukan pengurangan subsidi haji sehingga pada titik tertentu misalnya 10 tahun besaran subsidi akan sesuai dengan nilai manfaat akan mampu konsisten mensubsidi haji misalnya sesuai dengan keuntungan setiap tahun. Jika setiap tahun nilai manfaat 5% itulah angka yang digunakan untuk subsidi BPIH. Meski pada ujungnya BPIH yang ditanggung jamaah terlalu besar, tapi itulah azas istitoah dalam haji. Haji itu untuk yang mampu secara materi dan jasmani. 

Dudun Hamdalah 

Pusat Studi Haji 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun