Mohon tunggu...
Dudun Parwanto
Dudun Parwanto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Traveler

Owner bianglala publishing, penulis, komika sosial media dan motivator/ trainer penulisan,

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengapa Membenci Jokowi Setengah Mati?

11 November 2018   08:30 Diperbarui: 11 November 2018   08:47 3179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Tulisan ini saya awali dengan kalimat, saya tahun 2014 Golput jadi bukan cebong atau kampret, supaya ujug ujug belum baca tulisan saya sudah divonis berada di pihak bumi datar atau bumi bulat. Kalaupun ada tuduhan seperti itu ya silakan, tapi sudah mengkonfirmasi dan membantahnya,

Baiklah, tulisan saya mulai dari kalimat Presiden Jokowi yang sudah melalui gerah atau kepanasan dengan berbagai isu yang terus menerkamnya. Taruhlah dia masih masih kebakaran jenggot, meskipun nggak punya jenggot hehehe, terhadap isu asal usul keluarga, PKI, tenaga kerja asing, anti islam yang selama ini marak di media sosial. Kalau hutang yang makin membengkak dan rupiah yang kian loyo, itulah realitas bukan hoax dan pemerintah harus menjelaskannya. Tapi dijelaskan seperti apapun, tetap tidak akan memuaskan pihak pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

Begini, memang yang membuat ketegangan kedua pihak itu adalah perseteruan Pilpres 2014 silam yang ujungnya sampai saat ini tidak kelar. Luka yang menganga akibat kekalahan Prabowo pada Pilpres 2014 silam belum sembuh, kini pertarungan anatara duia musuh bebuyutan itu digelar lagi. Pada Pilpres 2014 silam Jokowi meraih 53 % dan Parbowo mendapat 47% atau hanya selisih sekitar 8 juta suara.

Kekalahan yang tidak terlalu siginifikan jumlahnya itu membuat pendukung Prabowo sulit move on. Maka sebenarnya perseteruan di dunia maya masih terjadi secara frontal meski Jokowi sudah terpilih menjadi Presiden. Ini adalah Rivalitas yang paling seru dan panas sepanjang Pilpres di Indonesia digelar,

Sulitnya move antara bumi datar dan bumi bulat ini disebabkan oleh beberapa hal.
1. Perbedaan perolehan yang tidak signifikan, hanya selisih 6%, membuktikan bahwa kekuatan kedua pendukung cukup besar.
2.Militansi yang kadang terlalu berlebihan dari kedua kubu yang sering memanggang rasionalitas sehingga saling menyerang masih terus terjadi
3. Kehadiran media sosial yang sangat rentan dengan berita bohong atau hoax membuat kedua pihak memanfaatkan untuk saling serang
4.Minimnya pendidikan politik dan literasi sehingga warga dengan mudah memviralkan kabar yang belum tentu benar demi kepentingan kubunya
5.Kesadaran untuk mengedepankan nilai luhur bangsa, persatuan luntur akibat pengaruh ideologi luar dan tranparansinya dunia maya

Jadi dengan asumsi diatas perkiraan kondisi sosial media setelah Pilpres 2019 tidak jauh beda dengan tahun 2014 silam. Pertanyaannya adalah kenapa pendukung Prabowo masih terus membenci Jokowi meski sudah terpilih tahun 2014 ?

Sebenarnya yang dibenci itu Prabowo atau PDIP ?

Kita mulai dari siapa dibalik Prabowo dan siapa dibalik Jokowi? Pendukung utama Prabowo adalah Gerindra yang pahamnya nasionalis dan  PKS yang relijius. Tapi dari sisi militansi PKS jelas militan meskipun suaranya beberapa Pemilu tidak jauh berbeda. Harap diingat Gerindra adalan partai yang berkoalisi dengan PDIP menjadi oposisi SBY.

PDIP adalah pendukung utama Jokowi, dengan paham nasionalis dan militan. Jadi PDIP dan PKS adalah dua partai yang militansinya paling besar. Jadi kader kedua partai tidak mudah pindah ke partai lain seperti yang terjadi pada partai yang lain. Namun PKS dan PDIP seperti minyak dan air, tidak pernah bersatu. PKS berkoalisi dengan pemerintah SBY, ketika PDIP menjadi oposisi. dan ketika PDIP di pemerintah, PKS memilih oposisi.

Jadi pertanyaan saya kembali, sebenarnya siaa yang dibenci , bukanlah Jokowi tapi PDIP? Dan siapa yang paling benci PDIP yakni PKS, maka tak heran kader militan yang fanatik PKS yang sering menyerang pemerintah yang dianggap simbol PDIP< karena  mereka masih meyakini bukan Jokowi yang berkuasa tapi Megawati.

Karena Jokowi asalnya bukan kader PDIP, dia pengusaha mebel dan tahun 2004 melamar jadi walikota Solo melalui PDIP. Kita tahu siapapun calon walikota Solo dari PDIP akan menang karena Solo adalah basis nasionalis. Bahkan ada kabar dulu balaikota Solo akan dibakar jika Mega tidak terpilih mendampingi  Gus Dur menjadi Wapres pada 2011 silam. Itulah militan atau fanasitme yang berlebihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun