Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bus Jakarta-Subang, Seperti Pasar Tumpah

17 Januari 2023   21:13 Diperbarui: 17 Januari 2023   21:46 1244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Belum lama ini saya bepergian dari Terminal Bis Kampung Rambutan Jakarta dengan tujuan Cilamaya, Kab. Karawang. Rencananya saya mau ke Pesantren Asshidiqiyah 3 di Cilamaya. Pesantren ini cabang ke-3 dari Asshidiqiyah Jakarta pimpinan Kyai Noer Muhammad Iskandar SQ . Tidak ada bis yang langsung ke Pesantren, karena letaknya di Karawang pesisir. 

Dari Kampung Rambutan, naik Bis tujuan Ke Subang. Bus tersebut melewati pertigaan Cilamaya Raya dan masih 17 km naik angkot menuju pasar Cilamaya. Dari Pasar Cilamaya menuju Pesantren masih 10 KM ditempuh dengan Ojek Pengkolan. Dari pertigaan Cilamaya hingga pesantren tidak ada ojek atau mobil online. 

Bus Tujuan Subang dari Kampung Rambutan ternyata tak ada yang ber -AC. semua kelas ekonomi, dengan tujuan terminal Pegaden Subang. Bus ke sana antara lain Sahabat dan Luragung dengan kursi 3-2. Di Terminal Rambutan ngetem cukup lama dan baru berjalan setelah 1/3 tempat duduk terisi, sekitar 40-an kursi. 

Bis pun jalan dari Terminal Rambutan. Rupanya di Pasar Rebo cukup lama ngetem. Lebih dari 30-an menit. Sejak dari terminal Rambutan hingga Pasar Rebo, pedagang asongan dan pengamen silih berganti masuk. Kuhitung pengamen 3 kali dan asongan lebih dari 10 orang. Ketika ngetem di Pasar Rebo, puluhan pedagang asongan masuk lagi. 

Tak hanya asongan, pengamen pun wira wiri masuk. Gantian lebih dari 5 orang, ada yang sopan ada yang kasar. Ada juga yang bertato setengah mengancam. Kalau penumpang diam dibilang sombong dan nadanya kencang. Disini saya sudah mulai kurang nyaman. Karena baru pertama kali naik bis seperti ini. Ada yang ketakutan akhirnya mengasih uang. Saya diamkan pura-pura tidur, dia pun menegur. Saya angkat tangan saya baru dia jalan. 

Akhirnya kursi terisi penuh bus pun berangkat. Tarif dari rambutan ke Cilamaya Rp 60 ribu sedangkan Rambutan ke Subang sekitar Rp 80 ribu. Namun perjalanan dari pasar Rebo hingga masuk tol Jagorawi pun masih ada pedangan yang jualan. Pengin memejamkan mata sudah. APalagi ada pengamen yang beropeasi selama di perjalanan. Padahal perjalanan tol Cikampek mestinya bisa dipakai penumpang untuk istirahat. 

Bus pun berhenti di rest Area 57 Cikampek untuk mengisi bensin. Disini pun kembali pengamen dan asongan keluar masuk. Hingga bus kembali berjalan menyisir jalan tol. Dengan kondisi terik panas, dan bis tanpa AC dengan dihibur suara sumbang pengamen membuat penampung tak bisa istirahat. 

Setelah itu bus keluar pintu tol Cikopo. Rupanya disini bus berhenti lagu cukup lama da 30-an menit. Lagi lagi pedagang asongan dan pengamen keluar masuk, lebih dari 5 pengamen berdendang. Sama ada yang kasar ada juga cewek cewek Karawang. Padahal siang itu panas dan bus ngetem cukup lama membuat penumpang gerah. Sepertinya para pengamen agak nekat maksa minta uang, entah mungkin minum obat penenang. 

Bus pun jalan lagi, tapi tetap ada pedagang dan pengamen yang ikut. Bahkan ada pedagang yang tidak mau turun dari bus. Dia mendesak penumpang untuk beli makanan. Awalnya dijual satu kotak 10 ribu. Tapi ga ada yang beli, Ditawarkan lagi 3 kotak Rp 20 ribu. Hingga akhirnya 1 kota Rp 5000. Beberapa kali dia bolak balik tawarkan satu persatu ke penumpang. Penumpang mulai bosan. Terkesan jualannya harus habis di bus itu. 

Akhir tibalah saya ke pertigaan jalan Raya Cilamaya, Saya merasa lega. turun dari bus yang seperti pasar tumpah. Kalau saya hitung selama perjalanan dari Rambutan ke Pertigaan Cilamaya ada lebih dari 75 pedagang asongan dan 25 pengamen masuk. Bayangkan bis ekonomi yang panas dipenuhi dengan pedagang dan pengamen. 

Saya merasa kapok naik bus seperti itu. Bis yang penuh preman dan sangat tidak nyaman. Mestinya ada bis AC , meskipun lebih mahal saya bayar asalkan nyaman. Atau memang sengaja bus ekonomi saja yang beroperasi untuk memberi mata pencaharian pedagang asongan dan pengamen ? 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun